Home > Berita > Riau

Jejak Ketua DPR ”Paling Tampan” dalam Beberapa Kasus, Termasuk Suap PON Riau

Jejak Ketua DPR ”Paling Tampan” dalam Beberapa Kasus, Termasuk Suap PON Riau

Setya Novanto (saat itu masih menjabat Bendahara Umum DPP Partai Golkar), saat memberi kesaksian pada sidang suap PON Riau di Pengadilan Tipikor, beberapa waktu lalu. (foto: tribunnews.com)

Rabu, 18 November 2015 09:40 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Belut dicelup oli, istilah itu yang kerap di tautkan pada pria tampan yang menjabat Ketua DPR RI Setya Novanto. Keuletannya menapaki karier politik sungguh membuat decak kagum. Kedekatannya dengan politisi gaek Haryono Ismanlah yang mengantarkan ke pintu gerbang belantara politik Partai Golkar. Kehidupan serba terbatas waktu mahasiswa menempa lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti itu menjadi pribadi pengusaha ulet dan licin. Lahir di Bandung, lalu menjalani masa SMA di Jakarta, hingga akhirnya bekerja sambilan sebagai pedagang beras dan madu di Pasar Keputren, tatkala menempuh kuliah di jurusan akuntansi Universitas Widya Mandala. Benar-benar ulet, bahkan untuk membiayai kuliahpun ia menjual diktatnya untuk modal membuka kantin di kampusnya.

Kembali dari Surabaya pada tahun 1979 Setya menumpang di rumah keluarga politikus Partai Demokrat, Hayono Isman, yang merupakan kawan karibnya semasa sekolah SMA 9, di Jalan Menteng, Jakarta Pusat. Pada 1979, Hayono dan Setya mendirikan PT Anindya Cipta Perdana. Perusahaan distributor semen dan bahan bangunan ke kawasan Nusa Tenggara Timur itu hanya bertahan dua tahun karena kalah oleh pedagang di kawasan tersebut.

Pada Mei 1997 ia memulai langkah politik pertamanya dengan membuat sebuah buku berjudul " Manajemen Soeharto" namun sayang, buku tersebut dilarang beredar. Setya mulai bergabung dengan organisasi Bahumas Kosgoro dan PPK Kosgoro 1957, menjadi anggota Partai Golkar, aktif di kepengurusan KONI serta organisasi kemasyarakatan lainnya. Dia mulai terpilih sebagai anggota dewan dalam empat periode berturut-turut sejak awal reformasi, tahun 1999.

Setya Novanto terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 28 Desember 2009. Saat itu, dia berposisi sebagai anggota DPR dari Fraksi Golkar. Dalam laporan itu, mantan Bendum Partai Golkar itu melaporkan bahwa dia memiliki harta total Rp 73, 7 miliar?. Harta itu terdiri dari harta tak bergerak, harta bergerak dan surat-surat berharga.

Untuk harga tak bergerak, Setya Novanto memiliki harta senilai Rp 49 miliar. Harta tak bergerak itu terdiri dari beberapa tanah dan bangunan yang dimiliki di beberapa daerah.

Ketua DPR terpilih itu diketahui ? memiliki delapan bidang tanah di Jakarta Selatan, dua di antaranya diperoleh dari hasil hibah. Selain itu, Novanto juga memiliki tanah yang berada di Jakarta Barat, Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.

Harta bergerak yang dimiliki Novanto senilai Rp 3 miliar yang terdiri dari alat transportasi, antara lain mobil Toyota Camry, VW Caravelle, Mercedes-Benz dan Jeep Commander?. Dia juga memiliki logam dan batu mulia senilai Rp 1,3 miliar.

Sebagai politisi sekaligus pengusaha, Setya Novanto juga memiliki surat-surat berharga yang berupa saham. Surat berharga yang dimilikinya senilai Rp 6,5 miliar. Harta lainnya adalah giro setara kas. Nilai Giro yang dia punya? adalah Rp 13,8 miliar dan US$ 17.781.

Total harta yang dimilikinya adalah Rp 73,7 miliar dan US$ 17.781. Harta ini meningkat pesat dari total harta yang dilaporkan Setya Novanto pada tahun 2001. Pada Mei 2001, Setya Novanto melaporkan mempunyai harta senilai Rp 34,9 miliar.

Jejak Setya Novanto pada Beberapa Kasus Korupsi

Setya Novanto merupakan salah satu anggota DPR yang sering diperiksa sebagai saksi dalam sejumlah kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. Meskipun kerap diperiksa KPK, Setya tetap saja lolos dari jeratan hukum. Beberapa jejak kasus setya Novanto antara lain:

– Kasus PON Riau
Setya beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Kasus ini menjerat mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, yang juga politikus Partai Golkar.

KPK juga pernah menggeledah ruangan Setya di lantai 12, Nusantara I DPR, terkait penyidikan kasus yang sama.

Dugaan keterlibatan Setya dan anggota DPR Kahar Muzakir dalam kasus PON Riau terungkap melalui kesaksian mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.

– Kasus Akil Mochtar
Setya pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menjerat mantan Ketua MK, Akil Mochtar, yang juga mantan politikus Partai Golkar.

– Kasus e-KTP
Nama Setya juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai pengendali proyek e-KTP. Nazaruddin menuding Setya membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR.

- Skandal Cessie Bank Bali
1997-2000: Dikenal sebagai skandal “Cessie Bank Bali” Kala itu pemilik Bank Bali Rudy Ramli, kesulitan menagih piutangnya di Bank Dagang Nasional Indonesia, Bank Umum Nasional, dan Bank Tiara sebesar Rp 3 triliun. Tagihan tak bisa dibayar hingga ketiga bank itu masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Rudy lantas menyewa jasa PT Era Giat Prima. Di perusahaan ini Joko Tjandra duduk sebagai direktur dan Setya Novanto sebagai direktur utamanya. Perjanjian pengalihan hak tagih (cessie) diteken pada Januari 1999. PT Era Giat Prima mengantongi separuhnya. Nah, pemberian “fee” yang besar itu dianggap janggal dan akhirnya menjadi masalah hukum.

Dalam kasus iru hanya Joko Tjandra, Pande Lubis (Wakil Ketua BPPN) dan Syahril Sabirin (Gubernur BI) yang divonis bersalah oleh pengadilan. Sedangkan Setya Novanto dan Rudy Ramli bebas.

- Kasus Beras Impor
Setya Novanto diperiksa 10 jam oleh penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Ia diperiksa sebagai saksi perkara dugaan korupsi impor beras ilegal sebanyak 60.000 ton dari Vietnam. Adapun tersangka adalah mantan pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sofjan Permana dan Direktur Utama PT Hexatama Finindo, Gordianus Setyo Lelono. Gordianus disebut- sebut punya hubungan saudara dengan Novanto. Namun karena alasan tak ada bukti Kejagung menerbitkan perintah penghentian penyidikan.

-Kasus Pilkada Jatim
Setya Novanto hadir dalam sidang dengan terdakwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam perkara dugaan korupsi pilkada di berbagai daerah. Dalam kasus ini ia hanya sebagai saksi dugaan korupsi Pilkada Jatim.

-Kasus Makelar Freeport
Menteri ESDM Sudirman Said menyebut ada yang menjual nama Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla kepada Freeport. Salah satu pejabat tersebut di akui oleh Sudirman sebagai Setya Novanto segera menyatakan tak ada anggota DPR yang seperti itu. Ketika sang menteri menyebut inisialnya, Novanto segera menghadap Wapres Jusuf Kalla.

-Intervensi Pertamina
Adanya dugaan intervensi ke Pertamina. Di kalangan wartawan kini beredar kopi surat Setya Novanto kepada Direktur Utama PT Pertamina. Dalam Surat berkop DPR yang diterima Publicapos, Setya Novanto meminta PT Pertamina membayar biaya penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) pada PT Orbit Terminal Merak (OTM) di mana selama ini, PT Pertamina menyimpan bahan bakar di perusahaan tersebut. Surat bertanggal 17 Oktober 2015 tersebut ditujukan kepada Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto.

Melobi Pemerintah Jepang untuk Pembelian Amfibi
Kabar tidak menyenangkan juga beredar di beberapa media Jepang. Setya Novanto disebut-sebut ikut memakelari pengadaan pesawat amfibi dari Jepang. Kabar itu muncul setelah The Japan Times, edisi 12 November 2015 menulis Setya Novanto, meminta kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, kalau Indonesia mempertimbangkan pembelian US-2 sebagai sinyal kerja sama pertahanan kedua negara. Ditulis juga dalam artikel itu, wacana pembelian pesawat buatan pabrikan ShinMaywa merupakan jawaban Indonesia atas kebijakan China di Laut China Selatan. ***

(Farid Mansyur)
Kategori : Riau, Hukrim
Sumber:Publicapos.com
wwwwww