Misteri Suara Desahan di Penjara ”Mewah” Lapas Sukamiskin

Misteri Suara Desahan di Penjara ”Mewah” Lapas Sukamiskin

Ilustrasi/Saung di dalam LP Sukamiskin. (foto: detikcom)

Senin, 23 Juli 2018 08:10 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Borok – borok di LP Sukamiskin Bandung sebenarnya sudah menjadi semacam rahasia umum. Hanya saja, menjadi sulit ditutup-tutupi saat Satgas KPK menggelar operasi senyap di LP yang dipimpin Wahi Husen Jumat hingga sabtu (21/7/2018) dini hari. Media beberapa kali sempat berkunjung ke lapas yang dibangun arsitek Belanda, Wolff Schoemaker itu. Terakhir, 18 Juli 2017 lalu.

Melansir FAJAR (Jawa Pos Group), saat itu, seorang ibu muda sedang asyik bermain dengan anaknya yang masih kecil di salah satu saung (bungalo). Saung itu milik suaminya, seorang napi korupsi yang terlilit kasus suap impor.

Berselang beberapa menit, ibu itu menyerahkan anaknya kepada suster. Ia kemudian menuju ke area belakang. Di tangan kanannya, ada sebuah kunci. FAJAR mengikuti. Kebetulan juga sedang ingin buang air kecil.

Ibu muda itu membuka ruangan yang letaknya bersebelahan dengan toilet. Di atas pintu ruangan itu, ada tulisan "Gudang". Penulis sempat melihat saat ibu itu bergegas masuk.

Tak sampai melihat seluruh isi kamar, tetapi nampak jelas ada tempat tidur. Tak jauh beda dengan tempat tidur yang ada di hotel bintang tiga di Bandung.

Dari toilet, saya kembali ke Saung milik salah satu penghuni lapas. Belum sempat duduk, suami dari ibu muda itu datang. Mungkin dari kamarnya. Ia tak langsung menuju Saungnya. Pria berkumis lebat itu mengikuti jalur yang dilalui ibu muda tadi.

Penasaran, FAJAR kembali ke toilet. Mungkin jedahnya sekitar lima menit, sejak suami ibu muda itu menuju "Gudang".

Saat melintas di depan ruangan itu, suara aneh terdengar. Seperti orang mendesah. Desahannya sangat jelas. Namun, FAJAR tidak sempat berlama-lama di sana. Takut ketahuan menguping.

Tulisan "Gudang" di atas ruangan itu hanya kamuflase. Pada kunjungan sebelumnya, FAJAR mendengar cerita tentang bilik asmara itu. Dari sumber berinisial A, kamar itu sengaja disiapkan bagi penghuni yang ingin menyalurkan hasratnya.

Tentu harus bayar jika ingin menggunakannya. Rp500 ribu dan Rp1 juta. Di sana ada dua kamar. A sendiri adalah penjaga kamar itu. Tugasnya pegang kunci dan membersihkan.

Informasi yang beredar di Sukamiskin, bilik asmara itu dikendalikan oleh salah satu warga binaan. "Saya dapat gaji dari sini (jaga kamar)," ujar A, ketika itu.

Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) adalah salah satu penghuninya. Namun, saat ingin dikonfirmasi terkait kondisi terkni di lapas tersebut, IAS enggan berkomentar.

"Tabe, mohon maaf. Saya tidak bisa kasih info. Sebaiknya kita (Anda) hubungi petugas," kata Ilham via WhatsApp.

Selain bisnis bilik asmara, Lapas Sukamiskin juga menyediakan aneka fasilitas lain. Jika lelah, penghuni bisa refleksi. Salon juga tersedia.

Ketika malas olahraga di ruang terbuka, penghuni bisa menggunakan fasilitas gym. Bagi yang suka main musik, ruang nge-band tersedia alatnya. Pokoknya, apa saja ada di sana. Lengkap.

Bicara soal kamar, tiap penghuni memang beda-beda. Bergantung tingkat ketebalan dompet. Dari penelusuran FAJAR, kamar di Sukamiskin diperdagangkan. Ada salah satu penghuni yang jadi pemainnya.

Setiap ada penghuni yang habis masa tahanannya, oknum tersebut membeli kamar yang ditinggalkan. Harganya sampai 100-an juta. Oleh oknum itu, kamar direnovasi. Kasurnya diganti. Dilengkapi pendingan ruangan.

Cat diperbaharui semua. Dibikin wangi. Oknum tersebut mempekerjakan penghuni lain. Di sana, juga ada napi umum. Biasanya mereka yang jadi pesuruh. Tentu dengan upah atas tiap pekerjaan.

Kamar yang sudah dipermak itu lalu dijual kepada penghuni baru. Biasanya, calon penghuni yang latarbelakang pejabat memesan duluan kamar sebelum masuk Sukamiskin.

Harganya, empat sampai lima kali lipat dari modal awal yang memperdagangkannya. Kisaran Rp400 juta hingga Rp500 juta.

Hal ini pun dibenarkan salah satu pesuruh bupati dari Indonesia timur yang jadi tersangka korupsi. "Pesannya sama orang dalam. Napi juga. Kemarin dibayar Rp500 juta," beber NA.

Oknum yang memperdagangkan kamar tentu tak main begitu saja. Ia pun dapat lampu hijau dari oknum pejabat lapas. Ada jatah khusus pastinya.

Soal saung juga demikian. Tak semua penghuni memilikinya. Hanya sebagian kecil. Lagi-lagi, itu dimiliki penghuni berduit.

Seorang penghuni membeberkan kepada saya, jika bangun saung tak gampang. Pertama harus punya izin. Untuk mendapat izin, harus bayar Rp100 juta. Belum lagi bangunannya.

Satu bangunan saung sederhana umumnya menghabiskan Rp200 hingga Rp250 juta. Lengkap dengan kursi.

Rata-rata setiap saung punya pelayan. Biasanya napi umum. Tugas pelayan, selain membersihkan, juga harus menyiapkan minuman untuk pemilik saung dan tamunya. Kadang menyajikan dan memanasi sisa makanan yang dibawa keluarga pemilik.

Sebulan, mereka diupah Rp1,5 hingga Rp2 juta. Makanan mereka juga dijamin oleh pemilik saung yang memperkerjakan.

"Alhamdulillah, daripada tidak ada penghasilan sama sekali. Kadang juga saya diberi lebih," ujar AS, seorang pelayan saung.

Semua ini bukan rahasia lagi. Bahkan, penghuni dengan bebas mengakses telepon seluler di dalam. Dari pengamatan saya, setiap penghuni punya dua telepon. Bebas mereka gunakan.

Lainnya, setiap penghuni khususnya mantan pejabat punya jatah khusus keluar lapas. Sekali hingga dua kali setiap pekan. Istilahnya, agenda untuk berobat.

Padahal, dari penggamatan FAJAR, pejabat yang keluar untuk bertemu keluarga. Kabarnya, setiap jatah keluar dikenai biaya khusus untuk kapalas.

Selain punya saung, penghuni juga membuat kolam ikan di sekitar kawasan bersantai itu. Mereka kumpul-kumpul uang. Setelah jadi, diisi ikan hias.

Mantan pejabat pun masih bebas mengurus kerjaan dari balik lapas. Di saung masing-masing, kerap ada penghuni yang menandatangani berkas cukup banyak. Kadang juga lakukan rapat di sana.

Soal makanan tidak usah khawatir. Pesan apa pun ada. Makanan yang dijual sekelas restoran mahal. Ada ayam panggang, nasi bakar, dan lainnya. Serba ada pokoknya.

Kondisi ini sudah berlangsung lama. Makanya, tidak mengagetkan soal adanya OTT KPK tersebut. Bagaimana pun, Sukamiskan tak laik disebut penjara. Cocoknya, tempat istirahat dan rekreasi bagi para koruptor. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim
wwwwww