Home > Berita > Riau

Tahun 2015, Sebanyak 10 Gajah Mati di Riau, Terbanyak di Areal Konsesi RAPP dan Arara Abadi

Tahun 2015, Sebanyak 10 Gajah Mati di Riau, Terbanyak di Areal Konsesi RAPP dan Arara Abadi

Ilustrasi.

Rabu, 30 Desember 2015 07:52 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Sebanyak 10 ekor gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) ditemukan mati di Riau selama 2015. Jumlah kematian satwa dilindungi ini mengalami penurunan dibanding 2014 dengan jumlah 24 ekor. Untuk tahun ini, kasus kematian hewan bertubuh bongsor banyak ditemukan di kawasan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di dua perusahaan besar. Pertama di areal PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan di areal PT Arara Abadi anak perusahaan Sinarmas Group.

"Untuk tahun ini ada dua gajah ditemukan di PT Arara Abadi dan tiga ekor di areal PT RAPP. Penyebabnya karena ada perburuan gading dan konflik. Selain di areal perusahaan ada juga kasus kematian gajah di areal hutan Taman Nasional Tesso Nillo (TNTN) dan gajah latih WWF juga," kata Humas Organisasi Pencita Satwa Langka, WWF (World Wide Fund for Nature), Syamsidar seperti dilansir Okezone, Selasa (29/12/2015).

Untuk yang terjadi di areal HTI, WWF meminta dua perusahaan industri kayu ini untuk lebih serius untuk melindungi satwa yang kini nyaris punah itu. Berdasarkan peraturan, bila perusahaan mendapatkan izin konsesi, ada kewajiban perusahaan untuk melindungi sumber daya alam hayati yang ada di arealnya.

"Perusahaan memiliki kewajiban untuk melindungi flora dan fauna yang ada di wilayah konsesinya. Ini yang kita lihat perusahaan sepertinya lalai untuk melindungi satwa," katanya.

Perusahaan seharusnya me-monitoring keberadaan gajah saat berada di konsesi HTI. Jangan sampai daerah memasuki wilayah konflik, karena banyak kasus kematian gajah di areal yang bersengketa antara warga dan perusahaan. Pasalnya, jika sudah memasuki wilayah konflik, kemungkinan gajah akan dibunuh sangat besar.

Jika akan memasuki wilayah konflik, perusahaan seharusnya menggiring ke areal yang lebih aman. WWF menyebut bahwa pihaknya sudah melakukan penggiringan hewan mamalia raksasa jika memasuki daerah konflik.

"Ini mungkin salah satu faktor mengapa terjadi penurunan angka kematian gajah tahun ini dibanding 2014. Jadi kita minta perusahaan melakukan hal yang sama. Karena berdasarkan pengamatan kita 75 persen gajah bertahan di areal konsesi. Penyebabnya karena hutan lindung tempat habitat gajah di Riau sudah poranda akibat pembalakan liar," klaim Syamsidar.

Dia menambahkan, saat habitat gajah Sumatera di Riau sangat kritis. Jika tidak ada langkah serius dari pemangku kepentingan, bukan tidak mungkinan gajah Sumatera yang merupakan spesies satu-satunya yang hidup di Indonesia akan punah.

"Kehidupan gajah Sumatera di Riau sudah sangat terancam. Setiap tahun ditemukan kematian gajah yang sebagian besar akibat ulah manusia. Dari 2004 sampai tahun ini sudah 150 ekor gajah Sumatera yang mati. Kita yakin jika tidak ada langkah nyata penyelamatan gajah, tahun 2016 dan tahun berikutnya kasus kematian gajah akan terjadi," tandasnya.

Namun demikian, untuk tahun ini WWF sedikit lebih lega karena ada kasus kematian gajah yang berhasil diungkap. Di mana pada Februari Polda Riau menangkap tujuh tersangka pembantai gading gajah. Dari tujuh pemburu, satu di antaranya adalah anggota Perbakin. Dari pengungkapan kasus ini polisi menyita delapan gading gajah.

"Pemburu gajah ini memiliki jaringan nasional maupun Internasional. Tingginya harga gading ini salah satu faktor pembantaian gajah terus terjadi. Saat ini, kita perkirakan gajah yang tersisa di Riau sekira 230 ekor. Sebagian besar saat ini bertahan hidup di taman nasional. Untuk itu kita berharap mari kita selamatkan gajah yang tersisa," ucapnya. ***

(Wawan Setiawan)
Kategori : Riau, Umum, Lingkungan
Sumber:Okezone.com
wwwwww