Home > Berita > Riau

Apa Istimewanya Guci Milik Nek Amna Ini hingga Warga Riau pun Ada yang Rela Jauh-jauh Datang ke Pelosok Sumsel?

Apa Istimewanya Guci Milik Nek Amna Ini hingga Warga Riau pun Ada yang Rela Jauh-jauh Datang ke Pelosok Sumsel?

Guci keramat.

Minggu, 26 Februari 2017 06:23 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - "Banyak orang sudah datang kemari, dari mana-mana, tidak tahu siapa yang memberitahu, tiba tiba datang saja," ungkap Nek Amna, sembari menaiki anak tangga rumahnya. Sejumlah orang sengaja mendatangi kediaman Nek Amna untuk memeluk guci tua peninggalan abad 14-16 Masehi. Mereka percaya apabila mampu memeluk guci itu maka semua keinginan bisa tercapai.

Seperti diberitakan Tribun Sumsel yang dilansir potretnews.com via bangkapos.com, beberapa di antara yang datang untuk menang pada pemilihan kepala desa, lulus tes masuk pegawai negeri, diterima jadi anggota polisi, dan masih banyak niatan lainnya. Bukan hanya orang Sumsel, ada yang berasal dari Jambi, Riau, Lampung, Jawa, dan luar negeri.

Hujan semalaman hingga pagi di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir menemani perjalanan tim media mendatangi tempat penyimpanan guci. Desa ini berada di tepi sungai Medak, masih satu aliran dengan Sungai Lalan. Perjalanan dari Bayung Lencir menggunakan speedboat membutuhkan waktu 30 menit.

Ada sekelompok rumah di sini. Beberapa berbentuk modern, menggunakan lantai keramaik dan dinding bata. Tetapi masih ada juga beberapa rumah panggung dengan arsitektur khas, sepertinya Melayu, dengan atap berbentuk limas.

Rumah tempat penyimpanan guci ini berupa bangunan panggung. Rumah bewarna manggis ini masih kokoh dan tampak terawat. Langkah Nek Amna semakin cepat berjalan menuju sebuah ruangan. Seperti kamar, tetapi tidak ada tempat tidur di ruangan berukuran 3 x 4 meter ini.

Tiba di ruangan itu, Nek Amna berdiri di sudut. Kemudian memberi hormat sejenak ke arah sebuah benda yang diletakkan di atas meja dan terbalut kain warna merah dan putih.

"Ini gucinya, yang menemukan ibu saya," ucapnya sembari menggendong benda itu dan meletakkannya di lantai kayu tepat di tengah ruangan. Ia perlahan membuka balutan kain yang menutupi benda seukuran galon itu. Benda berwarna cokelat tua terlihat.

Sesaat kemudian tangannya berulangkali mengusap bagian mulut guci. Seorang perwakilan dari rombongan dipersilakan duduk bersila dekat guci. Nek Amna menjelaskan beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk berinteraksi dengan “penghuni” guci itu.

Saat berinteraksi itu lah dipersilakan untuk mengajukan sebuah permintaan supaya bisa dikabulkan. "Di dalam ada Datuk Cheng namanya, nanti duduk bersila, kemudian dirangkul, mudah mudahan kedua jari tangan bisa sampai bertemu," jelasnya

Nen Amna dan pria yang ingin permintaannya dikabulkan itu duduk berhadapan, keduanya hanya terhalang guci. Tidak menunggu lama, Nek Amna melafaskan beberapa bacaan yang terdengar samar samar.

Sambil mulutnya terus berucap, tangannya menuangkan minyak khusus di telapak tangan. Minyak itu kemudian diusap ke badan dan mulut guci. "Coba baca Alfatihah, setelah itu nanti coba dipeluk guci ini," ucap Nek Amna sembari meneteskan minyak ke dalam guci.

Setelah meletakkan botol minyak, Nek Amna yang memakai jilbab biru dan kain pagi itu segera memegang kedua tangan pria yang minta keinginan terkabul itu.
Ia berusaha membantu mempertemukan kedua ujung jarinya. Dalam posisi memeluk guci, pria itu diminta untuk menyampaikan permohonan dalam hati.

Setelah itu, pria itu mengambil uang dan memasukkannya ke guci. Menurut Nek Amna, tangan orang pada beberapa kali interaksi tidak seluruhnya dapat bertemu (memeluk guci).

Sekalipun orang itu jangkung dan memiliki tangan panjang. "Tidak seluruhnya bisa memeluk dengan jari kedua tangan sampai bertemu, kalau niat kita baik Insya Allah dikabulkan," pungkasnya.

Asal Usul Guci
Menurut Indo Gunawan, adik Nek Amna, guci itu ditemukan di kebun rotan oleh bapaknya, Alex sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

“Setelah menemukan guci itu, kemudian bapak (Alex) mendapatkan mimpi. Ada sesorang yang mengatakan apabila bisa mengabulkan keinginan,” ungkap Gunawan, anak kelima dari tujuh bersaudara ini.

Orang-orang mulai ramai datang ke rumah ini sejak tahun 1966. Sampai saat ini tidak terhitung lagi berapa banyak orang yang datang. Beberapa diantara orang yang datang itu mengaku keinginannya tercapai setelah mendatangi guci ini.

Terkabulnya keinginan itu diketahui setelah orang itu datang kembali ke rumah panggung ini. Mereka datang kembali sebagai wujud syukur dan mengucapkan terima kasih. Biasanya beberapa dari mereka memberikan sumbangan uang atau makanan.

Wujud terima kasih dengan memberikan sesuatu ke rumah ini. ada yang memberi uang. itu dihadirkan untuk biaya doa dan yasinan,” ujarnya. Selain guci, bapaknya waktu itu juga menemukan satu batu yang juga dianggap keramat.

Berbeda dengan guci yang ditempatkan khusus, batu itu diletakkan di bawah rumah.
Pada bulan April 2008 tim Balai Arkeologi Palembang melaksanakan penggalian arkeologis di Situs Sentang yang terletak di Dusun Sentang, Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.

Situs Sentang tampak seperti “lidah tanah” yang dikelilingi rawa lebak dari limpasan banjir Sungai Medak, Sungai Sentang dan Sungai Putot. Sungai-sungai itu merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Lalan.

Rawa-rawa yang terdapat di DAS Lalan terdiri dari dua jenis rawa yaitu rawa pasang surut (tidal swamp) di daerah hilir mendekati pantai dan rawa lebak (backswamp) di bagian hulu Sungai Lalan. Situs Sentang berada pada jarak lurus sekitar 85 km dari garis pantai terdekat.

Penggalian arkeologis (ekskavasi) dilakukan di belakang rumah-rumah penduduk. Pada kedalaman sekitar 100 cm dari permukaan tanah ditemukan pecahan tepian periuk retak. Setelah ditelusuri dijumpai tempayan-tempayan yang berasosiasi dengan beberapa periuk kecil. Sebilah mata tombak dari besi penuh karat ditemukan tertancap ke tanah di samping tempayan.

Penggalian kotak berukuran 2 X 2 meter itu menemukan dua tempayan ganda (double jar burial) dan satu tempayan tunggal pada lapisan pasir geluhan kedalaman mulai 150 cm sampai 250 cm dari permukaan tanah.

Maksud tempayan ganda adalah tempayan yang mulutnya ditutup oleh tempayan pula di atasnya. Dalam tempayan yang dipenuhi tanah ditemukan sisa-sisa tulang manusia dan manik-manik dari kaca. ***

Editor:
Fanny R Sanusi

Kategori : Riau, Umum
wwwwww