Home > Berita > Riau

Meski Sudah Diminta Bersabar dalam Waktu yang Cukup Lama, Nasib 100 Honorer Riau Terkatung-katung

Meski Sudah Diminta Bersabar dalam Waktu yang Cukup Lama, Nasib 100 Honorer Riau Terkatung-katung

Ilustrasi.

Sabtu, 30 September 2017 16:22 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Nasib 100 tenaga honorer di Riau masih terkatung-katung, meskipun sudah diperintahkan untuk bersabar dalam waktu yang cukup lama. Ternyata, surat pertanggungjawaban mutlak (SPTJM) sebagai syarat pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) bagi 100 honorer ini juga tak terselesaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi II.

Bahkan dalam kunjungannya ke Riau, DPR RI lagi-lagi menunda persoalan ini dan berkilah akan membahas kasus ini bersama pihak yang lebih berkompeten.

"Begini saja. Ini nanti akan kita selesaikan di Senayan (DPR RI Senayan, Jakarta) bersama pihak terkait. Biar semuanya sama-sama enak. Kepala daerah bisa enak, mereka (100 honorer) juga enak," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy di Kantor Gubernur Riau, Jumat (29/9/2017).

Permasalahan mendasar dari SPTJM ini ialah terkait teknis administrasi dan kepastian dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mengeluarkan Nomor Induk Pegawai (NIP) untuk 100 orang yang dinilai telah kedaluwarsa.

Padahal, 100 tenaga honorer tersebut telah bekerja sejak tahun 2005 dan lulus menjadi PNS pada tahun 2015. Dan, hingga tahun 2016 prosesnya masih tetap berjalan sampai saat ini.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerahnya (Sekda) Ahmad Hijazi membeberkan kenapa Gubernur Riau saat ini, Arsyadjuliandi Rachman masih enggan menandatangani SPTJM tersebut. Padahal rekanan beda wilayah dari ke-100 calon PNS tersebut telah diangkat sebagai aparatur sipil negara (ASN) satu tahun silam.

"Ini semua seperti administrasi sudah sampai ke gubernur. Bahkan yang berlapis sekalipun sudah ditanda tangani oleh Sekda sebelum saya. Masalahnya dalam SPTJM ini ialah mengait-ngaitkan adanya sanksi pidana pada kepala daerah jika mereka ini nantinya terbukti memalsukan dokumen atau berbuat salah," paparnya dilansir potretnews.com dari riauonline.co.id.

"Pada saat itu juga kita sudah bersurat ke BKN, apakah mungkin draft ini bisa dihilangkan pada kata-kata sanksi pindananya. Mereka jawab tidak mungkin. Ini yang sekarang menjadi masalah," ujarnya. ***

Editor:
Muh Amin

Kategori : Riau, Umum, Pemerintahan
wwwwww