Mungkinkah Perizinan tanpa Biaya?

Mungkinkah Perizinan tanpa Biaya?

Ilustrasi perizinan.

Rabu, 07 Oktober 2015 05:47 WIB
PRESIDEN Jokowi terus merilis berbagai kebijakan baru untuk mencegah Indonesia terpuruk lebih dalam lagi hingga akhirnya perlahan bangkit lagi dari krisis ekonomi global yang terus menekan. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih berlanjut, begitu juga di pasar saham terus melorot. Meski begitu, Indonesia relatif bisa bertahan dibanding negara-negara jiran, bahkan diprediksi bakal pulih lebih cepat lagi. Sudah sejak lama pengusaha mengeluhkan biaya tinggi. Banyak biaya siluman yang mesti dikeluarkan, jika usaha mau langgeng. Pelakunya bukan hanya preman, tetapi banyak oknum aparat pemerintah dengan mengatasnamakan aturan dan pengawasan.

Biaya siluman yang termasuk besar harus dikeluarkan pengusaha, terutama di daerah adalah ketika mengurus izin. Entah disengaja atau tidak, dalam aturan atau Perda tak ada dicantumkan berapa biaya izin. Paling diatur tentang syarat-syarat atau kelengkapannya dan retribusi yang mesti dibayar.

Celah ini dimanfaatkan aparatur pemerintah yang nakal. Banyak pemain dalam Pungli perizinan ini, mulai dari calo yang bisa orang non PNS, anggota DPRD, pejabat dan lain-lain. Permainan izin berlapis dan ujungnya adalah pejabat yang mengeluarkannya, bahkan tak jarang melibatkan Kepala Daerah.

KPK sudah berulang mengungkap korupsi perizinan. Seharusnya praktik Pungli ini sudah berkurang. Faktanya, pemerasan dalam mengurus izin masih dianggap biasa, terutama di daerah. Sebagian pengusaha malah menganggapnya sudah seperti aturan tak tertulis. Daripada dipersulit dan memang perlu, terpaksa harus membayar.

Pengusaha perlu didorong berani menolak pengurusan izin harus membayar. Jika dipaksa, mesti ada saluran pengaduan yang aman dan menjamin pengusaha yang melapor tidak dipersulit. Sayangnya pengusaha masih enggan mengadu karena mempertimbangkan kelangsungan usahanya. Apalagi tindak lanjut pengaduan sangat minim. Pelakunya jarang kena tindakan, kalaupun ada hanya sanksi administratif.

Sebagai mantan pengusaha, Presiden Jokowi sangat memahami bagaimana realitas pengurusan izin di Indonesia. Itu sebabnya dalam paket ketiga kebijakan ekonominya, ditekankannya penyederhanaan persyaratan, masa pengurusan lebih cepat dan tanpa biaya. Bahkan untuk tingkat pusat, diinstruksikan harus selesai dalam tiga jam.

Jika apa yang diinstruksikan Presiden Jokowi tersebut benar-benar dilaksanakan, ini lompatan besar dan luar biasa, meski ada apatisme dari pengusaha dan pengamat, apakah mungkin cepat dan bebas biaya? Sudah ada istilah yang populer di dunia birokrasi Indonesia, jika bisa dipersulit mengapa dipermudah? Ini perlu revolusi mental!

Kita mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi yang merevolusi pengurusan izin. Namun perlu pengawasan dan sanksi bagi yang melanggar. Bukan hanya birokrat saja, tapi juga pengusaha yang menyuap untuk memperoleh izin padahal tak memenuhi syarat harus ditindak. ***

(Farid Mansyur)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww