Pemerintah Siap ”Libas” Perusahaan Sawit dan Akasia Penyebab Bencana Asap, Pemiliknya Di-”Blacklist” Tak Bisa Buka Usaha Serupa

Pemerintah Siap ”Libas” Perusahaan Sawit dan Akasia Penyebab Bencana Asap, Pemiliknya Di-”Blacklist” Tak Bisa Buka Usaha Serupa

Lahan gambut yang berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. (foto: mongabay.co.id/lili rambe)

Rabu, 16 September 2015 03:17 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Perusahaan sawit, akasia, dan perkebunan lainnya yang terbukti membiarkan kebakaran terjadi di lahannya dan memicu kabut asap terancam di-blacklist. Pemilik usaha tidak dapat lagi membuka usaha serupa. Usulan untuk memberikan sanksi lebih dari sekadar pidana itu muncul dalam Rapat Satgas Pengendalian Nasional Operasi Darurat Penanganan Kebakaran Lahan dan Hutan di Jakarta, Selasa (15/9/2015). Usulan datang dari Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. "Selain sanksi hukum, bisa juga diberikan blacklist. Nama direksinya, pemegang sahamnya cantumkan. Komunikasikan ke seluruh kantor administrasi, jadi tidak bisa buka usaha yang sama," katanya.

Gagasan itu disambut oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. "Setuju, dari direksi sampai yang punya saham di-blacklist."

Luhut mengatakan bahwa masalah kebakaran hutan sudah tidak main-main. Indonesia mengalami puluhan tahun dan selalu dikomplain negara tetangga.

"Siapkan semua ketentuan perundang-undangan untuk libas ini. Ini sudah masalah lama. Penduduk sendiri sudah banyak yang sakit," ungkap Luhut.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang juga hadir dalam rapat tersebut menambahkan usulan untuk mencegah kebakaran hutan terjadi pada masa yang akan datang.

"Lahan-lahan yang terbakar jangan dibuat kebun. Kita police line. Jadi orang tak boleh bakar lagi. Kalau tidak, akan terjadi kebakaran terus," kata Gatot.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengamini usulan itu. Ia mengatakan, pihaknya berencana agar lahan yang terbakar dikembalikan kepada negara.

"Yang terbakar kita akan ambil. Konsepnya kita biarkan lahan-lahan yang terbakar mengalami suksesi secara alami," ungkapnya.

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah berlangsung selama 50 tahun. Kerugian ekonomi dan dampak kesehatan sudah besar. Pembiaran pada kebakaran hutan adalah kejahatan.

Kementerian Kesehatan melaporkan, kenaikan kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di Riau sudah 14,6 persen atau 26.536 orang.

Sementara itu, kenaikan juga terjadi di wilayah lain. Kalimantan Tengah mengalami kenaikan 7,12 persen, Kalimantan Selatan 5,2 persen, Jambi 3,5 persen, dan Sumatera Selatan 2,12 persen. Pekatnya asap berpotensi terus meningkatkan kasus.

Upaya penanggulangan asap sudah dilakukan, tetapi tidak mengurangi asap secara signifikan. Hal itu diakui oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Willem Rampangilei.

Titik kebakaran kadang berada di wilayah yang sulit dijangkau. Sementara upaya water bombing lewat udara juga tak bisa dilakukan bila asap terlalu tebal. "Di samping itu muncul kebakaran baru," kata Willem.

Semoga beragam gagasan penegakan hukum yang terlontar dari para petinggi dalam rapat ini tak berhenti menjadi sekadar gagasan. Diharapkan 2015 menjadi bencana asap terakhir di Nusantara.***

Sumber:Kompas.com
wwwwww