Home > Berita > Umum
Ini Kata Tim Kajian Ilmiah

Kompang Berarak Bengkalis Disiapkan Sebagai WBTB, Lanjut Berproses Sampai Ke Unesco

Kompang Berarak Bengkalis Disiapkan Sebagai WBTB, Lanjut Berproses Sampai Ke Unesco

Salim, Rifki, Raihan dan Jefri saat shooting film Sang Penabuh Kompang, Agustus 2021 silam.

Kamis, 24 Maret 2022 18:12 WIB
Junaidi Usman

BENGKALIS, POTRETNEWS.com — Kompang, salah satu seni budaya Melayu yang terus berkembang dari waktu ke waktu di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau tengah disiapkan untuk diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Proses pengusulan yang difasilitasi Dinas Kebudayaan Provinsi Riau ini telah berlangsung sejak sepekan ini diketuai oleh Attayaya Yar Zam dibantu fotografer dan penulis sejarah Bayu Amde Winata serta seniman Hendra Burhan.

Hasil kerja Tim Kajian Ilmiah WBTB Kompang Berarak Bengkalis selama 60 hari kalender sampai 2 pekan setelah idul Fitri 1443 H yaitu 27 Mei 2022 dengan menyampaikan laporan hasil kerja ke Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. Selanjutnya, hasil kerja tadi akan dijadikan buku yang berisi 5 bab dengan jumlah halaman berkisar 70an halaman.

"Hasil kerja tim berbentuk laporan mengikut format tulisan laporan dari Unesco (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/ Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang telah diterjemahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI terdiri dari lima bab. Bab pertama tentang sejarah budaya (Kompang) yang diteliti/ dikaji, kemudian aspek sosial, siapa pelaku, bagaimana hubungannya antar sesama manusia, dengan alam, pengaruh alam terhadap budaya ini. Bab 3 tentang nara sumber, usia nara sumber, berapa lama budaya ini dilaksanakan di daerah, respon masyarakat dan pemerintah. Bab 4 tentang pelaksanaan budaya ini. Apakah terlaksana sedikit di masyarakat, sedang berkembang atau pun sudah sangat berkembang atau bertahan segitu saja yang akan dinilai oleh tim tadi. Bab terakhir, kesimpulan dan saran dari tim terhadap Dinas Kebudayaan yang memberikan tugas," kata Ketua Tim, Attayaya Yar Zam kepada potretnews.com, Selasa (22/03/2022) kemarin.

Attayaya Yar Zam yang saat ini adalah Fungsional Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pekanbaru menambahkan, secara bertahap, setelah kajian ilmiah berbentuk laporan tadi selesai, diserahkan ke Dinas Kebudayaan Provinsi Riau yang selanjutnya melakukan upaya pencatatan dan pendaftaran warisan budaya Kompang Berarak Bengkalis ke Kemdikbud RI, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti).

"Ketika sudah disahkan maka akan diberikan satu penetapan bahwa Budaya Kompang Berarak Bengkalis itu merupakan Warisan Budaya Tak Benda Provinsi Riau yang berasal dari Bengkalis. Penetapan ini melalui kerja tim penilai di kementerian tadi. Kompang ini bentuknya seni pertunjukan maka tim penilainya banyak orang-orang yang ahli tentang seni pertunjukan, musik, lagu juga alat musiknya. Tim akan menilai semuanya. Jika telah selesai ditetapkan oleh Kemendikbud dengan mengeluarkan satu Sertifikat Penetapan yang di-SK-kan presiden melalui menteri (Dikbud), upaya berikutnya adalah dengan mencatatkan Kompang Berarak Bengkalis ke Unesco yang membidangi pendidikan dan kebudayaan dunia di PBB sebagai warisan dunia atau disebut World Heritage. Upaya kita sampai ke sana, butuh tahapan, butuh waktu dan butuh dukungan untuk sampai ke sana," beber Ketua Tim didampingi dua anggota handalnya saat selesai makan malam di meja nomor 17 Cafe Arabika, Jalan Ombak, Dumai.

Diungkapkan Attayaya Yar Zam, rasa penasaran akan kebenaran dilaksanakan di masyarakat atau hanya sebuah cerita akan Kompang Bengkalis membuat tim bekerja penuh semangat seakan tidak mengenal lelah saat melihat langsung di lapangan segala hal yang berkaitan dengan seni budaya ini.

"Latihan dilakukan di salah satu rumah anggota atau rumah ketua kelompok pada malam hari bakda Isya dengan waktu yang panjang. Latihan berpindah-pindah pada malam berikutnya. Ketika membaca kitab yang mereka lantunkan, kadang-kadang sampai dinihari karena panjangnya surat yang dibaca. Walaupun beberapa bagian surat dipotong saat tim berada di lokasi, tetap saja tim hingga larut malam masih berbincang-bincang dengan para penggiat seni kompang ini maupun para ketuanya yang telah sepuh. Bertanya banyak hal hingga detail tentang kompang, melihat cara menabuh kompang, mendengar lantunan Sholawatan. Mereka latihan, diselingi menjawab pertanyaan tim membuat anggota kelompok bersemangat dan tidak merasa terganggu, membuat tim juga penuh semangat sehingga bubar pun hingga dinihari.

Ahmad Cukup dari Dusun Simpang Merpati Desa Meskom, Jailani akrab disapa Sulong dari Desa Senggoro dan Salim Desa Bantan Tengah adalah 3 orang narasumber utama yang telah berusia 70an tahun. Abdul Halim Desa Teluk Latak, Anuar dan Usman di Meskom, Zul Senggoro, Umar Kuala Alam, Nartik Bantan Air Ketua Kelompok Kompang Perempuan Dusun 5 juga di situ ada Jauhari, Mursidin Ketua Grup Kompang Dusun Meranti Belah yang juga hadir Mbah Rohmat guru kompang ayah dari Mursidin tadi yang juga hadir grup kompang bapak-bapak, ibu-ibu serta pemuda adalah para narasumber pendukung.

Diterangkan Attayaya Yar Zam, dari narasumber Ahmad Cukup diketahui bahwa Kompang Bengkalis berasal dari seorang (suku) Jawa yang tinggal di Malaysia bernama Mad Dong pindah ke Rupat sekitar tahun 1890 lalu pindah ke Meskom sekitar 1890 akhir atau 1900 awal. Di Meskom, Mad Dong mengajar kompang kepada Tok Ibrahim. Ibrahim mengajarkan kepada Tok Usu Ahmad Cukup. Ahmad Cukup adalah generasi kedua dari Mad Dong. Ini dari Desa Meskom bagian Barat pulau Bengkalis.

Kemudian narasumber Salim di bagian Utara pulau Bengkalis pula mengungkapkan bahwa ada 1 kelompok pendatang umumnya dari Pacitan dan Kebumen dari pulau Jawa ke Bengkalis selain dari daerah-daerah lain. Saat itu, sekitar tahun 1923 Mbah Kisa telah masuk ke pulau Bengkalis bagian Utara. Mbah Kisa membawa beberapa kawan dan saudara membuat satu kelompok kesenian kompang. "Ini informasi dari Salim pembuat kompang, pemain kompang dan pernah membuat festival kompang di desanya dengan menggunakan dana pribadi," puji Attayaya Yar Zam.

Selanjutnya informasi dari Jailani alias Sulong bahwa kompang masuk ke Bengkalis berasal dari suku Jawa yang ada di Kampung Jawa, Muar Malaysia yang pindah ke Bengkalis membuka kebun dan ladang yang juga membawa budaya kompang ke Bengkalis.

''Antara kompang di bagian Barat dengan bagian Utara pulau Bengkalis memiliki ciri khas yang sangat menarik. Mereka pada dasarnya membaca kitab yang sama walaupun kitab itu disebut kitab barzanji. Pada halaman 111 ada Syaroful Anam yang dibacakan, dilantunkan ketika bermain kompang. Yang menarik, ketika kitab yang sama dilantunkan dengan cara yang berbeda serta pukulan yang berbeda tetapi keindahannya tetap sama," bebernya pula.

Kompang Melayu daerah Meskom punya ciri khas yang berbeda dengan yang Bantan di Utara. Perbedaan itu dikarenakan dibawa oleh orang yang berbeda. Ini yang akan dikaji oleh tim dengan berbagai narasumber utama tadi dan narasumber pendukung lainnya untuk dilaporkan ke Dinas Kebudayaan Provinsi Riau," tambahnya.

Ketua tim mengakui mendapat informasi kompang selama ini dari grup Hendra di Gobah, Pekanbaru dan Ibeth di Laman Tuan Kadi, Kampung Bandar Pekanbaru dan informasi-informasi lain dari pelaku kompang di Pekanbaru mengatakan di pulau Bengkalis banyak terdapat kompang.

"Ternyata setelah kami datangi, bukan banyak kompang tetapi sangat, sangat, sangat banyak. Ketika kami bertanya kepada berbagai sumber pendukung, kami memetakan hampir seluruh desa di pulau Bengkalis memiliki grup kompang. Karena salah satu tugas kami adalah memetakan di mana kah pelaku kompang, di manakah seni budaya ini dilaksanakan. Jadi peta pulau Bengkalis itu akan penuh dengan titik-titik grup kompang, pelaku kompang, pembuat kompang, pembuat baluh, pengrajin kulit sehingga mungkin peta pulau Bengkalis itu akan kami kasih warna kuning sebagai titik-titik tadi. Bayangkan, satu dusun di desa bagian Utara pulau Bengkalis memiliki 3-4 grup kompang, grup kompak remaja, grup kompang ibu-ibu dan grup kompang bapak-bapak. Jika grup ibu-ibunya tidak ada, remajanya dua grup ataupun bapak-bapaknya dua grup. Satu grup beranggotakan antara 15 sampai 20 orang. Jika satu desa memiliki 4 dusun maka satu desa memiliki 12 grup kompang. Di Kecamatan Bantan memiliki dua puluhan desa, dapat dibayangkan betapa banyaknya grup kompang di kecamatan ini, belum lagi di kecamatan Bengkalis," ungkapnya pula.

Dijelaskan Ketua Tim Kajian Ilmiah WBTB Kompang Berarak Bengkalis, jika di Pedekik ada tambahan bacaan Marawi atau Rawi yaitu bacaan antara beberapa lagu. Di Bantan Air mereka kurang mengetahui, kemarin Ahmad Cukup sempat membawakan contoh Marawi Syaroful Anam tadi.

"Salah satu item dalam formulir WBTB adalah aspek sosial, respon masyarakat yang salah satunya adalah respon anak muda. Ternyata respon anak muda atas warisan ini sangat bagus. Kami lihat di Meskom itu anggota grupnya anak muda. Di Desa Teluk Latak malah anggota grupnya anak-anak usia SD dan SMP, grup SMA beda lagi. Begitu juga di sekitar desa Senggoro, Kuala Alam. Apalagi di Kecamatan Bantan yang membuat sedikit kami terkejut ketika seorang anak muda yang rambutnya dicat hijau, gaya anak muda sekarang banget, tetapi dia main kompang dan pukulannya bersih. Ada juga satu lagi anak muda pakai baju kutung, mirip singket, kayak preman tapi duduk di samping Mbah Rokhmad yang pengajar utama. Iya belajar di sana dan pukulannya fasih, pukulannya itu khas sekali. Ketika reffren pukulannya menjadi khas karena dia dan satu orang anak muda lagi, bunyi "Pang"nya itu khas. Video-video yang kami ambil akan kami publikasikan atas izin Dinas Kebudayaan Provinsi Riau di Chanel YouTube Kebudayaan Riau setelah selesai laporan sementara, dan melalui proses editing. Semoga ini bisa bermanfaat. Amin," harap Ketua Tim Kajian Ilmiah WBTB Kompang Berarak Bengkalis, Attayaya Yar Zam di akhir wawancara tepat pukul 20.17 WIB yang bersiap melanjutkan perjalanan pulang ke Pekanbaru melalui Tol Permai. ***

Kategori : Umum, Bengkalis
wwwwww