Menjaga Netralitas PNS, TNI dan Polri

Menjaga Netralitas PNS, TNI dan Polri

Ilustrasi.

Selasa, 13 Oktober 2015 09:27 WIB
SEMUA pasangan calon yang maju di Pilkada serentak pasti menginginkan menang. Untuk meraih kemenangan, berbagai strategi dirancang dan dilakukan. Mereka mengincar para pemilih yang potensial dalam jumlah yang besar. Kelompok PNS, TNI dan Polri memiliki jumlah yang tak sedikit. Sistem komando dan hirarkis di tiga lembaga ini, membuat upaya mengarahkan mereka ke satu tujuan, relatif lebih mudah. Itu sebabnya, dalam makna positif, jika ada program pemerintah yang ingin disosialisasikan, relatif lebih mudah melalui PNS, TNI dan Polri.

Sebab selain tingginya solidaritas terhadap sesama anggota, loyalitas PNS, TNI dan Polri, masih tinggi kepada atasannya. Itu sebabnya, banyak pihak ingin mempolitisasi ketiga lembaga ini. Mereka diarahkan mendukung dan melakukan apa yang diinginkan orang yang berkepentingan.

Apalagi dalam proses Pilkada seperti ini, banyak calon berkepentingan mendapat dukungan PNS, TNI dan Polri. Padahal, TNI dan Polri tak memiliki hak suara dalam Pilkada. Keduanya tak boleh berpolitik secara praktis. Mereka dianggap sebagai benteng negara untuk menjaga keutuhan bangsa sehingga tak bisa berpihak atau berpolitik.

Sementara PNS meski memiliki hak memilih, tak bisa berpolitik. Mereka dilarang menjadi anggota partai. Hal ini mencegah terulangnya pengalaman buruk di masa Orde Baru. Saat itu birokrasi, TNI dan Polri menjadi alat melanggengkan hegemoni partai tertentu di Indonesia. Sistem politik yang dibangun sejak reformasi mengantisipasi upaya politisasi ketiga lembaga ini.

Meski sudah ada aturan yang jelas melarang, upaya politisasi tetap saja terjadi. Memang Kapolri dan Panglima TNI sudah menggariskan netralitas sebagai harga mati. Siapa yang ketahuan akan dijatuhi sanksi tegas. Peluang politisasi tetap terbuka, mengingat yang dilarang berpolitik hanya anggota TNI dan Polri, sedangkan keluarganya masih bisa.

Artinya, calon kepala daerah yang mengincar suara keluarga TNI dan Polri masih berpeluang melakukan pendekatan melalui jalur komando. Panwas mesti memberi perhatian khusus. Sebab modusnya pada masa lalu dilakukan secara tertutup dalam arisan atau pertemuan informal. Harus dicegah arahan untuk memilih calon tertentu, yang biasanya hanya karena faktor kedekatan.

Khusus bagi PNS, politisasi kerap dilakukan calon petahana. Sejak awal sudah didesain agar PNS memilih calon yang sudah didukung atasan. Bahkan ada yang menjadi tim sukses yang bertugas menggarap pemilih. Biasanya ada janji jabatan tertentu jika yang didukungnya menang.

Netralitas PNS, TNI dan Polri merupakan prasyarat terselenggaranya Pilkada serentak. Demokrasi akan ternodai jika mereka dipolitisasi. Mari sama-sama menjaga netralitas ketiga lembaga tersebut. Pilkada serentak harus menghasilkan kepala daerah yang benar-benar pilihan rakyat untuk kemajuan bangsa dan negara. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww