Home > Berita > Riau

Kelompok Saracen Juga Terindikasi Terima Pesanan untuk Jatuhkan Nama Pejabat dan Politisi lewat Medsos

Kelompok Saracen Juga Terindikasi Terima Pesanan untuk Jatuhkan Nama Pejabat dan Politisi lewat Medsos

Kepala Sub Bagian Operasional Tim Patroli Cyber, AKBP Susatyo Purnomo (berkaos). (foto: kriminalitas.com)

Kamis, 24 Agustus 2017 04:24 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Sindikat penyebar berita bohong atau hoax yang menamakan dirinya Saracen ternyata juga kerap menyerang pejabat atau menjelek-jelekkan para politisi. Saat diperiksa polisi, kelompok yang beroperasi dari beberapa provinsi di Indonesia ini mengaku beraksi untuk mendapatkan uang. Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Polri, AKBP Susatyo Purnomo mengatakan ada orang yang memesan kepada kelompok Saracen agar menyebarkan hoax tertentu. Pemesan jasa Saracen biasanya ingin menjatuhkan citra tokoh tertentu.

”Tergantung pesanan, bisa menyasar ke pejabat publik, tokoh masyarakat, dan sebagainya,” kata Susatyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2017). Namun, mantan Kabagops Polres Jakarta Pusat ini enggan membeberkan nama pejabat yang dimaksud.

Dalam aktivitasnya tersebut, kelompok Saracen juga memberikan ruang untuk pemasang iklan. ”Dari iklan yang ada di lamannya, mereka juga mendapatkan sejumlah uang,” kata Susatyo, dilansir potretnews.com dari kriminalitas.com.

Karena hanya menyebarkan berita bohong dan provokatif berdasarkan pesanan, kelompok Saracen tidak hanya menyerang golongan tertentu. ”Yang mereka serang itu berasal dari berbagai kalangan karena tergantung pesanan,” ujar Susatyo.

Seperti diberitakan, kelompok Saracen beranggotakan tiga orang. Mereka yakni MFT (43), yang ditangkap pada 21 Juli 2017, SRN (32) yang ditangkap pada 5 Agustus di Cianjur, Jawa Barat, dan JAS (32) yang ditangkap di Pekanbaru, Riau, pada 7 Agustus lalu.

Dalam kelompok ini, JAS berperan sebagai ketua, MFT berperan di bidang media informasi, dan SRN sebagai koordinator grup wilayah. Atas perbuatannya, mereka terancam dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman maksimal paling lama tujuh tahun penjara. ***

Editor:
Muh Amin

Kategori : Riau, Umum, Hukrim
wwwwww