Home > Berita > Siak

Dituding Lakukan Demo karena Tak Dapat ”Jatah” Proyek di PT Indah Kiat Perawang, Ini Kata Panglima Besar Laskar Melayu Rembuk

Dituding Lakukan Demo karena Tak Dapat ”Jatah” Proyek di PT Indah Kiat Perawang, Ini Kata Panglima Besar Laskar Melayu Rembuk

Ismail Amir saat berorasi. (foto: potretnews.com/sahril)

Rabu, 26 April 2017 18:21 WIB
Sahril Ramadana
SIAK, POTRETNEWS.com - Laskar Melayu Rembuk (LMR) melakukan aksi di depan gerbang PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Rabu (26/4/2017). Aksi itu dilakukan untuk menuntut perusahan atas dugaan pencemaran limbah yang bertebaran di udara, larut ke air Sungai Siak hingga bertebar ke kawasan hutan.

Perwakilan mahasiwa asal Kecamatan Kotogasib, Zakir menuding IKPP sebagai penyumbang pencemaran Sungai Siak. "Makcik saya selama ini bekerja sebagai tukang menangkap ikan. Ketika saya tanyakan kenapa tidak menangkap ikan lagi, jawabannya air busuk," tegas Zakir.

Untuk itu, dia meminta agar pihak perusahaan dapat melihat kehidupan masyarakat di wilayah pesisir Sungai Siak, seperti halnya di Kecamatan Kotogasib, dan Mempura. "Bagaimana kabar mereka yang hidup di pesisir itu. Perhatikanlah....," pinta Zakir, saat sedang berorasi.

Suasana demo makin semarak, saat Ketua Komisi IV DPRD Siak Ismail Amir yang juga sebagai Panglima Besar LMR Provinsi Riau mengambil alih mikrofon sebagai orator aksi. Ketua Ormas Masyarakat Peduli Kabupaten Siak Wan Hamzah, Bupati Lira Kabupaten Siak Dedi Irama juga ambil bagian sebagai orator.

Ismail Amir dalam orasinya menyebutkan ”big bos” IKPP melakukan ”safari” ke ormas dan LSM untuk meredam gerakan aksi. Menurut dia, safari itu dilakukan untuk mencegah agar LSM dan Ormas lain tidak ikut bergabung dengan LMR dalam melakukan aksi menuntut IKPP.

Dia juga menanggapi terkait isu yang berhembus di lapangan mengenai aksi dan pengerahan masa yang dilakukan pihak LMR karena tidak mendapatkan ”jatah” dari perusahaan pubrik bubur kertas itu.

"Aksi yang kita lakukan ini untuk menyampaikan aspirasi, menyampaikan pendapat, serta menyampaikan hal-hal yang dirasakan oleh masyarakat. Kami tidak seperti yang dikabarkan di warung-warung kopi, kami tidak bisa disogok dengan besi tua," tegas pria yang akrab disapa Panglimo tersebut, sambil membantah isu yang berkembang di masyarakat.

Sebagaimana aksi sebelumnya, Ismail Amir juga menegaskan, LMR dan masyarakat menuntut pihak perusahaan atas pencemaran lingkungan, baik itu pencemaran udara dari cerobong asap pembakaran berbagai mesin pengolahan di kaawan IKPP Perawang, pembuangan limbah ke Sungai Siak yang merusak habitat di Sungai Siak, pembuangan limbah di hutan produksi, serta meneriakkan PT IKPP yang memiliki hutang pajak kepada Pemkab Siak atas kewajiban membayar PPJ sebanyak Rp. 28 milyar.

"Masyarakat Perawang menikmati bau limbah perusahan, sementara kompensasinya tidak ada. Bahkan selama ini tidak pernah ada pembagian susu geratis untuk kesehatan masyarakat," tegas Panglimo.

Mengenai aksi demo itu, terpisah Humas PT IKPP Armadi membantah tudingan Ismail Amir yang menyebutkan pimpinannya melakukan ”safari” ke LSM dan Ormas.

"Kita tidak ada safari, kalau ada pertemuan di IKPP itu benar, dan itu sebelum ada demo. Karena ada organisasi yang mengirim surat, isinya minta audiensi, jadi kita sambut," terang Armadi.

Sedangkan menanggapi statmen Zakir, Armadi menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengolahan limbah sesuai dengan prosedur, bahkan ada lembaga independen yang mengawasi limbah di pabrik bubur kertas itu.

"Berkaitan dengan sungai, kita selalu serius dalam pengolahan di enviroment perusahaan, dan memastikan masih di bawah ambang batas baku mutu yang ditetapkan," kata Armadi.

Sementara terkait tungakan PPJ non-PLN PT IKPP terhadap Pemda Siak, Armadi mengaku pihaknya telah membayarkan pajak PPJ sesuai perhitungan mereka. Menurut Armadi, terdapat perbedaan hitungan antara pihak perusahaannya dengan pemerintah. IKPP membayar PPJ non-PLN berdasarkan beban listrik yang terpakai, sementara pemerintah menghitung pajak dengan menghitung kapasitas pembangkit yang dioperasikan di perusahaan dan daya yang dipakai.

Dijelaskannya, dari hitungan perusahaan, setiap bulan PT IKPP memiliki kewajiban bayar PPJ berkisar Rp250 juta sampai Rp 300 juta, sementara dari hitungan pemerintah sampai di atas Rp1 miliar.

"Berkaitan PPJ ada perbedaan hitungan antara kita dengan Pemkab, pada prinsipnya kita tetap bayar, dari perbedaan hitungan ini kita telah minta arahan juga dari kementerian. Mudah-mudahan ada jalan terbaik dan tidak memberatkan perusahaan serta tidak merugikan pemerintah," terang Armadi. ***

wwwwww