Home > Berita > Rohul

Pijar Melayu Bicara Makna HUT ke-59 Provinsi Riau dan RTRW yang Masih ”Menggantung”

Pijar Melayu Bicara Makna HUT ke-59 Provinsi Riau dan RTRW yang Masih ”Menggantung”

Ilustrasi.

Selasa, 09 Agustus 2016 15:29 WIB
Muhamad Maulana
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Pusat Informasi dan Jaringan Rakyat (Pijar) Melayu Riau menyayangkan karena di hari ulang tahun yang ke-59 Provinsi Riau, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah ini tak kunjung rampung. Menurut Direktur Eksekutif Pijar Melayu Rocky Ramadani SP, seandainya RTRW Riau sudah tuntas, tentu akan menjadi kado istimewa bagi masyarakat di Bumi Lancang Kuning. ”Sungguh miris karena momen hari ulang ternyata ’kado’ yang kita anggap bakal berdampak positif bagi masyarakat, justru tak kita dapatkan,” kata Rocky, dalam perbincangan dengan potretnews.com, Senin(8/8/2016) malam.

Dia berpendapat, pembahasan RTRW Provinsi Riau ini harus benar-benar dilakukan pemetaan yang teliti karena banyak desa desa daerah yang masuk kawasan hutan. Penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 878/Menhut-II/2014 oleh Zulkifli Hasan yang sekarang menjabat Ketua MPR RI telah melukai rasa keadilan masyarakat Riau.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/09082016/potretnewscom_duy5q_489.jpg
Direktur Eksekutif Pijar Melayu Rocky Ramadani SP.

Persoalan tidak rampungnya RTRW Riau, menurut dia, akibat tidak dilakukan pemetaan secara teliti sehingga banyak desa yang dari dulu sudah ditempati oleh masyarakat dimasukkan ke dalam kawasan hutan.

Rocky mencontohkan beberapa lokasi yang dimasukkan ke dalam areal ini di antaranya, Desa Pasarbaru Pangean Kabupaten Kuantan Singingi, Desa Gunung Sailan di Kabupaten Kampar, dan Desa Kabun di Kabupaten Rokan Hulu.

Salah satu solusi yang dianggap Rocky cukup elegan adalah dengan melakukan peninjauan kembali SK Nomor 878/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Riau. Kalau hal ini tidak dilakukan, dia meyakini akan berdampak buruk bagi masyarakat.

”Desa-desa yang masuk kawasan hutan harus dikeluarkan dan dijadikan kawasan tidak hutan sehingga masyarakat yang sudah mendiami desa tersebut dari sejak nenek moyangnya akan tetap bisa menempatinya,” ujarnya.

Dalam konteks yang sama, Rocky juga mengingatkan, kawasan industri yang masuk kawasan hutan juga harus ditinjau kembali. Seperti Kawasan Industri Tenayan (KIT) di Kecamatan Tenayan Raya dan kawasan-kawasan industri di daerah lainnya.

(baca: Pengakuan Blak-blakan Menteri LHK soal RTRW Riau: SK-nya Sudah Terbit Sejak 8 Agustus 2014, Hanya Saja Pemprov Tak Mau Menjalankan )

Pria ini memiliki analisa, konflik-konflik agraria yang terjadi di beberapa daerah di Riau seperti yang terjadi di Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, Indragiri Hulu, semuanya berawal dari lahan hutan yang selama ini dimiliki oleh masyarakat, tapi diberikan izin pengelolaannya kepada perusahaan.

”Jika tidak dilaksanakan sesuai dengan fakta di lapangan yang memberikan dampak yang baik bagi masyarakat, maka Pijar Melayu akan berada di garda terdepan untuk melawan kebijakan yang tidak bermoral,” tandasnya. ***

Editor:
Farid Mansyur

wwwwww