Inilah Istana Niat Lima Laras, Peninggalan Kerajaan Melayu di Pesisir Sumatera Utara yang Pernah Tunduk pada Kesultanan Siak
Istana Lima Laras di Kabupaten Batubara. (foto: semedan.com) |
Istana yang menghadap selatan itu memiliki empat anjungan di ke empat arah mata angin. Di depannya ada bangunan kecil tempat dua meriam berada. Hampir keseluruhan bangunan berarsitektur Melayu, terutama pada model atap dan kisi?kisinya. Tetapi ada juga beberapa bagian istana berornamen China. Kecuali batu bata, bahan bangunan seperti kaca untuk jendela dan pintu didatangkan dari luar negeri.Lantai pertama yang terbuat dari beton, dilengkapi balai rung atau tempat bermusyawarah. Di lantai dua dan tiga terdapat kamar?kamar dengan ukuran sekitar 6 x 5 meter. Total, istana ini memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela. Untuk naik ke tingkat dua dan tiga, selain tangga biasa di bagian luar, ada tangga berputar dengan 27 anak tangga dari bagian dalam.Jika berkunjung ke istana itu sekarang ini, jangan bayangkan masih bisa melihat tangga putar itu masih utuh. Beberapa anak tangga sudah hilang dan bagian tengah telah putus karena lapuk. Jangan berharap juga bisa melihat bekas singgasana atau peralatan tanda kemegahan kerajaan itu pada masa lampau, sebab sebagian besar perlengkapan istana sudah hancur atau raib.Datuk Muhammad Azminsyah (62), salah seorang cucu Datuk Matyoeda, beruntung masih menyimpan beberapa barang pusaka perlengkapan istana, seperti tempayan besar dengan ukiran naga, sejumlah barang pecah?belah, dua buah pedang dan sebuah tombak. Barang itu disimpan di rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari istana.Istana Lima Laras sekarang ini memang tengah dalam tahap perbaikan. Lantai satu dan dua bagian belakang istana sudah diperbaiki dan dicat. Perbaikan kecil itu sifatnya hanya menunda kehancuran, sebab bangunan utama di bagian depan masih berantakan. Dinding?dinding sudah bercopotan papannya, demikian juga atap dan lantai. Beberapa tiang penyangga yang terbuat dari kayu pun bernasib serupa.Menurut Maddin (70) yang sehari?hari menjaga istana tersebut, biaya perbaikan itu berasal dari pihak keluarga. “Bantuan pemerintah sudah lama tidak ada. Kalau hari?hari libur seperti lebaran ini, ada tambahan biaya perbaikan dari kutipan masuk Rp 500 per orang.” kata Maddin yang menyatakan bisa mengumpulkan Rp 30 ribu pada lebaran kedua.Harapan pemasukan memang hanya dari kutipan pengunjung. Celakanya. pengunjung yang hanya datang pada saat lebaran saja, itu pun didominasi anak?anak sekitar kampung. Selain masalah renovasi, jalan masuk ke lokasi juga rusak dan kumuhnya perkampungan bukan pemandangan yang layak untuk dijual ke turis domestik, apalagi asing.Renovasi terakhir yang dilakukan pemerintah hanya tahun 1980/1981 dengan biaya Rp 234 juta, saat masih dikelola Kanwil Depdikbud Sumut. Setelah diserahkan kepada Pemda Asahan sejak 14 September 1990, praktis tidak ada perbaikan apapun lagi. Padahal upaya melestarikan istana sangat penting mengingat sejarah dan nilai budaya yang dikandungnya.Istana Lima Laras tak lagi dihuni. Malam hari, tak ada penerangan berarti. Halaman istana juga ditumbuhi semak yang tingginya bisa mencapai satu meter lebih. Karena kondisinya itu, makanya pernah muncul di surat kabar berita yang memprihatinkan, istana Lima Laras menjadi tempat bermain judi. Tragis! Dilansir potretnews.com dari https://kbaa.blogspot.co.id/2009/06/istana-niat-lima-laras.html. ***Editor:
Muh Amin