Home > Berita > Inhil

Dalang Tragedi Desa Pungkat Inhil Masih Gelap

Dalang Tragedi Desa Pungkat Inhil Masih Gelap

Ilustrasi.

Selasa, 15 September 2015 16:46 WIB
Usuf
TEMBILAHAN, POTRETNEWS.com - Meski tragedi Desa Pungkat, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, sudah lewat sekitar satu tahun lebih, tapi pekerjaan rumah (PR) yang ditinggalkannya masih belum terselesaikan hingga sekarang. Persoalan tersebut meskinya menjadi tanggung jawab seluruh elemen di wilayah itu, agar nantinya tidak menjadi catatan kelam dalam sejarah perjalanan kabupaten dengan julukan ”Negeri Seribu Parit”. Ada dua persoalan yang dipandang penting yang meski dapat diketahui oleh publik. Yang pertama adalah aktor intelektual yang menjadikan Desa Pungkat bergejolak, dan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat dalam penanganan konflik antara perusahaan PT SAL dengan warga setempat. Sekjen Forum Komunikasi Organisasi Nonpemerintah (Fokus Ornop) Indra Gunawan saat berbincang-bincang dengan wartawan, Senin (14/9/2015) mengatakan, tragedi Desa Pungkat bermula dengan keluarnya perizinan pengelolaan lahan yang diberikan oleh bupati kala itu kepada PT SAL. Perizinan yang dikeluarkan ternyata menimbulkan dampak buruk pada penghidupan masyarakat, terutama sektor ekonomi.

Sebagimana diketahui, ada dua unggulan yang menjadi urat nadi perekonomian warga Pungkat. Yang pertama sektor perkebunan, dan yang kedua kerajinan membuat perahu dan kapal dari kayu.

“Bagaimana tidak timbul konflik, kalau lahan perkebunan dan hutan yang menjadi andalan warga tempatan mencari kayu yang menjadi bahan baku perahu terancam dan dicaplok oleh PT SAL, hingga menimbulkan kemarahan warga disana. Buntutnya terjadilah pembakaran alat berat perusahaan,” terang Indra Gunawan.

Jadi menurut Indra, konflik yang terjadi pada dasarnya hanya dikarenakan warga Desa Pungkat mempertahankan hak hidup mereka, yang terancam oleh PT SAL akibat izin yang diberikan. Padahal hak untuk hidup dan menjalankan aktivitas ekonomi sudah diatur dalam UUD.

Hanya saja sayang penegakan hukum yang diterapkan ketika itu, terkesan diskriminatif dan berat sebelah. Meskinya kalau penegakan hukum berkeadilan, jangan hanya masyarakat yang mempertahankan hak mereka yang di proses, tapi orang yang memberikan izin dan perusahaan yang mencaplok juga harus di proses sesuai hukum.

“ Bentrok yang terjadi hingga berbuah penyerbuan aparat Bromob tidak berdiri dengan sendiri. Ada tangan-tangan tertentu yang menginginkan persoalan itu terjadi. Sayangnya hingga sekarang, persoalan tidak pernah terungkap, makanya menjadi PR kita semua,” tandasnya.

Masih menurut Indra, termasuk pendanaan keberadaan aparat Brimob selama tiga hari di Desa Pungkat juga tidak terungkap. Kalau memang dana pengamanan tersebut berasal dari negara, pantaskah alat negara menyerbu warganya sendiri seperti memasuki medan perang. Atau sebaliknya, kalau memang dibiayai oleh perusahaan, berarti alat negara, sudah dibeli untuk menindas warga Pungkat.

Sementara itu Ketua LSM Perjuangan Anak Negeri (Peran) Firmansyah A.Ma, lebih menyoroti pada persolan HAM yang terjadi. Seperti hasil investigasi Walhi dan LAM Riau saat turun langsung ke lapangan ditemukan indikasi dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat Brimob saat pengamanan warga Pungkat. Begitu juga dengan temuan daril hasil investigasi KNPI, LSM, PWI, paska kejadian.

“Rekomendasi yang pernah kita keluarkan menemukan indikasi pelanggaran HAM ketika itu. Adanya warga yang diintimidasi bahkan penodongan senjata laras panjang, kepada seorang wanita yang notabene bukan pelaku pembakaran alat berat perusahaan. Bahkan selepas kejadian tersebut, satu minggu aktivitas pendidikan dan pelayanan kesehatan lumpuh, karena guru dan tenaga medis juga ikut lari dari Desa Pungkat,” tegas Firman.

Bahkan karena kuatnya tekanan berbagai pihak kepada aparat kepolisian, waktu itu pihak polres diwakili kasat reskrim turun langsung ke lapangan dan menyampaikan permohonan maaf atas akibat yang ditimbulkan. Pihak polres juga berjanji siap untuk bertanggung jawab dan mengobati dua orang warga yang mengalami gangguan kejiwaan buah dari penyerbuan tersebut.

“Kita berharap kepada Komnas HAM untuk menyelidiki tragedi kasus Pungkat ini, agar kasus ini menjadi terang. Jangan sampai dugaan pelanggaran HAM nantinya dipertanyakan oleh anak cucu kita di belakang hari,” demikian Firman.***

(Mario A Khair)
Kategori : Inhil, Hukrim
wwwwww