Sejarah Kota Tua Selatpanjang; Berawal dari Titah Sultan Syarif Ali kepada Panglima Muda Tengku Bagus

Sejarah Kota Tua Selatpanjang; Berawal dari Titah Sultan Syarif Ali kepada Panglima Muda Tengku Bagus

Kompleks Kantor Bea Cukai Selatpanjang. Konon di tempat inilah Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha menancapkan kerisnya.

Minggu, 27 Desember 2015 16:16 WIB
SELATPANJANG, POTRETNEWS.com - Kota Selatpanjang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, duhulu merupakan salah satu bandar (kota) yang paling sibuk dan terkenal perniagaan di dalam Kesultanan Siak. Bandar ini sejak dahulu telah terbentuk masyarakat heterogen, terutama suku Melayu dan Tionghoa, karena peran antarmerekalah terbentuk erat dalam keharmonisan kegiatan kultural maupun perdagangan.

Semua ini tidak terlepas ketoleransian antarpersaudaraan. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang barang maupun manusia dari China ke nusantara dan sebaliknya.

Daerah Selatpanjang dan sekitarnya sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang merupakan salah satu kesultanan terbesar di Riau saat itu.

Pada masa pemerintahan Sultan Siak VII yaitu Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (yang bertahta tahun 1784 - 1810), biasa disapa Sultan Syarif Ali, memberi titah kepada Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha untuk mendirikan Negeri atau Bandar di Pulau Tebingtinggi.

Selain tertarik pada pulau itu juga karena Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sendiri pernah singgah ke daerah itu, tujuan utama Sultan Syarif Ali ingin himpun kekuatan melawan Kerajaan Sambas (Kalimantan Barat) yang terindikasi bersekutu dengan Belanda yang telah khianati perjanjian setia dan mencuri mahkota Kerajaan Siak. Negeri atau bandar ini nantinya sebagai ujung tombak pertahanan ketiga setelah Bukitbatu dan Merbau, untuk menghadang penjajah dan lanun.

Maka bergeraklah armadanya di bawah pimpinan Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha pada awal Muharam tahun 1805 Masehi diiringi beberapa pembesar Kerajaan Siak, ratusan laskar dan hulu balang menuju Pulau Tebingtinggi. Mereka tiba di tebing Hutan Alai (sekarang Ibu Kota Kecamatan Tebingtinggi Barat).

Panglima itu segera menghujam kerisnya memberi salam pada Tanah Alai. Tanah Alai tak menjawab, Ia meraup tanah sekepal, terasa panas. Ia melepasnya. ”Menurut sepanjang pengetahuan saya, tanah Alai ini tidak baik dibuat sebuah negeri karena tanah Hutan Alai adalah tanah jantan, Baru bisa berkembang menjadi sebuah negeri dalam masa waktu yang lama,” kata sang panglima di hadapan pembesar Siak dan anak buahnya.

Panglima bertolak menyusuri pantai pulau ini. Lalu, terlihat sebuah tebing yang tinggi. ”Inilah gerangan yang dimaksud oleh ayahanda Sultan Syarif Ali,” pikirnya. Armada merapat ke Tebing Tanah Tinggi bertepatan tanggal 07 April 1805 Masehi. Di usia masih 25 tahun itu, dengan mengucap ”Bismillah” panglima melejit ke darat yang tinggi sambil memberi salam.

”Alhamdulillah tanah tinggi ini menjawab salam saya,” katanya. Tanah diraupnya, terasa sejuk dan nyaman. Ia tancapkan keris di atas tanah (lokasinya sekarang kira-kira dekat kompleks Kantor Bea Cukai Selatpanjang). Sambil berkata, “Dengarkanlah oleh kamu sekalian. Di tanah hutan tebing tinggi inilah yang amat baik didirikan sebuah negeri. Negeri ini nantinya akan berkembang aman dan makmur apabila pemimpin dan penduduknya adil dan bekerja keras serta menaati hukum-hukum Allah.” Panglima itu berdiri tegak di hadapan semua pembesar kerajaan, laskar, hulu balang, dan bathin-bathin sekitar pulau.

Keris yang dimiliki Tengku Bagus Saiyid Thoha Panglima Besar Muda Siak Sri Indrapura ini bernama Petir Terbuka Tabir Alam Negeri. Oleh panglima, daerah ini dinamakan Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi. Itulah nama asal muasal Kota Selatpanjang.

Setelah menebas hutan, membuka wilayah kekuasaan, berdirilah istana panglima besar itu. Pada 1810 Masehi Sultan Syarif Ali mengangkat Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha itu sebagai penguasa pulau.

Kala itu, sebelah timur negeri berbatasan dengan Sungai Suir dan sebelah barat berbatasan dengan Sungai Perumbi. Seiring perkembangan waktu bandar ini semakin ramai dan bertumbuh sebagai salah satu bandar perniagaan di Kesultanan Siak.

Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir Riau, menyebabkan pemerintahan Hindia Belanda ikut ambil dalam bagian penentuan nama negeri ini. Sejarah tercatat, pada masa Sultan Siak yang ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin, pada tahun 1880, pemerintahan di Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi dikuasai oleh JM Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi yang bergelar Tuan Temenggung Marhum Buntut (Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak).

Pada masa pemerintahannya di bandar ini terjadilah polemik dengan pihak Pemerintahan Kolonial Belanda yaitu Konteliur Van Huis mengenai perubahan nama negeri ini, dalam sepihak pemerintahan kolonial Belanda mengubah daerah ini menjadi Selatpanjang, namun tidak disetujui oleh JM Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi selaku pemangku daerah.

Akhirnya berdasarkan kesepakatan bersama pada tanggal 4 September 1899, Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi berubah menjadi Negeri Makmur Bandar Tebingtinggi Selatpanjang.

JM Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi mangkat pada tahun 1908. Seiring waktu, masa di awal Pemerintahan Republik Indonesia, Kota selatpanjang dan sekitarnya ini merupakan Wilayah Kewedanaan di bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Tebingtinggi.

Pada tanggal 19 Desember 2008, daerah Selatpanjang dan sekitarnya ini berubah menjadi Kabupaten Kepulauan Meranti memekarkan diri dari Kabupaten Bengkalis dengan Ibu Kota Selatpanjang.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/27122015/potretnewscom_vxwmn_176.jpg
Taman Cik Puan Selatpanjang. (foto: infomeranti.blogspot.com)

Taman Cik Puan dan Kolam Telaga Bening di tengah Kota Selat Panjang, punya nilai sejarah. Di taman Cik Puan ini banyak peristiwa terjadi dan bernilai sejarah. Sejak dari yang sederhana seperti tempat menampilkan pentas seni sampai peristiwa politik yang heroik juga selalu berlangsung di sini.

Pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti lepas dari induk Kabupaten Bengkalis beberapa agenda yang melibatkan massa yang besar berlangsung di arena ini, Taman Cik Puan menjadi saksi sejarah. Di samping itu, Kolam Telaga Bening di Jalan Merdeka tidak jauh dari Cik Puan Park adalah penopang air untuk masyarakat Selatpanjang.

Jika musim kemarau tiba kolam ini menjadi tumpuan untuk mendapatkan air buat mandi dan cuci bahkan untuk minum. Harapan ke depan, objek wisata yang ada di Kabupaten Kepulauan Meranti terus diperhatikan, dan masyarakat bisa menjaga dan melestarikan dengan baik. ***

Sumber:
https://www.kompasiana.com/dedihamid/

(Akham Sophian)
Kategori : Potret Riau
wwwwww