Uniknya Pemakaman Tionghoa di Bagansiapiapi

Uniknya Pemakaman Tionghoa di Bagansiapiapi

Ilustrasi. Kuburan warga keturunan Tionghoa yang dirusak orang di Bagansiapiapi, beberapa waktu lalu. (foto: kaskusloungepicturesvideo.blogspot.com)

Senin, 30 November 2015 11:46 WIB
BAGANSIAPIAPI, POTRETNEWS.com - Bila Anda berjalan-jalan di Kota Bagansiapiapi, jangan heran bila berkunjung ke pemakaman warga Tionghoa, khususnya yang beragama Buddha. Di sana Anda akan menemukan kuburan yang tidak lazim bagi warga kota, misalnya. Di dua pemakaman di kota itu, yaitu kuburan di Jalan Pelabuhan Baru, Kelurahan Bagan Barat dan di Kelurahan Bagan Jawa (Baja), Kecamatan Bangko, Anda akan melihat puluhan bahkan ratusan tumpukan dedaunan yang menutupi kuburan.

Itu bukan sampah atau kotoran, tetapi daun-daun itu, biasanya kajang dan atap rumbia yang digunakan untuk menutup mayat supaya membusuk. Proses pembusukan, di kedua pemakaman, seperti itu terbilang unik. Mayat atau jenazah dibaringkan di atas tanah kuburan, lalu ditutup rapat dengan kajang dan daun atap rumbia. Mayat-mayat itu dibiarkan begitu saja hingga membusuk dan yang tersisa hanya tulang belulang.

Meski jumlahnya terkadang bisa mencapai ratusan, namun bau mayat dari proses pembusukan itu tidak menyebar ke mana-mana. Proses pembusukan berlangsung bertahun-tahun dan alami, hingga akhirnya hanya menyisakan tulang belulang.

”Tiga tahun setelah dibaringkan di atas tanah makam, barulah mayat-mayat itu tinggal tulang-belulang. Tulang-tulangnya kemudian diambil, dimasukan ke dalam tempat khusus seperti guci lalu diletakan di dalam rumah penyimpanan guci yang ada di komplek pemakaman. Selama penyimpanan itu tidak dipungut biaya,” jelas Teng Guan Tio (65 tahun) sesepuh warga Tionghoa Bagansiapiapi, yang juga pengurus Yayasan Ing Hok Kim yang mengelola kedua pemakaman umum khusus untuk etnis Tionghoa beragama Buddha. Kuburan di Kelurahan Bagan Barat terbilang masih baru, sedangkan di Kelurahan Bagan Jawa sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

”Kuburan yang di Kelurahan Bagan Jawa itu sudah lama betul, sejak saya belum lahir sudah ada. Kuburan itu sejak zaman Belanda sudah ada. Sedangkan kuburan di Jalan Pelabuhan Baru itu mulai ada sejak tahun 1950-an,” tambah Teng Guan Tio.

Selain kedua pemakaman itu, di sekitar Bagansiapiapi juga banyak ditemukan kuburan Tionghoa yang letaknya terpisah-pisah, seperti di Jalan Siak ujung. Kuburan itu, kata dia, jauh lebih tua dari kuburan yang ada di kedua pemakaman ini.

”Zaman dulu orang Tionghoa di Bagansiapiapi banyak punya kebun di atas sana (termasuk di Jalan Siak ujung). Mereka yang meninggal dikuburkan terpisah-pisah. Biasanya mereka dikuburkan di tanah masing-masing. Tapi kini kuburan-kuburan itu banyak yang kosong, dan tulang belulang mereka sudah dipindahkan ke pemakaman yang ada sekarang,” ucapnya.

Dan kini, setelah lebih dari setengah abad, kata Teng Guan, sudah belasan ribu orang dikuburkan di pemakaman di Kelurahan Bagan Barat dan Bagan Jawa. “Sampai sekarang lebih dari 10.000 kerangka orang yang ditanam di kedua pemakaman itu. Karena kedua makam ini dikelola yayasan, maka tiap ahli waris dikenakan ongkos sikit saja untuk ongkos pekerja. Tidak untuk dagang. Tapi semata-mata untuk sosial,” jelas pria yang juga aktif di Yayasan Perguruan Wahidin Bagansiapiapi ini.

Tiap tahun di saat perayaan Cheng Beng (Sembahyang kubur), seperti pada 25 Maret sampai 14 April lalu, kedua komplek pekuburan ini ramai dikunjungi warga Tionghoa. “Mereka datang dari mana-mana. Mereka adalah anggota keluarga, anak, cucu, buyut yang kakeknya dimakamkan di sana,” ucap Teng Guan. ***

Sumber:

https://www.jia-xiang.biz/pemakaman-unik-di-bagansiapiapi/

(M Yamin Indra)
Kategori : Potret Riau
wwwwww