KPK Ingatkan Anggota DPRD Riau agar Tak Jadikan Uang Perjalanan Dinas sebagai Sumber Penghasilan

KPK Ingatkan Anggota DPRD Riau agar Tak Jadikan Uang Perjalanan Dinas sebagai Sumber Penghasilan

Ilustrasi. (RMOL)

Minggu, 04 Agustus 2019 12:31 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan anggota dewan di DPRD Riau agar tidak menjadikan uang perjalanan sebagai sumber Penghasilan.

KPK menyebutkan, uang perjalanan dinas harus sesuai peruntukan dan efektif.

Demikian dikatakan Koordinator Wilayah II Sumatra Korsupgah KPK Abdul Haris saat melakukan evaluasi dan audiensi dengan Dewan di DPRD Riau, pekan lalu. ”Kami berharap intinya perjalanan dinas jangan dijadikan sumber penghasilan,” ujar Abdul Haris.

Terkait perbedaan aturan untuk biaya perjalanan dinas pejabat antara Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan daerah (perda) atau pergub di Riau. KPK akan mencoba diskusi dengan pihak eksekutif dan legislatif di Riau.

”Kami akan mencoba diskusikan dengan eksekutif dan legislatif seperti apa aturannya dan tentunya kalau ada perbedaan harus disesuaikan dengan aturan yang ada,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui Kementerian Keuangan di Riau menyorot adanya perbedaan dalam penetapan anggaran perjalanan dinas antara Peraturan Menteri Keuangan dan daerah di Riau serta kabupaten dan kotanya.

Ada perbedaan hingga 340 persen untuk biaya perjalanan dinas sesuai PMK dengan peraturan di Riau.

Kordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Triono Hadi mengatakan berdasarkan pencermatan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tahun 2019, di beberapa OPD Provinsi Riau,

Seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, Sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dan beberapa OPD lain, menunjukkan secara konsisten anggaran kunjungan kerja/perjalanan dinas baik dalam dan luar daerah.

Misalnya, untuk perjalanan dinas luar daerah, khususnya untuk uang harian dibedakan antara eselon I, II, III dan IV. masing-masing adalah (eselon I: Rp2.600.000 eselon II: Rp1.350.000,-: eselon III: Rp850.000. eselon IV:Rp700.000, non-eselon: Rp580.000

"Saya belum melihat PMK-nya, namun sesuai pernyataan orang Kemenkeu itu, tentu jauh benar jauh lebih besar," ucap Triono.

Tentunya lanjut Triono Hadi, jika memang terdapat selisih jauh perbadaan antara yang digunakan oleh pemerintah pusat dan Provinsi Riau, maka sudah seharusnya pemerintah menyesuaikan. Termasuk Menteri Keuangan mestinya melakukan evaluasi dan memberikan teguran kepada pemerintah daerah.

"Karena, menurut kami bahwa perjalanan dinas digunakan oleh pejabat di Riau untuk menambah penghasilan baru diluar penghasil berupa gaji. maka sangat wajar jika seluruh kegiatan yang dianggarkan dalam APBD Provinsi Riau selalu ada item anggaran untuk perjalanan dinas khususnya luar daerah," jelas Triono Hadi.

Fitra berharap kepada Gubernur Riau, sebagai bentuk reformasi penganggaran di Riau, salah satu yang harus ditertibkan adalah perjalanan dinas. Gubenur harus menertibkan peraturan yang mengatur jenis-jenis apa saja kegiatan yang boleh mencantumkan item perjalanan dinas luar daerah.

”Agar OPD tidak semaunya menganggarkan perjalanan dinas di setiap kegiatan," sebut Triono Hadi.

Fitra Riau mencatat, hampir seluruh kegiatan yang ada di DPA masing-masing OPD adalah item anggaran untuk perjalanan dinas. ”Kita tahu bahwa perjalanan dinas termasuk yang membebani anggaran APBD serta banyak atau sering terjadi temuan penyelewengan," ujar Triono Hadi.

Selain memberi warning kepada anggota DPRD Riau, sebelumnya KPK juga memperingatkan Gubernur Riau, Syamsuar. Syamsuar diperingatkan agar tidak memboyong pejabat dari Siak untuk ditempatkan di lingkungan Pemprov Riau.

Syamsuar sebelumnya adalah Bupati Siak dua periode, sehingga potensi adanya pejabat dari Siak yang ditarik ke Pemprov Riau sangat terbuka. Terlebih, belakangan kabar mutasi pejabat di lingkungan Pemprov Riau cukup kencang terdengar.

”Ini selalu diingatkan, dalam rotasi, mutasi, dan promosi dan pola rekrutmen pejabat, kita minta untuk lelang terbuka, tidak boleh ada titipan, harus dilakukan dengan cara lelang terbuka. Nanti akan kelihatan kompetensi dan integritas masing-masing pejabat itu," kata Koordinator Wilayah II KPK RI, Abdul Haris di Kantor Gubernur Riau, Rabu (31/7/2019) lalu.

Haris mengungkapkan, budaya memboyong pejabat atau pejabat titipan akan berdampak buruk terhadap kepala daerah. Sebab biasanya pejabat yang duduk karena titipan, akan merasa berutang budi karena sudah di dudukkan di posisi tertentu.

Sehingga bukan tidak mungkin pejabat tersebut memberikan imbalan kepada atasannya. "Semua tidak ada yang gratis, itu pasti nanti akan ada pamrihnya," kata Abdul Haris menegaskan.

Haris menekankan, dalam proses mutasi, rotasi, dan promosi pejabat, harus dilakukan secara terbuka dengan cara lelang jabatan. Sehingga pejabat yang dihasilkan benar-benar pejabat yang memiliki kompetensi dan integritas. ”Kalau yang ditunjuk bukan orang yang tepat dan tidak punya integritas, nanti akan jadi beban. Jadi harus betul-betul orang yang profesional dan kompeten,” ujarnya lagi.

Selain itu, KPK RI juga mengingatkan Gubernur Riau agar tidak melakukan jual beli jabatan saat proses mutasi dan rotasi pejabat di lingkungan Pemprov Riau.

Pesan tersebut disampaikan Abdul Haris menyusul mencuatnya kabar rencana mutasi pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemprov Riau, yang rencananya akan dilakukan akhir Agustus mendatang.

Abdul Haris mengaku sudah menyampaikan sejumlah arahan kepada gubernur Riau terkait pengisian jabatan di lingkungan Pemprov Riau. Di antaranya adalah dengan cara melakukan assesment secara terbuka, atau lelang jabatan untuk mengisi jabatan tertentu.

"Kita sudah ingatkan ke Pak Gubernur agar dalam penempatan pejabat itu, pertama yang harus dilakukan adalah dengan melakukan lelang jabatan. Yang harus dipilih itu pertama orangnya harus punya kompetensi, kemudian profesional," kata Abdul Haris mengulangi.

Dia lalu menambahkan, proses lelang jabatan harus dilakukan tim Panitia Seleksi (Pansel) yang berkompeten. Sehingga orang-orang yang menjadi anggota tim pansel juga harus independen, agar hasil seleksinya bisa dipertanggungjawabkan kredibilitasnya. "Untuk lelangnya harus dibentuk pansel, dan panselnya juga harus independen," tandasnya.

Dengan melalui proses lelang jabatan ini, pihaknya optimistis pejabat yang dipilih menduduki jabatan di OPD merupakan pejabat yang memiliki kinerja bagus dan bertanggung jawab. "Jadi tidak boleh ada unsur like and dislike (suka atau tidak suka), proses penempatan pejabat itu berdasarkan kinerja," sebutnya.

Setelah 20 Agustus
Seperti diketahui, isu mutasi dan rotasi pejabat di lingkungan Pemprov Riau semakin kencang berhembus. Bahkan kabar akan adanya mutasi ini dibenarkan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar, Senin (29/7) lalu.

Syamsuar menegaskan, mutasi pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemprov Riau akan dilakukan Agustus ini. ”Kan sudah tahu tanggalnya. Bulan Agustus, Insya Allah," kata Gubri Syamsuar, Senin (29/7) lalu.

Sebelumnya, Syamsuar sudah memberi bocoran bahwa mutasi akan dilakukan di atas 20 Agustus. Sebab dia baru terhitung enam bulan setelah dilantik 20 Februari 2019 lalu.

Jelang pelaksanaan mutasi, gubernur menegaskan tidak akan ada jual beli jabatan dalam proses penempatan dan penunjukkan pejabat yang nanti akan membantunya menjalankan program kerja di lingkungan Pemprov Riau.

Ia pun mengingatkan semua pihak agar tidak mudah percaya dengan iming-iming sekelompok orang, yang menjanjikan bisa mendudukkan pejabat di posisi tertentu dengan menjual nama Gubernur Riau. "Jangan coba-coba ada jual beli jabatan, atau nanti ada orang lain yang menikmati pula," katanya.

Syamsuar bahkan mengaku sudah berkoordinasi dengan Polda Riau dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk sama-sama melakukan pengawasan guna memastikan tidak ada jual beli jabatan di lingkungan Pemprov Riau, dalam proses mutasi dan rotasi pejabat Pemprov nanti.

”Saya dengan tegas sampaikan ke Polda Riau dan KPK, selama hidup saya memimpin tidak pernah melakukan jual beli jabatan,” ujarnya.

Tidak hanya itu, Syamsuar juga meminta kepada siapa pun untuk tidak percaya begitu saja, jika ada oknum yang mengatasnamakan orang dekat gubernur dan bisa menjanjikan duduk di posisi tertentu.

Karena itu, Syamsuar berharap masyarakat memberi informasi bila ada jual beli jabatan di lingkungan Pemprov Riau. ”Kalau ada yang mengaku keluarga gubernur dan orang dekat gubernur laporkan ke kami," tandasnya.

Gubernur bahkan sudah memerintahkan Inspektorat untuk membuat Surat Edaran Gubernur Riau, berisi imbauan agar para pejabat tidak mudah percaya dengan oknum yang mengatasnamakan orang dekat atau keluarga gubernur yang bisa mengatur posisi jabatan tertentu.

Syamsuar mengungkapkan, pihaknya akan membuka kesempatan bagi ASN di seluruh Riau untuk ikut dalam seleksi terbuka pengisian jabatan kepala OPD ini.

Sebab seleksi ini nantinya akan dibuka se-Provinsi Riau. Sehingga pesertanya tidak hanya dari internal Pemprov Riau saja, namun juga akan diikuti peserta dari kabupaten-kota di Riau.

Untuk pejabat eselon III dan IV, Syamsuar mengaku sudah mengantongi nama-nama pejabatnya. Sehingga hanya tinggal menunggu waktu pelantikan saja. Jika pelantikan dilakukan sebelum 20 Agustus, pemprov harus minta persetujuan Mendagri dulu.

Namun jika dilakukan di atas tanggal 20 Agustus tidak perlu lagi meminta persetujuan Mendagri, karena sudah lebih dari enam bulan dia menjabat sebagai Gubernur Riau. "Eselon III dan IV sudah disusun, tinggal menunggu hari saja (pelantikan). Tapi kita menunggu persetujuan dari Jakarta (Kemenpan)," pungkas Syamsuar. ***

Berita ini telah tayang di tribunnews.com dengan judul "KPK 'Warning' DPRD Riau, Anggota Dewan di Riau Diminta Tak Pakai Uang Dinas Jadi Sumber Penghasilan"

Editor:
Akham Sophian

wwwwww