Home > Berita > Umum

Polri Peringati HUT ke-74, Berikut Lintasan Sejarah Bhayangkara dari Masa ke Masa

Polri Peringati HUT ke-74, Berikut Lintasan Sejarah Bhayangkara dari Masa ke Masa

Polisi di masa kolonial/HISTORIA

Rabu, 01 Juli 2020 07:25 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Kepolisian Republik Indonesia (Polri), hari ini, 1 Juli 2020 memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Bhayangkara. Zaman Kerajaan Majapahit, Bhayangkara adalah sebuah satuan pasukan khusus dan terlatih dengan baik.

Tugas yang diberikan pendirinya, Mahapatih Gajah Mada tak main-main. Prajurit Bhayangkara merupakan pasukan pelindung raja dan kerajaan. Nama Bhayangkara kemudian melekat pada institusi Polri yang berdiri pada 1 Juli 1946.

Sebelumnya, korps bhayangkara ini berada di bawah lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Namun setelah Presiden Sukarno meneken Penetapan Pemerintah 1946 No.11/S.D. , Polri menjadi jawatan tersendiri yang langsung berada di bawah pimpinan Perdana Menteri.

Berikut lintasan sejarah Bhayangkara dari masa kolonial sampai reformasi, dilansir dari detikcom:

1. Polisi dalam zaman kolonial Belanda
Catatan paling awal soal kepolisian zaman kolonial menurut Marieke Bloembergen dalam buku Polisi Zaman Hindia Belanda : Dari Kepedulian dan Ketakutan termaktub dalam dua peraturan kepolisian yang diberlakukan sesudah penyerahan kekuasaan kembali Hindia Belanda dari Inggris kepada Belanda pada 1816.

Satu untuk mengatur pemeliharaan keamanan warga Eropa yang diawasi Jaksa Agung dan satu lagi untuk masyarakat bumiputra di bawah kendali residen. Kemudian ditemukan juga polisi desa dan opas polisi.

Opas polisi dibentuk dari beragam orang mantan anggota marsose, pesuruh, penjaga, dan pemungut pajak. Selanjutnya pemerintah kolonial di luar Pulau Jawa dan Madura sejak 1863 membentuk korps kepolisian bersenjata untuk menjaga ketertiban tanpa kewenangan penyidikan.

Ketika terjadi pemberontakan petani di Banten pada 1888, dibentuk pula dua korps kepolisian bersenjata yang ditempatkan di Caringin dan Lebak.

2. Terbentuknya polisi Hindia Belanda yang modern
Cikal bakal kepolisian Hindia Belanda yang modern terjadi pada Maret 1897 ketika diadakan reorganisasi. Kepolisian dijadikan satu korps agar kontrol atas upaya pemeliharaan keamanan lebih efektif. Reorganisasi ini dilakukan tuntutan dari penduduk Eropa di Hindia Belanda yang cemas atas tidak optimalnya polisi mengontrol kondisi keamanan.

Polisi yang dilengkapi dengan persenjataan ini ditempatkan di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri. Formasi opas polisi di Jawa dan Madura saat itu berkekuatan 5.962 orang. Sementara total penduduk di Jawa Madura sekitar 29 juta ditambah 62 ribu orang Eropa.

Pada 1902 formasi kepolisian bersenjata terdiri atas 29 grup. Sebanyak 13 grup berada di Jawa. Tiap grup terdiri atas seorang instruktur Eropa, seorang sersan bumiputra, dua kopral bumiputra yang diambil dari militer, dan 24 prajurit pribumi.

Dalam kurun waktu sampai 1920 tercatat beberapa kali korps kepolisian Hindia Belanda mengalami reorganisasi. Pada masa ini juga tepatnya Oktober 1914 didirikan sekolah kepolisian Hindia Belanda berlokasi di Batavia.

Sekolah ini dipimpin Ajun Komisaris Besar Polisi I.H. Misset dari korps inspektur polisi Den Haag. Anggota kepolisian Hindia Belanda yang merupakan cikal bakal dari korps Bhayangkara saat ini mencapai jumlah terbesarnya pada 1930, yakni 54 ribu personel. Sebanyak 96 persen di antaranya justru berasal dari golongan pribumi.

3. Zaman pendudukan Jepang
Pada masa ini Jepang membagi wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan. Sidookaan ini dalam praktiknya lebih berkuasa dari kepala polisi.

4. Periode Pasca-Proklamasi Kemerdekaan
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan PETA dan Gyu-Gun (tentara sukarela), sedangkan polisi dibiarkan tetap bertugas. Saat Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.

Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia, Jassin memimpin pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang.

Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Bung Karno kemudian melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN) pada 29 September 1945.

Saat itu kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri seperti zaman kolonial dengan nama Djawatan Kepolisian Negara. Kepolisian hanya bertanggung jawab masalah administrasi pada Kementerian Dalam Negeri. Untuk masalah operasional kepolisian bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Soekanto pun mengajukan pertimbangan ke Perdana Menteri Sjahrir soal pentingnya Kepolisian Negera sebagai Kepolisian Nasional, bukan lagi per daerah. Sjahrir yang merupakan kepala pemerintahan menyetujui pendapat tersebut.

Maka, pada 1 Juli 1946, keluar Surat Penetapan yang mengeluarkan jawatan Kepolisian dari Depdagri untuk menjadi jawatan tersendiri di bawah kendali langsung Perdana Menteri. Tanggal keluar Polisi dari Departemen Dalam Negeri, sekarang dikenal sebagai Hari Kepolisian, atau Hari Bhayangkara.

5. Zaman Orde Lama
Polri dinyatakan sebagai salah satu unsur ABRI Pada Juni 1961 DPR Gotong Royong mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara.

Pada Pasal 3 UU tersebut, disebutkan Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata. Sejak itu posisi koprs Bhayangkara sederajat dengan TNI AD, TNI AL, dan TNI AU.

6. Gus Dur mengeluarkan Keppres untuk memisahkan Polri dari ABRI
Ahmad Yani Basuki dalam artikelnya berjudul Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat yang dimuat di Jurnal Sosiologi Masyarakat FISIP Universitas Indonesia menyebut pemisahan POLRI dari ABRI diawali Keputusan Menhankam/Pangab Nomor: Kep/05/P/III/1999 tanggal 31 Maret 1999 yang memutuskan pelimpahan wewenang penyelenggaraan pembinaan Kepolisian RI dari Menhankam/Pangab.

Kemudian landasan konstitusional pemisahan Polri dari TNI, menurut perwira militer yang pernah menjadi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu secara de jure baru dikukuhkan melalui Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dengan Polri dan Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Polri.

Berdasarkan Tap MPR tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur merealisasikan pemisahan TNI dengan Polri melalui penerbitan Keputusan Presiden No. 89 tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia tertanggal 1 Juli 2000. Sejak saat itu Korps Bhayangkara berkedudukan langsung di bawah presiden. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww