Home > Berita > Riau

Saksi Ahli Sebut Kasus yang Menjerat Direktur PT DSI dan Mantan Kadishutbun Siak Pemalsuan Intelektual

Kamis, 16 Mei 2019 19:41 WIB
Sahril Ramadana
saksi-ahli-sebut-kasus-yang-menjerat-direktur-pt-dsi-dan-mantan-kadishutbun-siak-pemalsuanFoto Dr. Mahmud Mulyadi saat persidangan. (POTRETNEWS.com/SAHRIL RAMADANA)
SIAK, POTRETNEWS.com  - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi ahli dalam lanjutan sidang dugaan pemalsuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan oleh terdakwa Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI), Suratno Konadi dan mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, Teten Effendi, Kamis (16/5/2019). Kedua saksi ahli yang dihadirkan di Pengadilan Negeri Siak itu yakni Dr. Mirza Nasution dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dan Dr. Mahmud Mulyadi dari Universitas Sumatera Utara (USU).

Dr Mirza Nasution memberikan kesaksian sebagai saksi ahli hukum administrasi negara. Sementara Dr. Mahmud Mulyadi saksi ahli hukum pidana. Mirza menjelaskan validitas suatu surat keputusan berdasarkan tiga hal yakni secara teknik, kejujuran, dan substansi.

"Kalau ada persyaratan harus dipenuhi dulu, ketika tak dipenuhi dan waktu sudah lewat maka dengan sendirinya batal surat itu," kata Mirza.

Maka itu, lanjut Mirza, pembuat kebijakan di suatu daerah maupun bawahannya harus bertindak sesuai dengan konsitusi. Artinya, pejabat negara harus menjalankan semua pelaksanaan administrasi negara sesuai dengan koridornya.

"Keputusan pemimpin daerah hal yang kongkrit. Ajasnya seperti ini, jika SK yang sudah tidak berlaku lagi, tapi dibuat surat putusan lain oleh petugas dibawah pemimpin daerah, itu tidak sah," kata dia mengacu pada SK Menhut yang diperkarakan.

SK Menhut nomor 17/Kpts.II/1998 tersebut tentang Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) yang dijadikan acuan oleh Pemkab Siak memberikan izin pada tahun 2006. Akan tetapi masalahnya SK harusnya tidak berlaku jika syarat tidak dipenuhi namun PT DSI dan Dishutbun saat itu tetap menganggap itu berlaku.

"Apalagi kalau sudah diputuskan oleh peradilan tata usaha negara, jadi tidak boleh buat keputusan yang baru setelah itu," ungkap Mirza.

Kemudian saksi ahli lainnya, Dr. Mahmud Mulyadi terkait hukum pidana mengatakan syarat suatu hal itu dalam keadaan palsu karena tidak memenuhi syarat. Hal ini sehingga menyebabkan potensi kerugian materil dan formil karena penggunaannya palsu.

"Yang tidak berlaku tapi digunakan di situ ada unsur pemalsuan, namanya pemalsuan intelektual. Jadi semuanya, surat turunannya menjadi palsu, saya patut menduga itu pemalsuan," ujarnya.

Sidang tersebut dibuka hakim ketua Roza El Afrina didampingi dua hakim anggota Risca Fajarwati dan Selo Tantular. Sementara tim JPU Herlina Samosir dan Penasehat Hukum terdakwa, Yusril.

Dalam persidangan hakim sempat menegur penonton sidang yang juga Pemilik PT DSI, Merry yang juga orangtua terdakwa Suratno. Pasalnya yang bersangkutan dianggap merekam jalannya sidang oleh hakim ketua. Padahal dari awal sebelum dimulainya sidang, hakim ketua menginstruksikan kepada penonton sidang, yang dapat merekam dan memfoto jalannya persidangan hanya awak media. ***

Kategori : Riau, Siak, Umum, Peristiwa
wwwwww