Home > Berita > Riau

Eks Kadishutbun Siak dan Direktur PT DSI Divonis Bebas, Jaksa Kasasi

Eks Kadishutbun Siak dan Direktur PT DSI Divonis Bebas, Jaksa Kasasi

Direktur PT DSI Suratno saat menjalani sidang di PN Siak. (DOK. POTRETNEWS)

Rabu, 24 Juli 2019 00:00 WIB
Sahril Ramadana
SIAK, POTRETNEWS.com  - Majlis hakim Pengadilan Negeri (PN) Siak memutus bebas Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi dan Eks Kadishutbun Siak Teten Effendi, Selasa (23/7/2019) di PN Siak. Suratno dan Teten awalnya didakwa JPU dengan pasal 263 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang dugaan pemalsuan SK pelepasan kawasan hutan, yang dituntut 2 tahun 6 bulan.

Sidang agenda putusan itu dipimpin hakim Ketua Roza Elafrina dan didampingi hakim anggota Risca Faharwati dan Selo Tantular. Dalam amar putusannya majelis menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adanya dugaan surat palsu atau memalsukan surat sebagaimana didakwakan JPU.

"Majelis sudah berupaya menggali fakta dan alat bukti, tidak ada surat palsu yang digunakan, sehingga tidak ada bukti yang kuat terhadap dakwaan atas Suratno Konadi," kata majelis hakim.

Dalam membacakan amar putusan hakim menilai SK Menhut tentang pelepasan kawasan hutan itu bukanlah fakta otentik yang dipalsukan. Pasalnya tidak terpenuhi unsur memalsukan baik dari segi fisik maupun isinya.

Usai membacakan putusan bebas kepada kedua terdakwa, JPU Endah langsung menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun majlis hakim keberatan memberikan salinan putusan. Pada pembacaan putusan untuk terdakwa Suratno Konadi yang mendapat giliran kedua, JPU kembali mendesak majlis agar segera memberikan salinan putusan. Akhirnya majlis menyatakan akan memberikan salinan putusan setelah sidang.

"Kalau kecewa ya pastilah. Namanya hakim berbeda pandangan dengan JPU," tutur Endah Purwaningsih usai persidangan.

Ia menjelaskan, awalnya majlis memang berkeberatan memberikan salinan putusan pada hari yang sama. Setelah didesak, akhirnya majlis memberikan pada hari yang sama dengan waktu persidangan. "Salinan putusan merupakan hak kami. Akhirnya tadi dikasih cuma jamnya agak lambat, katanya tetap diserahkan hari ini," ucap Endah.

Menurut Endah, pihaknya segera mempelajari sainan putusan itu. Sebab, menurut majlis unsur yang didakwakan tidak terbukti. JPU ingin membuktikan bahwa dakwaan mereka benar di MA nanti. "Itu tidak masalah, kami pelajari lagi salinan putusan itu. Tuntutan kita untuk masing-masing terdakwa kemarin 2 tahun 6 bulan," sebutnya.

PH pelapor Jimmy, Firdaus Ajis, di luar persidangan menanggapi vonis bebas kedua terdakwa ini dengan datar. Pihaknya menghormati putusan majlis karena hal itu dianggap keniscayaan hasil suatu persidangan.

"Inilah hasil persidangan, pasti ada suatu putusan kan? Terlepas dari apakah perkara ini terbukti atau tidak. Namun demikian perlu dijelaskan bahwa ini baru tahapan awal dari Peradilan pidana ya, kita lihat JPU langsung mengajukan upaya kasasi ke MA dan meminta salinan putusan langsung ke majlis," papar Firdaus.

Majelis berjanji akan memberikan salinan putusan itu selesai sidang semuanya. Padahal awalnya hanya akan memberikan petikan putusan tanpa salinan, tetapi  sesudah didesak oleh JPU, baru majlis berjanji. "Itupun tidak menjamin pukul berapa diberikan. Sebagai kuasa pelapor tentunya kami ingin mengkritisi beberapa hal pertimbangan majlis," kata dia.

Menurut dia, hakim belum benar- benar mempertimbangkan apa yang dimaksud dengan surat palsu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan yurisprudensi, baik di Indonesia maupun di Belanda sendiri. Dalam perkara ini hakim hanya merujuk kepada apa yang disebut dengan surat palsu secara fisik.

"Padahal sebagaimana anda tahu ada pemalsuan secara intelektual yang telah dianut oleh pasal-pasal pemalsuan surat," ucap dia.

Ia melanjutkan, majlis hanya mengaitkan apakah SK pelepasan tersebut masih berlaku hanya dengan merujuk kepada SK tersebut tidak pernah dicabut. Dengan alasan SK tersebut harus dicabut lebih dahulu, meski di dalam SK tersebut telah disebut batal dengan sendirinya, bila tidak dipenuhi syarat-syarat mengurus HGU dan menguasai lahan. Karena itu ia menganggap majelis terlalu dangkal dalam menelaah terkait surat palsu.

"Kita lihat permohonan PT DSI telah ditolak 2 kali oleh Bupati Siak, dengan alasan tidak sesuai peruntukkannya lagi dan tidak ada HGU," tuturnya.

Majelis tidak mempertimbangkan hal itu. Malah yang dipertimbangkan dari saksi Arwin AS hanya karena ada perintah minta klarifikasi. Di muka persidangan juga tidak disebutkan yang mana surat klarifikasi itu. Sebab, hanya pengakuan dari terdakwa sendiri yang menyebut ada klarifikasi belum dicabut.

"Dengan surat yang tidak bertanggal dan tidak bernomor, ini aneh kan? Hanya denga dasar ini saja sudah dipercaya dan hakim yakin. Setahu kami klarifikasi hanya tahun 2010 oleh direktur planologi yang menyatakan belum dicabut, artinya sesudah surat dibuat dan digunakan?," katanya setengah bertanya.

Menurut dia, mengenai berlaku atau tidaknya SK harusnya suasana batin pada saat proses permohonan tahun 2006 dan 2009. Bukan penafsiran yang terjadi kemudian hari.

Pada fakta persidangan jelas disebut ada pembentukan tim penyelesaian lahan. Kemudian dari ketenangan saksi disebut saksi melaporkan ada lahan orang lain di atas lahan tersebut, sehingga kalau diterbitkan izin tentu tidak di atas lahan yang sudah ditempati oleh orang lain.

"Kenyataan fakta persidangan lahan 8000 hektar itu ada di lahan klien kami sehingga ada yang tidak benar dimasukkan ke dalam SK tersebut kan? Saksi lain disebutkan bahwa sampai saat ini SHM Jimmy belum dicabut, artinya sejak semula fakta persidangan," ujarnya.

Menurut dia, keterangan saksi bertentangan dengan fakta persidangan. Pada 2005 ada ganti rugi pembebasan jalan Siak -Dayun kepada masyarakat terhadap badan jalan seluas 54 Ha dari Siak- Dayun.

"Kalau misal Bupati Siak Arwin AS kala itu yakin SK tersebut masih berlaku pada 2005, mengapa tahun 2006 ada kontradiktif dalam ganti rugi dianggap tidak berlaku dan terhadap izin, karena terlanjur keluar SK disebut seolah-olah SK tersebut masih berlaku dan belum dicabut," paparnya.

Bahkan, saksi pernah mempertanyakan hal itu ke kementerian. Terdakwa menjawab SK itu masih berlaku.

"Lalu dengan ringan disebut masih berlaku. Tim tidak tunggu semuanya tanda tangan, lalu laporan dianggap seolah-olah hasil tim kan? anda bayangkan saja akibatnya nanti bila masih berlaku SK tersebut maka jalan dari Siak -Dayun ada kemungkinan tidak adalagi, bahwa pemberian ganti rugi Pemda Siak telah salah dalam hal pembayaran ganti rugi kan?" ujar dia.

Kendati demikian, Firdaus mengaku tetap menghormati putusan hakim PN Siak. Namun ia tetap menunggu hasil kasasi JPU ke MA. ***

Kategori : Riau, Siak, Umum, Peristiwa
wwwwww