Siasat Gubernur Kepulauan Riau di Proyek Reklamasi; Akali Izin Abu Bakar Seolah-olah untuk Budidaya Ikan

Siasat Gubernur Kepulauan Riau di Proyek Reklamasi; Akali Izin Abu Bakar Seolah-olah untuk Budidaya Ikan

Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun (kanan) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta. (ANTARA VIA MEDCOM)

Jum'at, 12 Juli 2019 18:28 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun kini mendekam di tahanan karena diduga korupsi proyek reklamasi. Terungkap adanya skandal jahat antara Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun dengan dua anak buahnya, Kadis Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan dan Kabid Perikanan Tangkap, Budi Hartono dalam rencana proyek reklamasi di wilayah kekuasaannya.?

Para pejabat daerah tersebut diduga telah menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya untuk memuluskan kepentingan pengusaha Abu Bakar dalam rencana proyek reklamasi. Mereka diduga bersiasat jahat untuk meloloskan kepentingan Abu Bakar.

Siasat jahat tersebut bermula saat Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) untuk dibahas di Paripurna DPRD Kepri. Nantinya, keberadaan Perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolan wilayah kelautan Kepri.

Setelah adanya rencana Perda tersebut, sejumlah pihak mengajukan izin untuk memanfaatkan laut dalam proyek reklamasi. Sejumlah pihak tersebut mengajukan izin agar kepentingannya diakomodir dalam RZWP3K Provinsi Kepri.

Salah satu pihak yang mengajukan izin tersebut yakni Abu Bakar. Pengusaha ?tersebut mengajukan izin untuk membangun resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare dalam rencana proyek reklamasi di Tanjung Piayu, Batam.

Padahal, rencananya reklamasi di Tanjungpiayu untuk dijadikan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.? Kepentingan Abu Bakar tersebut jelas tidak sesuai? rencana proyek reklamasi.

Namun kemudian, Nurdin Basirun, Edy Sofyan dan Budi Hartono melakukan skandal jahat. Skandal jahatnya tersebut yakni menyepakati untuk mengakali izin Abu Bakar agar sesuai dengan aturan rencana reklamasi di Tanjungpiayu.

Mereka meminta Abu Bakar untuk mendesign perizinannya tersebut. Sehingga, perizinannya tersebut didesign seolah-olah untuk kepentingan fasilitas budidaya. Perizinan tersebut kemudian dirancang dengan menyebut bahwa akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan.

Siasat tersebut berlanjut. Edy Sofyan ?diperintahkan oleh Budi Hartono untuk membantu melengkapi dokumen dan data pendukung, agar izin Abu Bakar segera disetujui. Namun, dokumen dan data pendukung yang dibuat Edy ternyata tidak berdasarkan analisis apapun.

Atas dugaan praktik koruptif tersebut, KPK menetapkan Nurdin Basirun sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir Kepri. Selain suap, Politikus NasDem tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi.

Dalam perkara suap izin rencana proyek reklamasi ini, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya. Ketiganya yakni, Kadis Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan (EDS); Kabid Perikanan Tangkap, Budi Hartono (BUH); dan pihak swasta, Abu Bakar (ABK).

Nurdin Basirun diduga menerima suap sebesar 11.000 Dollar Singapura dan Rp45 Juta dari pengusaha Abu Bakar. Uang tersebut diberikan secara bertahap oleh Abu Bakar untuk membantunya mendapatkan izin pembangunan resort dan kawasan wisata di area rencana proyek reklamasi.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyayangkan tindakan koruptif oleh para pejabat daerah tersebut.? Terlebih, tindakan koruptif yang dilakukan oleh Gubernur Kepri dan dua anak buahnya berkaitan dengan sumber daya alam.

"KPK menyesalkan ketidakpedulian terhadap pengelolaan sumber daya alam yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dengan mulai kerugian yang tidak sebanding dengan investasi yang diterima," tekan Basaria di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Juli 2019.

Skandal jahat Gubernur Kepri tersebut juga disoroti oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Ketua Harian DPP KNTI, Martin Hadiwinata menyatakan bahwa semua proyek reklamasi yang selama ini berjalan di sejumlah pesisir Indonesia melanggar hukum. Banyak modus korupsi di dalam proyek tersebut.

"Modus korupsi dalam proyek reklamasi dapat dikategorikan dalam tiga bentuk yaitu: (1) suap perizinan dalam izin lokasi dan izin pelaksanaan, (2) suap terhadap anggota DPR terkait peraturan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K); hingga (3) pengelabuan dokumen lingkungan hidup (AMDAL)," ungkap Martin kepada Okezone, Jumat (12/7/2019).

Menurut Martin, reklamasi merupakan proyek koruptif yang berdampak buruk bagi kehidupan para nelayan dan kehidupan pesisir. Sebab, dampak buruk dari proyek reklamasi dapat membunuh secara langsung maupun tidak langsung kehidupan warga daerah pesisir.

"Sehingga ini menjadi ancaman terhadap kehidupan nelayan dan lingkungan perairan pesisir," katanya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari KNTI, terdapat 141 titik di Kepri yang akan direklamasi. Namun, 141 titik tersebut berkurang menjadi 42 setelah diverifikasi oleh KPK.

Dalam draf Perda RZWP3K versi Januari 2019, terungkap bahwa masih ada 38 titik reklamasi yang akan dilakukan dalam kawasan wisata, permukiman non-nelayan, zona industri, bandar udara, fasilitas umum, hingga zona jasa perdagangan. ***

Berita ini sudah tayang di harianjogja.com dengan judul ”DUGAAN KORUPSI : Begini Siasat Jahat Gubernur Kepulauan Riau di Proyek Reklamasi”

Editor:
Akham Sophian
Kategori : Hukrim
wwwwww