Perolehlah Ijazah Sarjana secara Legal

Perolehlah Ijazah Sarjana secara Legal

Ilustrasi ijazah palsu.

Jum'at, 25 September 2015 06:30 WIB
PERISTIWA memalukan kembali terulang dan mencoreng wajah dunia pendidikan Indonesia. Bak detektif, petugas Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menggerebek wisuda sarjana dari kampus yang sudah nonaktif, pekan lalu di Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Berapa jumlah pasti peserta wisudanya masih belum jelas karena penjelasan panitia selalu berubah-ubah. Namun, diduga ada lebih dari 1.000 orang yang menjalani prosesi yang seharusnya agung tersebut. Menristek Dikti M Nasir menyebutkan penggerebekan dilakukan karena kampus tersebut sebenarnya telah nonaktif. Diduga proses pembelajaran wisudawan tidak benar. Saat diwawancara petugas Kemenristek Dikti, ternyata wisudawan yang hadir di acara tersebut tidak paham dengan mata kuliah yang diikutinya. Namun, penyelenggara wisuda tersebut masih berkelit dan membantah kegiatannya ilegal. Polemik masih ramai di media massa dan bisa saja akan berakhir di ranah hukum atau pelan-pelan redup dengan sendirinya.

Bisnis ijazah masih laris manis di negeri ini. Pasarnya masih terbuka lebar, buktinya yang berminat masih banyak sehingga membuat para penjual ijazah masih tetap eksis. Ada beberapa modus penjualan ijazah, mulai dari paling kasar hingga halus atau setengah resmi. Cara kasar dengan memalsukan ijazahnya tanpa setahu kampus yang bersangkutan. Pengguna ijazahnya tak terdaftar sebagai lulusan kampus tersebut. Cara halus, yakni penerima ijazah terdaftar di kampus yang bersangkutan, namun proses pembelajarannya yang tidak sesuai ketentuan.

Proses pembelajaran yang tidak sesuai ketentuan ada beberapa jenis. Antara lain, kampusnya memang tidak memiliki legalitas untuk meluluskan mahasiswa namun tetap menerbitkan ijazah. Ada juga yang memiliki legalitas tetapi ada aturan yang dilanggar, seperti lama studi tak sesuai ketentuan.

Modus lain, prosesnya ada yang melanggar, seperti menyelenggarakan kelas jauh, padahal tak memiliki kewenangan untuk itu. Namanya kejahatan, penikmat ijazah palsu ini akan terus beroperasi selama masih ada peminatnya.

Mengapa kasus ijazah palsu ini masih tetap marak? Pertama, karena peminatnya masih tetap banyak. Untuk mencari pekerjaan, banyak perusahaan dan instansi yang masih menjadikan ketersediaan ijazah sebagai syarat utama. Meski dari segi keahlian sebenarnya layak untuk posisi tertentu, sering gagal karena tak memiliki ijazah sarjana. Akibatnya banyak yang menempuh jalan pintas, terutama yang ingin menyesuaikan posisinya di pekerjaannya. Misal, guru yang harus memiliki ijazah S1, meski sudah puluhan tahun mengajar.

Kedua, kasus ijazah palsu tak ditangani secara komprehensif. Ada banyak kasus yang hanya ramai di awal, tetapi redup kemudian. Bahkan ada yang didiamkan meski sebenarnya sudah terungkap ke permukaan. Kalaupun ada yang dibawa ke pengadilan, hanya pelaku di lapangan, sedangkan aktor intelektualnya bebas tak tersentuh. Akibatnya pelaku terus bergerilya mencari korban dan hanya tiarap jika razia sedang ramai.

Ketiga, pengawasan dari instansi terkait sangat lemah. Mestinya Kemenristek Dikti dan jajarannya jangan hanya menunggu bola. Padahal mereka memiliki orang yang cukup di daerah-daerah. Kita mengapresiasi Menteri M Nasir yang proaktif melakukan sidak ke kampus-kampus dan menggerebek wisuda ilegal. Diharapkan ada sosialisasi yang gencar bagi calon mahasiswa untuk membedakan mana kampus resmi dan tidak resmi. Upaya preventif akan lebih efektif dibanding setelah terjadi penjualan ijazah palsu, baru ada tindakan represif.

Terakhir, polisi harus konsisten menerapkan hukum bagi pengguna dan penyedia ijazah palsu. Kemenristek Dikti tak perlu segan-segan membawa kasus ijazah palsu ke ranah hukum. Daripada berpolemik di media massa, mengapa tak menyeret para aktor intelektualnya ke polisi. Sesuai UU, semua pihak yang menyalahgunakan fungsi dan peran pendidikan tinggi, termasuk memberikan gelar akademik yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, bisa dikenai sanksi pidana. Dalam kasus ijazah aspal ini, setidaknya pengurus yayasan dan rektor, bisa diproses hukum dan lembaganya ditutup.

Mental manusia Indonesia perlu direvolusi, agar malu mempunyai ijazah ilegal. Calon mahasiswa dididik sejak dini agar jika ingin memeroleh ijazah di kampus yang legal. Dengan kemajuan teknologi sekarang sudah mudah untuk mengecek suatu kampus legal atau tidak legal. Informasinya sudah tersedia di website milik Kemenristek Dikti. Ijazah resmi bukan hanya di universitas negeri, juga bisa diperoleh di kampus swasta.***

(Akham Sophian)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww