Home > Berita > Rohil
Korban Berhenti Sekolah Ketika di Kelas 1 SMA akibat Malu Sering Dihina dengan Perkataan ”Tak Punya Otak”

Setelah ”Mengendap” 7 Tahun, Kasus Guru Benturkan Kepala Sesama Murid hingga Pingsan di Rohil Akhirnya Disidangkan

Setelah ”Mengendap” 7 Tahun, Kasus Guru Benturkan Kepala Sesama Murid hingga Pingsan di Rohil Akhirnya Disidangkan

Suasana persidangan kasus guru di Pengadilan Negeri Ujungtanjung, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Senin (2/11/2015).

Rabu, 04 November 2015 03:20 WIB
Jaka Abdillah
BAGANSIAPIAPI, POTRETNEWS.com - Berhati-hatilah jika menghukum siswa. Ini berlaku untuk semua guru. Karena dampaknya, bukan hanya mengorbankan masa depan siswa itu sendiri, malah guru tersebut akan dituntut di pengadilan. Hal ini terjadi kepada Hasan, guru IPA yang mengajar di SD Negeri 004, Kelurahan Telukmerbau, Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau. Akibat perbuatannya, terdakwa harus duduk di kursi pesakitan mengikuti sidang Pengadilan Negeri Ujungtanjung, pada Senin (2/11/2015).

Dalam fakta persidangan, terdakwa Hasan, pada tujuh tahun lalu menghukum Yuhaldi dan Bambang yang saat itu masih siswa kelas 4 SD karena keduanya tidak mengerjakan PR. Caranya, kepala siswa itu dibentur satu sama lain. Hasan juga menendang kaki Yuhaldi, Akibatnya ia pun jatuh pingsan.

Setelah sadar, Yuhaldi dikasih obat Bodrex. Hasan meminta kepada Yuhaldi agar tidak melaporkan kejadian itu kepada orang tuanya. Jika dilaporkan, dia mengancam akan mengeluarkannya dari sekolah.

Sesampai di rumah, Mansyurdin (55) selaku orangtua Yuhaldi, mengaku curiga melihat anaknya sering pusing. Setelah diperiksa, rupanya ada benjolan belakang kepala anaknya. Mansyurdin mencoba mengorek keterangan apa penyebab benjolan di kepala anaknya. Tahu akar permasalahan yang menimpa anaknya,

Mansyurdin pun melaporkan kejadian itu kepada pihak sekolah untuk meminta pertanggung jawaban. Bentuk pertanggungjawabannya, Hasan hanya memberikan bantuan uang berobat sebesar Rp10 Juta disertai dengan surat perjanjian.

"Sampai di manalah uang Rp10 Juta tu. Padahal saya hanya meminta kepada Hasan agar anak saya diobati sampai sembuh," kata Mansyurdin di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh DR Sutarno SH MH dan Hakim Anggota Deborah Manullang SH dan Aswin SH.

Setelah menunggu sekian lama, pihak sekolah enggan mempertanggungjawabkan apa yang menimpa anaknya. Mansyurdin lalu melaporkan kejadian itu ke Mapolsek Kubu pada 10 Desember 2008 yang lalu. Dia membawa anaknya ke rumah sakit di Dumai untuk dirontgen. Tidak puas dengan hasil visum dokter, Mansyurdin kemudian membawa anaknya ke rumah sakit di Melaka, Malaysia.

"Saya terus berusaha untuk kesembuhan anak saya. Walaupun dalam keterbatasan dana. Apalagi masih ada dua anak saya yang sedang kuliah," kata Mansyurdin.

Dari keterangan dokter, anaknya mengidap penyakit syaraf. Mansyurdin sering mengeluh terhadap perubahan perilaku anaknya. Yuhaldi sering mengamuk dan demam. Bahkan sejak kejadian itu, Hasan tidak pernah menjenguk dan meminta maaf kepada anaknya.

Di hadapan hakim, Mansyurdin mengaku sejak dirinya mengadu ke Mapolsek Kubu, laporannya tidak pernah ditindaklanjuti. Bahkan anaknya yang menjadi korban sudah berumur 18 tahun. Selama 7 tahun dirinya menunggu untuk mencari keadilan. Untuk itu dia meminta hakim untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada terdakwa.

Sementara itu, saksi korban, Yuhaldi memberikan keterangan bahwa dirinya tidak sanggup lagi melanjutkan pendidikannya karena sering dikatakan "tak punya otak". Bahkan dirinya terpaksa berhenti dari sekolah ketika masih duduk kelas 1 SMA.

Waktu masih kelas 4 SD, Yuhaldi membenarkan bahwa Hasan telah membentur kepalanya dan memukulnya pakai penggaris. Hukuman itu diterimanya di ruangan majelis guru yang disaksikan oleh 2 orang guru perempuan.

Hakim Ketua Sutarno menanyakan lagi kronologis kejadian itu kepada Yuhaldi. Dia mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya 7 tahun yang lalu. Kadang pertanyaan hakim tidak nyambung dengan jawaban Yuhaldi. Penasaran, hakim ketua meminta Yuhaldi mendekat kepadanya dan ia langsung meraba-raba bekas benjolan di kepalanya.

"Benturan itu hanya menimbulkan benjolan dan baru hilang selama satu bulan. Tapi tidak mengeluarkan darah," kata Yuhaldi.

Dalam persidangan itu, pengadilan memberikan kesempatan kepada terdakwa Hasan untuk menanggapi keterangan saksi korban.

"Apa yang dibilang saksi tidak semuanya benar. Kalau membentur kepala memang ada. Tapi tidak ada saya menyepak. Saya memberikan hukuman hanya untuk memberikan pengajaran kepadanya. Saya menghukumnya bukan di ruang majelis guru, tapi di lokal," kata Hasan.

Untuk menghadirkan saksi lain, hakim memutuskan sidang kasus itu akan dilanjutkan pada Senin depan. ***

(Farid Mansyur)
Kategori : Rohil, Hukrim
wwwwww