Home > Berita > Riau

Soal Kebakaran Hutan dan Lahan, Akademisi Riau Minta Penegakan Hukum tanpa Pandang Bulu

Soal Kebakaran Hutan dan Lahan, Akademisi Riau Minta Penegakan Hukum tanpa Pandang Bulu

Kabut asap dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Riau terlihat di kawasan Sungai Siak, Pekanbaru, Riau, Selasa (30/7/2019). (ANTARA)

Selasa, 30 Juli 2019 19:33 WIB
Riady S

PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Akademisi dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, Irawan Harahap meminta penegak hukum agar tanpa pandang bulu dalam menghukum pelaku pembakaran hutan dan lahan di Tanah Air, khususnya Riau.

Dia menyebut, penegakan hukum diperlukan agar tidak lagi terjadi kebakaran hutan di Indonesia.

”Kita mendukung penuh upaya penegakan hukum terhadap perlaku karhutla (kebakaran hutan dan lahan), dengan tidak membeda-bedakan pihak yang diduga menjadi pelaku, termasuk bila yang diduga menjadi pelaku adalah korporasi,” kata Ketua Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, itu dalam keterangan resmi yang diterima potretnews.com, Selasa (30/7/2019).

Dia mengemukakan pandangan tersebut berkaitan dengan hingga 28 Juli 2019 (sebagaimana berita di media massa) sudah hampir 4000 hektar lahan yang terbakar di Provinsi Riau. Akibatnyam kualitas udara di Kabupaten Rokan Hilir, Kota Duri Bengkalis dan Kabupaten Kampar memburuk menjadi tidak sehat.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/31072019/potretnewscom_v7v9k_1637.jpg
Ketua Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, Irawan Harahap. (YURIDIS.ID)

Menurut dosen tetap untuk Mata Kuliah Hukum Lingkungan dan Hukum Kehutanan ini, persoalan karhutla bila ditinjau dari sudut Ilmu Hukum, setidaknya terkait dengan kajian Hukum Lingkungan, Hukum Kehutanan, dan Hukum Perkebunan.

Irawan percaya bahwa undang-undang yang ada sebenarnya telah ”cukup” bila hendak digunakan memberikan efek jera bagi pelaku karhutla.

Misalnya, sebut Irawan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan 3. Undang-undang 39 tahun 2014 Tentang Perkebunan.

Oleh karena itu, dia mendukung upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, TNI, Polri dan pihak terkait lainnya dalam penanganan karhutla.

Terkait antisipasi karhutla, Irawan menyarankan pelibatan masyarakat adat dan atau masyarakat tempatan terkait upaya mitigasi risiko karhutla. Karena, terbukti di daerah-daerah yang terdapat ”Hutan Larangan”, karhutla jarang sekali ditemukan.

Berikut adalah beberapa aturan terkait sanksi hukum karhutla:

1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup

Pasal 69 ayat (1) huruf h:
Setiap orang dilarang:
Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar

Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

Pasal 50 ayat(3) huruf d:
Setiap orang dilarang:
d. Membakar Hutan

Pasal 78 :
- Barang siapa dengan sengaja membakar hutan, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
- Barang siapa karena kelalaiannya membakar hutan, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

3. Undang-undang 39 tahun 2014 Tentang Perkebunan

Pasal 56:
1. Setiap Pelaku Usaha Perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar.
2. Setiap Pelaku Usaha Perkebunan berkewajiban memiliki sistem, sarana, dan prasarana pengendalian kebakaran lahan dan kebun.

Pasal 108
Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). ***

Kategori : Riau, Hukrim, Lingkungan
wwwwww