Home > Berita > Riau

Harga CPO di Kaltim Kian Kinclong, Salip Riau

Harga CPO di Kaltim Kian Kinclong, Salip Riau

Imbas dari kenaikan harga CPO ini, aktivitas lain yang terkait dengan bisnis sawit menggeliat. Mulai usaha angkutan dan pupuk.

Minggu, 12 Februari 2017 12:27 WIB
BALIKPAPAN, POTRETNEWS.com - Menanjaknya performa harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam tiga bulan terakhir membuat berbagai kalangan semringah. Bukan hanya pengusaha, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersiap memetik hasil kenaikan harga CPO. Khususnya kontribusi dalam pembayaran pajak penghasilan (PPh) badan. Diketahui, berdasar data Dinas Perkebunan (Disbun) Kalimantan Timur (Kaltim), harga CPO di Benua Etam (julukan Kaltim, red) dalam tiga bulan terakhir kian kinclong. Pada Desember 2016, masih di level Rp 7.777 per kilogram kemudian naik menjadi Rp 8.257 per kilogram pada Januari 2017. Pada Februari ini, ditetapkan naik menjadi Rp 8.689 per kilogram.

Kepala Kanwil DJP Kaltim-Kaltara (Kaltimra) Samon Jaya dilansir potretnews.com dari prokal.co menuturkan, dalam hitungan sederhana, kenaikan CPO membuat omzet pengusaha naik. Sementara biayanya tetap. Jadi, keuntungan juga ikut meningkat. “Dengan peningkatan ini, maka dinamisasi pembayaran PPh 25 ditingkatkan,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, imbas dari kenaikan harga CPO ini, aktivitas lain yang terkait dengan bisnis sawit menggeliat. Mulai usaha angkutan dan pupuk. Menurut Samon, seharusnya kontribusi kenaikan CPO mulai terasa Januari lalu terhadap pajak. “Tapi bisa didinamisasi, meskipun laporan hasilnya April ini,” katanya.

Dia menyampaikan, membaiknya harga CPO memang sangat ditunggu pemerintah. Terlebih, performa CPO Kaltim sedang baik-baiknya dibanding Riau. Pasalnya, baru tumbuh dalam 10 tahun terakhir. Jadi, hasilnya lebih bagus.

“Di Riau sekarang ini lagi replanting atau peremajaan. Kaltim dan Kaltara sedang puncak-puncaknya ini,” ungkapnya. Meski demikian, ucap dia, DJP juga waspada imbas dari naiknya harga CPO. “Yang perlu diwaspadai permainan laporan keuangan,” sebutnya. Musababnya, perusahaan satu bisa saja berdalih meminjam uang dari perusahaan lain. Jadi, keuntungan yang didapat untuk membayar pinjaman. Sehingga mengaku rugi.

“Karena membiayai bunga pinjaman tadi. Ini yang kami waspadai,” katanya. Selain itu, DJP juga akan mengawasi aktivitas ekspor CPO Kaltim-Kaltara ke Surabaya. Pihaknya akan menggali data kapal untuk memastikan apakah kapal benar-benar berlayar ke luar negeri atau tidak.

Sementara itu, Kasi Penindakan dan Penyidikan KPPBC Balikpapan, Anton, menuturkan jika kenaikan CPO ini membuat pemerintah kembali menerapkan bea keluar ekspor. Diketahui, pada Februari 2017, bea keluar akan naik menjadi US$ 18 per metrik ton. Sebelumnya, pada Januari 2017, bea keluar CPO hanya US$ 3 per metrik ton.

Kenaikan bea keluar itu ditetapkan sesuai dengan naiknya harga CPO di pasar dunia. “Jadi, ada kenaikan bea keluar,” katanya. Anton menyebut, khusus KPPBC Balikpapan, bea cukai CPO kontribusinya tidak terlalu signifikan. Sepanjang tahun lalu, penerimaan negara dari bea keluar CPO menyentuh angka transaksi Rp 12 miliar. “Memang tahun lalu drop. Dengan kenaikan ini, kami harap dipertahankan,” ujarnya.

Sepanjang tahun lalu, terang dia, ekspor CPO hanya dua kali dikenai bea keluar, yakni pada Mei dan Oktober. Sebelumnya, terakhir kali CPO dikenai pajak ekspor karena harganya di atas ambang pengenaan bea keluar US$ 750 per metrik ton adalah pada Oktober 2014.

Sementara itu, kondisinya saat ini, harga referensi CPO kembali meningkat dan berada pada level di atas US$ 800 per metrik ton. Untuk itu, pemerintah mengenakan bea keluar untuk CPO sebesar US$ 18 per metrik ton untuk periode Februari 2017.

Penetapan kenaikan bea keluar tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 02/M-DAG/PER/1/2017 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar.

“Saat ini, harga referensi CPO kembali mengalami peningkatan dan berada pada level di atas USD 800. Untuk itu, pemerintah mengenakan bea keluar untuk CPO sebesar USD 18/MT untuk periode Februari 2017,” terang Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Dody Edward kemarin.

Diketahui, harga CPO kembali bangkit. Pemerintah optimistis tren tersebut bertahan hingga akhir 2017. Bila demikian, perusahaan akan ramai-ramai memproduksi kelapa sawit.

Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, harga CPO yang terus meningkat saat ini memberikan banyak multiplier effect. Selain memberikan keuntungan pada sejumlah petani perkebunan lokal, juga membuat program mandatori biodiesel 20 persen (B20) semakin terdukung. Semangat pengusaha dan petani rakyat pun kian menggeliat.

Kepala Bidang Usaha Disbun Kaltim M Yusuf menambahkan, petani kelapa sawit di Benua Etam semakin bergairah menjalankan usaha perkebunannya. Kenaikan ini disebut merupakan yang tertinggi dalam setahun terakhir. Harga CPO dunia juga berada di harga USD 780 per ton pada referensinya.

“Ini ditengarai adanya kemungkinan stok nabati dunia banyak berkurang karena musim dingin di negara-negara Eropa masih belum berakhir. Seperti minyak kedelai dan lainnya. Jadi, permintaan CPO meningkat,” beber dia.

Analis Tim Unit Assessment Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Wahyu Baskara mengatakan, kenaikan harga CPO yang terjadi sejak akhir 2016 ini dianggap konsisten. Bahkan, tak ada risiko negatif pada kenaikannya. “Ini bisa jadi substitusi bagi Kaltim untuk membantu menggantikan peran batu bara secara perlahan, meski tak bisa dengan segera,” ulasnya.

Wahyu menambahkan, saat ini dilaporkan akan ada semakin banyak pabrik sawit yang akan beroperasi di provinsi ini. Maka, peluang bagus semakin terbuka. “BI terus mendukung program transformasi ekonomi pemerintah dengan meningkatkan penggunaan CPO. Makanya, kenaikan harga ini bila terus berlanjut akan semakin baik dampaknya pada program mandatori biodiesel 20 persen atau B20,” ucapnya.

Dia menyatakan, program B20 yang bertujuan menambahkan campuran bahan nabati pada bahan bakar minyak (BBM) merupakan langkah pemerintah yang bakal terus meningkatkan pasar komoditas CPO dan bermanfaat bagi keramahan lingkungan. “Jadi, posisi CPO yang meningkat gairahnya ini sangat cerah dampaknya,” ulas dia.

Lagi pula, sambung dia, porsi pada ekspor akan semakin meningkat. Jadi, CPO bakal menjadi salah satu komoditas utama berwujud transformasi ekonomi Kaltim. Dengan kata lain, bila sawit terus menguat, bukan tidak mungkin akan mengerek perekonomian Benua Etam. ***

Editor:
Farid Mansyur

Kategori : Riau, Umum
wwwwww