Kesaksian Bendahara BPKAD Kepulauan Meranti soal Uang Korupsi Dipakai Beli Sepatu Rp60 Juta untuk Bupati M Adil

Kesaksian Bendahara BPKAD Kepulauan Meranti soal Uang Korupsi Dipakai Beli Sepatu Rp60 Juta untuk Bupati M Adil

Bendahara BPKAD Kepulauan Meranti, Dahlia hadir menjadi saksi sidang lanjutan kasus korupsi yang menjerat Bupati Kepulauan Meranti nonaktif M Adil, Kamis (9/11/2023).

Jum'at, 10 November 2023 14:04 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Sering disebut di sidang sebagai penerima uang setoran untuk Bupati nonaktif Muhammad Adil, bendahara BPKAD Kepulauan Meranti, Dahlia hadir menjadi saksi, Kamis (9/11/2023). Dahlia dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dahlia hadir menjadi saksi dalam perkara dugaan korupsi yang menyeret Muhammad Adil sebagai pesakitan.

Dalam hal ini, Dahlia dimintai keterangan perihal pemotongan sebesar 10 persen dari pencarian Uang Pengganti (UP) dan Ganti Uang (GU) dari seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di Kabupaten Kepulauan Meranti. Uang tersebut, disetorkan kepada Bupati Adil.

Banyak saksi yang hadir dalam sidang sebelumnya, menyebut nama Dahlia sebagai orang yang bertugas menerima uang setoran untuk Bupati itu.

Dahlia diketahui mendapat perintah dari eks Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, yang sudah dinyatakan bersalah dalam kasus suap kepada Bupati Adil terkait proyek umroh, untuk mengumpulkan uang setoran UP dan GU dari seluruh OPD.

Mulai dari Dinas pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas PUPR, BPBD, Dinas Sosial Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.

Kemudian Dinas Perkrim, Disdukcapil, Dinas Pemberdayaan Desa, Dishub, DMPTSP, Dinas Perindustrian dan Bapenda. Dahlia juga menerima titipan dari Kabag Ekonomi Setdakab Meranti, Sekwan DPRD Meranti dan juga dari Kesbangpol.

JPU KPK menanyakan seperti apa sebenarnya perintah Fitria Nengsih, sehingga Dahlia ditunjuk sebagai pengumpul uang sebelum disetor kepada bupati.

''Kata Buk Fitri, Pak Bupati minta, Buk Fitri minta bantu saya,'' aku Dahlia.
''Saudara saksi tahu itu berapa jumlah uang yang dititipkan itu?'' tanya JPU KPK.

Dahlia menuturkan tidak tahu. Karena alasannya, ia takut menyimpan uang lama-lama.
"Pada kesempatan pertama saya akan langsung serahkan ke Bupati atau Fitria,'' jawabnya, dilansir dari tribunpekanbaru.com.

JPU, lalu kembali melontarkan pertanyaan. Seandainya Fitria Nengsih tidak ada di Kepulauan Meranti atau sidang dinas luar kota, bagaimana teknis penyetoran uang kepada Bupati.

Ternyata dipaparkan Dahlia, uang dititipkan ke sejumlah ajudan Bupati Adil.
''Kalau tidak ada ibuk (Fitria Nengsih, red), (diserahkan) ke Yogi Angga, Fadhil,'' ungkap Dahlia membeberkan sejumlah nama ajudan Adil.

Pada kesempatan itu JPU KPK juga membacakan keterangan Dahlia yang tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

”Selama menjalankan perintah tak pernah menikmati uang yang dikumpulkan tersebut. Hanya pernah dibelikan cincin emas oleh Fitria Nengsih pada Juli 2022 seharga Rp9 juta,'' ujar JPU membacakan BAP itu.
Atas BAP itu, Dahlia tak menampiknya. Kemudian JPU KPK bertanya, bagaimana Fitria Nengsih yang merupakan atasannya di BPKAD Kepulauan Meranti, bisa percaya kepadanya.

''Semua yang saya jemput Buk Fitria sudah tahu jumlahnya, jadi tidak mungkin diselewengkan,'' ulas Dahlia.

Ternyata, selain langsung diserahkan langsung ke Fitria Nengsih, ada juga uang yang dimasukkan ke rekening. Rekening itu atas nama Dahlia. JPU kemudian bertanya untuk apa uang itu.

”'Untuk keperluan transfer, ke beberapa nama saya tak kenal. Saya juga pernah diminta transfer ke Angga, Fadhil dan anaknya (Fitria Nengsih),'' jelas Dahlia.

Selain itu uang dalam rekening itu juga digunakan untuk membayar belanja Fitria Nengsih. Beberapa belanjaan itu merupakan barang yang dibelikan untuk terdakwa Adil. Salah satunya, Dahlia menyebutkan, sebuah sepatu seharga Rp60 juta.

''Pernah ditunjukkan gambar sepatu Rp60 juta (oleh Fitria Nengsih) untuk Bupati,'' terang Dahlia.

Untuk diketahui, Adil dalam hal ini didakwa melakukan 3 dugaan korupsi sekaligus. Tiga kasus dugaan korupsi yang menjerat Adil di antaranya pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023.

Penerimaan fee jasa travel umrah dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

JPU KPK dalam dakwaannya, mendakwa M Adil melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Dalam dakwaan pertama disebutkan M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan.

Terdakwa diketahui meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa.

Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan kepada Kepala OPD. Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.

Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang.

Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.

Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. "Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8," ucap JPU Ikhsan Fernandi.

Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta.

PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022.

PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih.

Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp 14 ,7 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp 750 juta.

Kemudian dalam dakwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri. "Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar," jelas JPU Irwan Ashadi.

Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022.

"Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis.***

Editor:
Abdul Roni

Kategori : Hukrim, Meranti
wwwwww