Home > Berita > Riau

Siasat Licik Bandar Narkoba; Gunakan Pola Terputus dan Jadikan Anak-anak sebagai Mata-mata

Siasat Licik Bandar Narkoba; Gunakan Pola Terputus dan Jadikan Anak-anak sebagai Mata-mata

Ilustrasi. (tribunnews.com)

Rabu, 01 November 2017 10:28 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Direktur Reserse Narkoba Polda Riau Kombes Pol. Hariono mengatakan, pola peredaran narkoba oleh para bandar sekarang ini lebih banyak menggunakan pola terputus. Pengedar atau kurir tidak akan bertemu langsung dengan bandar. Demikian pula dengan pembeli.

Komunikasi dilakukan lewat handphone. Setelah pesanan terkonfirmasi, pengedar atau kurir dituntun meletakkan barang haram tersebut di lokasi tertentu.

"Pola tersebut dilakukan untuk memutus rantai sindikat narkoba. Jika pengedar atau kurir tertangkap, maka bandarnya tidak akan terdeteksi. Karena pengedar atau kurir tidak akan tahu siapa bandarnya," papar Hariono.

Pola itu pula yang dipakai bandar besar. Sementara kurir bisa saja didatangkan langsung oleh pembeli narkoba.

Selanjutnya dilakukan komunikasi untuk memastikan barang (narkoba) yang dipesan bisa diambil atau dijemput. Seperti dengan menjanjikan di suatu tempat namun kurir hanya meninggalkan saja narkoba yang dipesan.

"Nah dalam kondisi seperti itu pemesan tahu siapa yang membawa barang (narkoba) sebab dia berada di wilayah sekitar," ungkap Hariono. Dengan pola yang terputus seperti itu, kepolisian kesulitan mengungkap kasus narkoba hingga ke bandar besarnya.

"Hanya orang (konsumen) yang benar-benar dipercaya saja yang bisa bertemu langsung dengan bandar," tutur Hariono.

Seperti kasus pengungkapan di Kampung Dalam, Kecamatan Senapelan, Pekanbaru, dimana mereka sangat memikirkan keamanan bisnisnya.

Sampai memasang mata-mata di sekitar wilayah perumahan dan tak jarang itu adalah anak-anak. "Penjual atau bandar tidak akan mau bertemu langsung dengan konsumen. Mereka begitu memperhatikan sisi keamanannya," kata Hariono, dilansir potretnews.com dari tribunnews.com.

Demikian pula dengan bandar-bandar narkoba yang diduga berada di dalam lapas atau tahanan. Perencana di lapas tidak memegang barang dan tidak memegang uang. Jadi hanya memanfaatkan komunikasi saja.

Sampai Oktober 2017, Polda Riau dan jajaran sudah mengungkap lebih kurang sebanyak 1.100 kasus penyalahgunaan narkoba. Barang bukti yang berhasil disita yakni 68 kilogram sabu-sabu, 168 ribu pil ekstasi.

Dari gambarang angka tersebut, katanya, itu merupakan bentuk gencarnya pihak kepolisian untuk terus melakukan pengungkapan. Sementara wilayah Kabupaten Bengkalis dan Kota Pekanbaru menjadu dua tempat yang mendapat perhatian.

Dikatakan Hariono, Bangkalis menjadi lokasi masuknya narkoba. Sedangkan Kota Pekanbaru paling tinggi permintaannya atau penggunanya. "Jadi peredaran narkoba paling tinggi di Kota Pekanbaru. Karena permintaan juga tinggi. Nah Kabupaten Bengkalis menjadi pintu masuk karena wilayahnya yang strategis khususnya perairan," papar Hariono.

Ia mengungkapkan, untuk kasus pengungkapan peredaran narkoba dalam jumlah yang besar, biasanya menjadikan Bengkalis pintu masuk. Awalnya barang haram itu diangkut dari Malaysia, kemudian masuk ke Indonesia melalui Bengkalis dan Dumai.

"Nah kemana kemudian narkoba tersebut diedarkan itu yang belum termonitor. Kepada siapa dan siapa yang menjemput itu juga masih terputus. Sebab para bandar memang memanfaatkan pola terputus," ujar Hariono.

Meski demikian, kepolisian akan terus berupaya melakukan pengungkapan kasus narkoba secara maksimal. "Ada beberapa lokasi yang termonitor seperti diarahkan ke Medan dan Jambi," terang Hariono.

Untuk wilayah perairan menurut Hariono pengungkapan dilakukan setelah narkoba sampai ke perairan Indonesia atau sudah di darat. ”Itu dilakukan untuk lebih memaksimalkan dan memastikan barang bukti,” ucapnya. ***

Editor:
Jaka Abdillah

Kategori : Riau, Hukrim, Umum
wwwwww