KPK Ingatkan Calon Kepala Daerah di Riau: Pilkada untuk Memilih Pemimpin, bukan Lahirkan Koruptor!

KPK Ingatkan Calon Kepala Daerah di Riau: Pilkada untuk Memilih Pemimpin, bukan Lahirkan Koruptor!

Ilustrasi/INTERNET

Jum'at, 13 November 2020 16:49 WIB

BENGKULU, POTRETNEWS.com — Calon kepala daerah di Riau diingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa menilai Pilkada Serentak 2020 untuk memilih pemimpin bukan melahirkan koruptor. Pasalnya banyak uang yang dihamburkan untuk Pilkada 2020.

”Pilkada itu mahal. Banyak uang dikeluarkan untuk pelaksanaan pilkada. Terlalu besar bangsa ini menghambur-hamburkan uang untuk pilkada ketika bangsa ini pada akhirnya bukan memilih pemimpin daerah, tapi koruptor. Jangan sampai pilkada 2020 malah menambah angka kepala daerah yang tertangkap KPK,'' kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Kamis (12/11/2020), melansir iNews.id.

Pernyataan ini disampaikan Ghufron dalam Pembekalan Calon Kepala Daerah (Cakada) Provinsi Bengkulu, Riau, Jawa Barat (Jabar), dan Sulawesi Barat (Sulbar). Sementara untuk pasangan cakada di Riau, Jabar, dan Sulbar, mengikuti pembekalan lewat telekonferensi.

Data KPK sejak 2004 hingga Mei 2020, tercatat 397 perkara korupsi yang dilakukan oleh pejabat politik. Salah satunya kepala daerah di 27 provinsi yang sudah ditangani KPK.

Khusus Provinsi Bengkulu, Riau dan Kepulauan Riau, dan Jabar, jumlah perkara korupsi berturut-turut sebanyak 22, 64, dan 101 kasus. Provinsi Sulbar belum masuk dalam data KPK.

Jenis korupsi kepala daerah, kata Ghufron, dapat dibagi ke dalam 5 modus. Pertama, intervensi dalam kegiatan belanja daerah, mulai Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah, bantuan sosial (bansos), dan program, pengelolaan aset, dan penempatan anggaran pemerintah daerah (pemda) di BUMD.

Kedua, intervensi dalam penerimaan daerah, mulai pajak daerah atau retribusi, pendapatan daerah dari pusat, serta kerja sama dengan pihak lain. Ketiga, perizinan, mulai pemberian rekomendasi, penerbitan perizinan, dan pemerasan.

”Keempat adalah benturan kepentingan dalam proses PBJ, rotasi atau mutasi aparatur sipil negara (ASN), dan perangkapan jabatan. Lima, penyalahgunaan wewenang, mulai dari pengangkatan dan penempatan jabatan orang dekat (nepotisme) sampai pemerasan saat adanya rotasi, mutasi, atau promosi ASN,” kata Ghufron.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Provinsi Bengkulu, Deddy Ermansyah mengatakan, tantangan terbesar yang masih menghadang dalam pilkada yaitu masifnya politik uang. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim, Riau
wwwwww