Home > Berita > Riau

Ahli Pers Dewan Pers: Menghindari Jeratan Hukum, Diskominfo dan Biro/Bagian Humas di Seluruh Indonesia Jangan Latah Bentuk Panitia Seleksi Kerja Sama dengan Media

Ahli Pers Dewan Pers: Menghindari Jeratan Hukum, Diskominfo dan Biro/Bagian Humas di Seluruh Indonesia Jangan Latah Bentuk Panitia Seleksi Kerja Sama dengan Media

Ahli Pers dari Dewan Pers Oyos Saroso HN.

Jum'at, 13 Januari 2017 04:01 WIB
Jaka Abdillah/Ishar D
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota) c.q. Dinas Komunikasi dan Informatika(Diskominfo) atau biro/bagian humas di seluruh Indonesia diingatkan agar tidak latah dan tak ”menabrak” aturan terkait kerja sama dalam bentuk penerbitan iklan/advertorial/pariwara di media massa. Peringatan itu disampaikan Ahli Pers Dewan Pers Oyos Saroso terkait mulai munculnya gejala atau wacana dari Diskominfo atau biro/bagian humas di berbagai daerah yang berencana membuat ketentuan ”internal” namun berpotensi melanggar Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

BERITA TERKAIT:

. Ahli Pers Dewan Pers Oyos Saroso: Advertorial atau Iklan Bersumber Dana APBN/APBD yang Terbit di Media Massa yang Tak Mengacu UU Pers Bisa Masuk Kategori Korupsi

Khusus kepada potretnews.com, Kamis (12/1/2017), Oyos mengungkapkan, peluang terjadinya pelanggaran terhadap UU Pers antara lain karena Diskominfo atau biro/bagian humas di sejumlah daerah di Indonesia mulai pasang kuda-kuda untuk membentuk semacam tim atau panitia yang berasal dari perwakilan organisasi kewartawanan untuk menyeleksi media massa yang layak diajak kerja sama dalam bentuk penerbitan iklan/advertorial/pariwara.

”Menurut saya itu eksperimen yang nekat dan ngawur! Coba-coba yang berpotensi terjerat hukum. Itu menunjukkan sang kepala dinas atau kepala biro/bagian belum pernah membaca Undang-Undang Pers (Nomor 40 Tahun 1999) khususnya Pasal 15 angka 2 huruf g yang berbunyi: Dewan Pers melaksanakan fungsi mendata perusahaan pers,” kata mantan wartawan The Jakarta Post itu, melalui sambungan telepon.

Alasan Oyos menyatakan wacana itu ngawur dan bertentangan dengan UU Pers karena tidak ada lembaga lain di Indonesia yang berhak melakukan pendataan perusahaan pers selain Dewan Pers. Kemudian, fungsi organisasi kewartawanan bukanlah untuk mendata perusahaan pers, melainkan merekrut anggota dan melakukan pembinaan setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus.

Kasus lain yang berpotensi melanggar aturan adalah tatkala wartawan yang berada di dalam tim/panitia seleksi justru belum kompeten dan media tempatnya bekerja juga belum terverifikasi.

”Andaipun si wartawan sudah kompeten dan medianya telah terverifikasi, yang bersangkutan tetap tidak punya hak dan kapasitas untuk itu. Oleh karenanya, setiap gejala dan upaya pelanggaran Undang-Undang Pers harus dilawan. Memangnya ini seperti menyeleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran atau Komisi Informasi. Organisasi kewartawan harus mewaspadai setiap upaya pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers. Kalau mereka menyelenggarakan lomba karya tulis jurnalistik lalu minta juri ke organisasi kewartawan, itu baru tepat. Tapi untuk menyeleksi perusahaan pers atau media massa mana yang layak diajak kerja sama dalam bentuk penerbitan iklan atau advertorial pemerintah, itu salah besar,” tandasnya, sembari mengimbau agar oknum Diskominfo atau biro/bagian humas tidak ”menyeret” wartawan dan organisasi kewartawanan ke wilayah yang sarat pelanggaran UU Pers dan UU Tindak Pidana Korupsi.

Terkait wacana yang sudah mulai bergulir di sejumlah daerah di Indonesia ini, Oyos mendesak Dewan Pers untuk mengambil sikap tegas jika seandainya nanti oknum Diskominfo dan biro/bagian humas ada yang ”nekat” melanggar UU Pers dan ”merampas” tugas Dewan Pers.

”Kepada perusahaan pers yang nantinya dirugikan, saya mendorong untuk melakukan perlawanan dan upaya hukum dengan melaporkan kepada institusi penegak hukum karena telah menyebabkan kerugian bagi perusahaan (media massanya) dan negara karena biaya iklan, advertorial atau pariwara tersebut bersumber dari APBN dan APBD,” tukasnya, sembari memberi solusi bahwa satu-satu yang bisa ”menyelamatkan” Diskominfo dan Biro/Bagian Humas dari jerat hukum adalah dengan minta pendampingan ke Dewan Pers.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/13012017/potretnewscom_srgcx_754.jpg
Ahli Pers Dewa Pers Drs Saidulkarnain Ishak. 

Ahli Pers Dewa Pers lainnya, Drs Saidulkarnain Ishak yang dihubungi secara terpisah menyampaikan pendapat senada. Dia mengingatkan para Kepala Dinas Kominfo dan kepala biro/bagian humas di seluruh Indonesia, agar menjalankan tugas sesuai peraturan perundang-undangan jika masih sayang dengan karier kepegawaiannya dan selamat dari hukuman penjara.

Dalam pandangan dan telaahnya, jika oknum pegawai Diskominfo dan biro/bagian humas memasang atau menerbitkan advertorial/pariwara/iklan dengan sumber dana APBN/APBD tetapi mengabaikan atau bahkan melanggar UU Pers serta turunannya (Peraturan Dewan Pers, Keputusan Dewan Pers, Surat Edaran Dewan Pers, dan lain-lain, red) otomatis ”menabrak” UU dan Peraturan Pemerintah (PP) RI lainnya seperti: UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta terakhir dengan diratifikasinya United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006, UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

BACA JUGA:

. Ahli Pers Dewan Pers Saidulkarnain Ishak: Humas Pemerintah Harus Taat UU Pers dan Turunannya, Tidak Boleh Abu-abu!

”Jangan dianggap penerbitan iklan, advertorial atau pariwara di media massa dengan sumber dana APBN/APBD tidak memiliki kaitan dengan undang-undang yang lain. Dalam konteks berita memang tidak terkait, tetapi akibat kenekatan atau keteledoran penerbitan iklan menyebabkan kerugian negara demi memperkaya diri atau orang lain, tentu bakal dijerat UU Tidak Pidana Korupsi. Satu-satunya solusinya ialah undang Dewan Pers untuk supervisi (pendampingan/pengarahan),” ujarnya sembari menyarankan agar pejabat di Diskominfo dan biro/bagian humas lebih sering membaca UU Pers dan turunannya. ***

wwwwww