Urgensi Kartu Identitas Anak di Indonesia

Urgensi Kartu Identitas Anak di Indonesia

Ilustrasi/KIA atau KTP anak.

Selasa, 16 Februari 2016 11:10 WIB
PERATURAN Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2 Tahun 2016, mewajibkan semua anak berusia di bawah 17 tahun memiliki Kartu Identitas Anak (KIA). Tujuannya untuk meningkatkan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik, serta sebagai upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara. Menurut Zudan, KIA adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah, yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota.

Untuk tahap awal sudah ada sepuluh daerah yang memprogramkannya. Selanjutnya menyusul 50 kabupaten kota dengan menggunakan dana dari APBN. Diharapkan secara bertahap seluruh Indonesia sudah menerapkan kepemilikan KIA bagi warganya. Syarat-syaratnya pun didesain tidak sulit bagi anak yang ingin mengurusnya.

Bagi anak yang baru lahir, KIA akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan akta kelahiran. Bagi anak yang belum berusia 5 tahun, tetapi belum memiliki KIA, orangtua harus memenuhi persyaratan administrasi, yaitu menyiapkan fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta kelahiran. Lalu, menyiapkan kartu keluarga asli orang tua/wali. Selanjutnya, menyiapkan KTP asli kedua orang tua/wali.

Kemudian, bagi anak yang telah berusia 5 tahun, tetapi belum memiliki KIA, orangtua harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu menyiapkan fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta kelahiran aslinya. Kemudian, menyiapkan kartu keluarga asli orang tua/wali. Selain itu, membawa KTP asli kedua orang tua/wali, dan membawa pas foto anak berwarna, ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar. KIA akan diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota setempat.

Banyak pihak mempertanyakan urgensi kartu identitas anak. Bukankah sudah ada kartu pelajar sebagai pengenal bagi anak yang masih sekolah? Memang ada anak yang belum sekolah dan tidak sekolah. Sebesar apa manfaat KIA sehingga mesti digelontorkan anggaran dari APBN dan nantinya APBD untuk itu. Kemendagri menganggarkan Rp 8,97 miliar untuk pembuatan KIA 50 daerah dengan harga per keping Rp 1.400. Sebab jika hanya untuk pendataan, semua anak sudah terdaftar di dalam kartu keluarga.

Menurut versi Kemendagri, penerima kartu tersebut bakal mendapat sejumlah keistimewaan yang bermanfaat bagi pemiliknya. KIA tersebut bisa digunakan sebagai jati diri anak sehingga bisa melakukan transaksi sendiri baik di dunia perbankan atau transaksi jual beli lainnya sesuai persetujuan pemerintah daerah dengan pihak terkait. Pemilik KIA juga kalau belanja bisa mendapat diskon atau potongan harga di tempat-tempat tertentu yang sudah menjalin kerjasama.

KIA akan berjalan paralel dengan e-KTP. Penerbitan KIA akan sangat tergantung status kependudukan orangtuanya yang notabene sudah memiliki e-KTP. Perbedaan KIA dan e-KTP adalah dalam penggunaan chip. E-KTP menggunakan chip, sedangkan KIA tidak. Perbedaan ini membuat anggaran bisa lebih dihemat. Ini diharapkan bisa membuat anak lebih mandiri dan memiliki kartu identitas tersendiri.

Meski ada yang kontra, program ini tetap jalan mulai awal tahun ini. Direncanakan pada 2017, semua anak di Indonesia sudah memiliki KIA. Kartu ini akan menjadi identitas secara nasional, sama dengan e-KTP. Setiap akses anak, termasuk ke urusan pemerintahan, perbankan dan keseharian akan menggunakan satu kartu yakni KIA.

Untuk menghindari kesan pembuatan KIA ini bukan sekadar proyek untuk menghasilkan uang, pemerintah mesti membuktikan manfaat KIA ini. Bukan sekadar kartu identitas saja, namun benar-benar bisa mengakses berbagai urusan anak-anak. KIA harus berfungsi menjamin hak konstitusional anak, meski tetap tak lepas dari tanggung jawab orangtua. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww