Heroisme Tionghoa di Balik Kedai Kopi Legendaris di Pekanbaru, Kim Teng...

Heroisme Tionghoa di Balik Kedai Kopi Legendaris di Pekanbaru, Kim Teng...

Kim Teng, bersama rekannnya sesama pejuang kemerdekaan.

Senin, 27 Februari 2017 08:50 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Once upon a time, penulis sempat berperjalanan ke Pekanbaru, Provinsi Riau dan ditemani seorang kawan penggiat sejarah, Djaka Anugerah Hidayat, penulis dikenalkan dengan sebuah kedai kopi paling legendaris di ”Kota Madani” tersebut. Namanya Kedai Kopi Kim Teng yang ada di Jalan Senapelan, Kota Pekanbaru. Tempatnya seru, kopinya nikmat dan sajian roti srikayanya sangat khas karena home made alias bikinan sendiri.

Tapi bukan soal kulinernya yang akan kita kupas di sini, karena ada kisah heroisme di balik kedai kopi ini. Kisah tentang Kim Teng atau seorang Tionghoa yang punya nama lengkap Tan Kim Teng.

Ya, kalau Anda menebak dia pendiri kedai kopi ini, Anda benar. Tapi dia bukan sembarang orang Tionghoa. Dia sedikitnya turut punya ”saham” dalam berdirinya republik ini berkat sepak terjangnya di masa revolusi kemerdekaan 1945-1949.

Penasaran dengan detail kisahnya, penulis sempat menguliknya dari kawan yang juga penggiat sejarah di atas, pasca-kunjungan kami ke Kedai Kopi Kim Teng beberapa tahun lalu itu.

”Jadi Tan Kim Teng ini sebenarnya warga Singapura, dia lahir di sana tapi bersimpati dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia,” sebut Djaka Anugerah Hidayat dilansir potretnews.com dari okezone.com.

”Dulu keluarganya imigran dari China ke Singapura, terus ke Bengkalis, Siak Kecil, Sungai Pakning, baru ke Pekanbaru,” imbuhnya yang juga mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang tersebut.

Kalau merujuk detail dari sumber lain, disebutkan Kim Teng merupakan anak ketiga dari lima bersaudara yang lahir pada Maret 1921 di tepian Kota Singapura. Dia lahir dari ayah yang seorang juru masak Tang Lung Chiu dan ibunya Tan Mei Lang.

Bersama keluarganya, Kim Teng sudah berpindah tempat tinggal dari Singapura ke Bengkalis di usia empat tahun dan baru memijaki Pekanbaru pada 1935 seorang diri dan baru disusul keluarganya pada 1939.

Selama di Pekanbaru selain menemukan pendamping hidup yang dinikahinya, Tjang Fei Poan, Kim Teng berkarier di pelabuhan sampai punya usaha kapal dagang dengan rute Pekanbaru-Singapura.

”Dulu sempat jadi pedagang. Kemudian di pelabuhan dia punya usaha kapal dagang Pekanbaru-Singapura. Di zaman revolusi kemerdekaan, dia ikut gabung ke (Tentara Keamanan Rakyat/TKR) Resimen IV Riau, bertugas di bagian logistik, menyelundupkan senjata dari Singapura,” sambung Djaka.

Ya, simpati Kim Teng terhadap perjuangan Indonesia sedianya sudah muncul sejak zaman Jepang. Dia begitu jijik dengan penyiksaan penjajah terhadap kaum pribumi yang terjadi di Pekanbaru.

Layaknya John Lie, perwira Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) yang juga seorang Tionghoa, Kim Teng berperan jadi penyelundup berbagai keperluan perjuangan dengan kapalnya sendiri dari Singapura.

“Dia bisa ikut berjuang karena semangat dua sahabatnya, Tan Teng Hun sama Hasan Basri. Kurang lebih sama kayak John Lie. Bedanya kalau John Lie memang bertugas di AL, dia (Kim Teng) ini di bagian logistik, menyamar jadi pedagang biasa,” tambahnya.

Kim Teng di bawah komando TKR Resimen IV/Riau pimpinan Lettu RA Priodipuro, ditugasi sebagai kurir penyelundupan berbagai hal yang diperlukan dalam perjuangan di Riau yang kala itu, masih jadi bagian Sumatera Tengah.

”Dulu dia sempat enggak dipercaya orang lokal, karena dia bukan orang Indonesia asli. Tapi setelah banyak yang melihat kegigihannya saat ikut bongkar muat sendiri perlengkapan buat pejuang, dia mulai dipercaya,” ungkap Djaka lagi.

”Dia dijadikan kurir untuk menyelundupkan barang-barang dari Singapura. Tidak hanya senjata, tapi juga bahan peledak, obat-obatan sampai seragam buat pejuang. Selama itu, dia enggak pernah ketahuan,” paparnya.

Ya, Kim Teng kerap lolos dari blokade laut Belanda lantaran disebutkan dia punya kenalan di kantor perwakilan Belanda di Singapura. Patroli Belanda di Selat Malaka sering dengan mudah ditembusnya berkat “bekal” surat jalan dari kenalannya itu.

”Karena orang-orang di Singapura juga tahunya dia pedagang. Kalau mau menembus blokade Belanda, dia bisa dengan rapi ngumpetin persenjataan dan obat-obatan dari Singapura di bawah barang-barang dagangan lain,” tandas Djaka.

Seiring dengan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 1949, maka selesai pula pengabdian Kim Teng sebagai kurir senjata. Pascamerdeka, dia mendirikan kedai kopi yang sering dijadikan tempat ”reuni” para eks pejuang Resimen IV/Riau.

Awalnya, dia bikin kedai kopi di Pelabuhan Lama dengan nama ”Kedai Kopi Yu Hun”. Berubah lagi jadi ”Kedai Kopi Nirmala”, ”Kedai Kopi Segar” dan baru pada 2002 jadi ”Kedai Kopi Kim Teng” seperti sekarang. ***

Editor:
Fanny R Sanusi

wwwwww