Andik Baso Terpaksa Tidur di Kolong Rumahnya yang Dikepung Api Karhutla di Kepulauan Meranti untuk Berjaga-jaga agar Tempat Tinggalnya Tak Terbakar

Andik Baso Terpaksa Tidur di Kolong Rumahnya yang Dikepung Api Karhutla di Kepulauan Meranti untuk Berjaga-jaga agar Tempat Tinggalnya Tak Terbakar

Andik Baso (50) sedang membuat sekat-sekat di sekeliling rumahnya yang dikepung api kebakaran hutan dan lahan di Dusun Mereng, Desa Tebun, Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Jumat (8/3/2019)/KOMPAS.COM.

Jum'at, 08 Maret 2019 14:39 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Rumah Andik Baso (50) dikepung api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Dusun Mereng, Desa Tebun, Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Pria paruh baya ini terpaksa tidur di kolong rumahnya untuk berjaga-jaga agar api tidak membakar tempat tinggalnya itu.

"Sudah beberapa malam tidur di kolong rumah agar tak terbakar juga. Api sudah dekat dari rumah. Kalau tak dijaga nanti takut terbakar," ungkap Andik Baso, Jumat (8/3/2019).

Andik Baso duduk di kolong rumahnya tanpa mengenakan baju, dan hanya memakai celana pendek. Tanah gambut di sekeliling rumahnya terbakar.

Keringat tampak mengucur deras di tubuhnya yang sudah mulai mengeriput itu. Bagaimana tidak, titik api dari rumahnya hanya berjarak sekitar lima meter. Belum lagi terik matahari yang sangat panas di wilayah pulau tersebut.

Andik mengambil bajunya dan sesekali mengipas tubuhnya yang sedang kepanasan. Ia terlihat bolak-balik dari kolong rumah panggung untuk melihat pergerakan api di dalam tanah gambut. "Panas api sangat terasa sampai ke rumah. Belum lagi panas matahari," ujar Andik.

Bangunan rumah Andik terbuat dari kayu beratap seng, yang berukuran sekitar 9x4 meter. Di depan rumahnya ditanami kebun sayur, sedangkan di belakang rumahnya kebun sagu yang sudah hangus terbakar api akibat dampak karhutla.

Untuk menjaga rumahnya dari api, Andik terpaksa tidur di kolong rumahnya yang beralaskan kayu dan sebuah bantal kecil lusuh. Sebab, api yang ada di dalam gambut terus menjalar pelan ke arah rumahnya. Dia mengaku tidak bisa tidur nyenyak. Karena ia harus melihat pergerakan api. Di sekitar rumahnya dipenuhi kabut asap.

”Mana bisa tidur nyenyak. Tidur saja kadang sudah jam 4 subuh. Kan bara api di dalam gambut masih ada," akui Andik.

Dia sendirian di rumahnya, yang berada di tepi jalan setapak. Sementara istri dan anak-anaknya sedang berada di Batam. ”Kami kemarin ke Batam. Pas di sana saya dapat telepon dari saudara bahwa kebun sagu terbakar," kata Andik.

Dia kembali ke Kepulauan Meranti menggunakan kapal. Setelah sampai di rumah, ia melihat kebun sagunya sedang terbakar hebat. Andik mengaku saat itu tak berdaya menghadapi si jago merah. Karena dia tidak punya alat untuk pemadaman api. Apalagi, air sangat sulit.

Hanya satu yang bisa dilakukan dia, yakni mengambil cangkul untuk membuat sekat-sekat di sekeliling rumahnya. "Saya cangkul tanah di sekeliling rumah biar api gak sampai ke rumah. Tapi harus dijaga juga, karena tanah gambut mudah terbakar," kata Andik.

Kemudian, sebut dia, datang petugas dari PT Sumatera Riang Lestari (RSL) untuk membantu memadamkan api. "Perusahaan yang pertama bantu. Terus ada dari polisi, TNI, Satpol PP BPBD juga. Sekarang api sudah padam, tapi belum semuanya. Masih ada yang di dalam gambut. Asap banyak bikin sesak," akui Andik.

20 Hektar Kebun Sagu Terbakar
Andik Baso mengatakan, seluruh kebun sagu miliknya habis terbakar, baik yang masih kecil maupun batang yang sudah besar hendak dipanen.

”Sekira 20 hektar habis terbakar semuanya. Kerugian sangat banyak, ada sekitar ratusan hektar," akuinya. Barang sagu yang sudah terbakar, dikatakan Andik, tidak bisa lagi dimanfaatkan lagi. Rata-rata sagunya sudah siap panen.

"Rata-rata empat tual atau empat meter. Kalau dah terbakar tak laku lagi dijual. Tak mau Cina beli," sebut Andik.

Dia mengaku bukan sekali ini saja kebun sagunya terbakar. Akan tetapi, untuk yang kedua kalinya. "Tahun 2015 juga terbakar. Rumah saya waktu itu juga terbakar. Tapi saya kelola lagi sendiri. Tak ada bantuan dari pemerintah," akui Andik.

Menurut dia, wilayah Desa Tebun sudah menjadi langganan karhutla. Bahkan hampir setiap tahun ada kebakaran. "Hampir tiap tahun kebakaran di sini. Kan gambut di sini mudah terbakar. Rata-rata kebun sagu kami di sini terbakar," tutur Andik.

Dia mengaku akan mengolah kembali kebun sagu. Karena dari sagu inilah satu-satunya yang menjadi sumber pendapatannya. "Rencana tanam lagi. Kalau sagu ini kan bisa sekali tanam kayak pisang. Tebang satu batang, masih banyak anak-anaknya. Tapi kan kalau sudah terbakar seperti ini mati semua," kata Andik.

Namun, dia berharap perhatian pemerintah untuk membantu pengelolaan sagu tersebut. "Ya harapan kita, kalau bisa dibantu beli racun rumput saja sudah syukur," ucap Andik.

Solusi
Sementara itu, Pj Kepala Desa Tebun Syahroni sebelumnya mengaku akan mencarikan solusi untuk membantu warga untuk mengolah kebun sagu kembali. "Tentu kita carikan solusinya. Karena penghasilan masyarakat di sini dari sagu, kelapa dan karet," kata Syahroni saat diwawancarai, Rabu (6/3/2019) lalu.

Dia menyebutkan, beberapa waktu lalu pihaknya ada mengajukan permohonan bantuan bibit sagu ke Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 18.000 batang bibit.

”Kalau ini disetujui oleh Dinas Perkebunan, ini akan bisa membantu para petani," tuturnya. Sementara itu, menurut dia, kebun masyarakat yang terbakar akibat dampak karhutla, luasnya mencapai ratusan hektar.

”Sekira 100 hektar ada. Itu kebun sagu, karet dan juga kelapa," kata Syahroni. Untuk diketahui, kebakaran hutan dan lahan di kabupaten Kepulauan Meranti terjadi sejak sepekan yang lalu. Lokasi kebakaran terdapat di Kecamatan Rangsang dan Kecamatan Tebing Tinggi Timur. Hingga saat ini, petugas gabungan dari BPBD, TNI, kepolisian, BPBD, Manggala Agni dan masyarakat, masih melakukan pemadaman dan pendinginan. ***

Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Cerita Andik Baso Tidur di Kolong Rumahnya yang Dikepung Api Karhutla"

Editor:
Akham Sophian

wwwwww