Home > Berita > Riau

Ada Pungutan Sawit hingga Rp2,9 Miliar per Pekan di Riau, padahal di Provinsi Lain Kebijakan Itu tak Lagi Berlaku

Ada Pungutan Sawit hingga Rp2,9 Miliar per Pekan di Riau, padahal di Provinsi Lain Kebijakan Itu tak Lagi Berlaku

Gambar hanya ilustrasi/REPUBLIKA

Kamis, 10 September 2020 10:36 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com —  Penerapan kebijakan biaya operasional tidak langsung (BOTL) terhadap hasil produksi perkebunan sawit di Provinsi Riau yang mencapai Rp 2,9 miliar setiap pekannya, dipertanyakan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Pola Inti Rakyat (Aspekpir).

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apkasindo Gulat Medali Emas Manurung pada wartawan, Selasa (8/9/2020), menyampaikan kebijakan BOTL itu tak lagi berlaku di provinsi penghasil sawit, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jambi.

"Kalau kita lihat di provinsi tetangga itu sudah nol. Di Sumut, Jambi, Sumbar tidak ada lagi BOTL, karena pihak PKS (perkebunan kelapa sawit) susah mempertanggungjawabkannya karena memang aturan peralihannya mengamanahkan adanya pertanggungjawaban rutin setiap bulan dan dilaporkan ke gubernur setempat melalui Kepala Dinas Perkebunan (Disbun)," ucap Gulat dalam pertemuan dengan Disbun Riau, Selasa.

Namun, kata dia, di Riau potongan harga tandan buah sawit (TBS) BOTL sebesar 2,63 persen masih berlaku. Triantana dari Aspekpir mempertanyakan untuk apa sebenarnya pemotongan BOTL.

ā€¯Sederhana kok. Kita hanya perlu tahu peruntukannya sebenarnya untuk apa. Sebab, di Permentan 01 Tahun 2018, disebut ada Potongan BOTL sebesar 2,63 persen peruntukannya 1 perse untuk pembinaan petani dan kelembagaannya. Selama ini tidak pernah tahu ke mana penggunaan ke mana dana ini dan tidak ada pertanggungjawabannya," kata Tri, melansir Kompas.com.

Lalu, Suher dari Apkasindo Riau dengan tegas menolak potongan BOTL tersebut. Menurutnya, pemotongan tersebut merupakan pungutan liar alias pungli. "Ini sudah pungli. Karena pungutan yang tidak ada pertanggungjawabannya itu disebut pungli," kata Suher.

Dia menyebut sudah dua tahun penerapan kebijakan itu di Riau. Karena itu, Suher meminta Disbun Riau harus bertanggungjawab. Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulfadli mengatakan pembahasan soal Botl akan dilaksanakan pada Kamis (10/9/2020).

Menurutnya, pembahasan ini untuk mencari jalan terbaik dalam menjawab kericuhan pungutan sawit yang berimbas pada harga TBS di Riau. "Pemerintah Provinsi Riau ingin memberikan rasa keadilan bagi seluruh pihak, baik para petani hingga pengusaha dengan kebijakan tersebut. Insya Allah, mudah-mudahan selesai. Kita ingin memutuskan ini secara adil dan memihak kepada kepentingan semua pihak," kata Zul.

Ia juga mengatakan, sejauh ini, Disbun Riau tidak merasa melakukan pemungutan tersebut. Dia mengaku akan mengupayakan membuat peraturan gubernur (Pergub) Riau tentang Tataniaga TBS yang merupakan turunan dari Permentan Nomor 1 tahun 2018 itu.

"Nanti setelah Pergub selesai, maka aturan pungutan tersebut akan diatur sesuai dengan Pergub yang berlandaskan pada Permentan 01/2018," terang Zulfadli.

Sedangkan untuk Pergub Tata Niaga TBS Sawit, tambah dia, Pergub tersebut sudah ada konsepnya dan sudah dibahas dan sedang berproses di bagian hukum Pemprov Riau. "Jika Pergub sudah selesai dan ditandatangani Gubernur Riau, kita pasti akan mengundang seluruh stakeholder terutama petani sawit dan asosiasi petani sawit," jelas Zulfadli. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Riau, Umum
wwwwww