Ada 7 Luka Tembak di Tubuh Afriadi Pratama, KontraS: Hasil Uji Balistik Harus Ada dalam Sidang Kerusuhan Selatpanjang

Ada 7 Luka Tembak di Tubuh Afriadi Pratama, KontraS: Hasil Uji Balistik Harus Ada dalam Sidang Kerusuhan Selatpanjang

Nur Arif Fikri dari KontraS (kiri) saat menemui keluarga alm Afriadi Pratama di Selatpanjang, Jumat (6/1/2017).

Sabtu, 07 Januari 2017 08:35 WIB
SELATPANJANG, POTRETNEWS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan ada 7 tembakan yang bersarang di tubuh almarhum (alm) Afriadi Pratama. Fakta ini terungkap dalam persidangan kasus ”Selatpanjang Berdarah” yang digelar di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Atas fakta ini, KontraS, sebagaimana dikutip potretnews.com dari GoRiau.com, merekomendasikan agar majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk menyampaikan hasil pemeriksaan uji balistik (uji perilaku dan efek dari proyektil, khususnya peluru, bom, roket, atau sejenisnya untuk melihat kinerja dari proyektil, red) terkait penggunaan sejata api.

Selain itu, laporan penggunaan senjata api sebagaimana yang diatur dalam peraturan Kapolri tentang penggunaan senjata api yang mewajibkan setiap anggota yang menggunakan kekuatan, melapor penggunaan kekuatan tersebut, juga masuk dalam yang direkomendasikan.

"Laporan hasil uji balistik ini penting dilakukan untuk mengetahui siapa saja terdakwa yang melakukan penembakan apakah ada tersangka lain di luar keenam orang yang didakwakan ini," kata Nur Arif Fikri, Divisi Sipil dan Politik KontraS di Selatpanjang, Jumat (6/1/2017) siang.

Nur Arif Fikri juga mengatakan, kalau dilihat dari fakta persidangan, penembakan yang dilakukan atas Alm Afriadi murni upaya balas dendam (sebelumnya Afriadi berkelahi dengan salah seorang personil Polres Meranti yang menyebabkan anggota polisi itu meninggal dunia, red).

Karena menuruta Nur Arif, 7 tembakan yang dilepaskan ke tubuh Alm Afriadi bagian bawah, (dilakukan dalam rentang waktu yang berbeda-beda selama korban dalam penguasaan anggota polisi sejak ditangkap, red) bukanlah upaya untuk melumpuhkan.

Kontras juga menilai pasal yang dikenakan kepada para terdakwa tidak maksimal yakni yang menggunakan pasal 170 dan 351 KUHAP, yang ancaman maksimalnya 7 tahun.

"Pengalaman kita selama ini jika pasal ini yang diterapkan dalam tuntutan maka vonisnya hanya sekira 3 atau 4 tahun saja. Harusnya penyidik ataupun jaksa bisa menuntut pasal 422 atau 340 tentang pembunuhan berencana," tutur Nur Arif.

Untuk itu, KontraS berharap Jaksa dan Majelis Hakim bisa terus menggali keterlibatan tersangka lainnya. Karena tidak mungkin kejadian yang merenggut nyawa honorer Pemkab Meranti itu hanya dilakukan 6 orang saja.

"Jangan hanya mengambil keterangan dari saksi yang ada di BAP dan terdakwa saja, karena pasti akan saling meringankan. Hendaknya hakim ataupun Jaksa memanggil saksi lain yang melihat aksi pemukulan dan penyiksaan terhadap korban hingga meninggal," ujar Arif.

Pada bagian akhir perbincangan, Arif KontraS mengaku akan terus mendampingi pihak keluarga korban untuk mengawal kasus ini hingga ada keputusan hukum tetap atau inkrah nantinya. KonTras juga minta Jaksa menuntut hak restitusi atau ganti rugi terhadap keluarga, karena korban merupakan tulang punggung yang selama ini menafkahi keluarganya semasa hidup.

Di tempat sama, Nur (50), ibu almarhum Afriadi Pratama, menyampaikan harapan agar proses persidangan kematian anaknya secara mengenaskan itu berjalan lancar dan seadil-adilnya tanpa ada intervensi apapun. "Saya minta keadilan untuk anak saya. Polisi harus bertanggung jawab," ujar Nur sambil menangis. ***

Editor:
Farid Mansyur

Kategori : Hukrim, Umum, Meranti
wwwwww