Home > Berita > Inhil

Kisah Pemuka Agama dari Kerajaan Indragiri, Tuan Guru Sapat, yang Kearifan dan Keilmuannya Diakui hingga Arab Saudi

Kisah Pemuka Agama dari Kerajaan Indragiri, Tuan Guru Sapat, yang Kearifan dan Keilmuannya Diakui hingga Arab Saudi

Makam Syekh Abdurrahman Siddiq Al Banjari (kiri), dan Tuan Guru Sapat semasa hidupnya.

Selasa, 02 Mei 2017 15:21 WIB
TEMBILAHAN, POTRETNEWS.com - Bupati Indragiri Hilir (Inhil) HM Wardan, Gubernur Riau Andi Rachman dan Ribuan Jemaah dari Dalam dan Luar Negeri mengikuti seluruh rangkaian prosesi Peringatan Haul ke-80 Syekh Abdurrahman Siddiq Bin Syekh M Afif Al - Banjari di Hidayat, Desa Telukdalam, Kecamatan Kuala Indragiri, Senin (1/5/2017) pagi. Lalu, siapa tokoh yang juga dikenal sebagai Tuan Guru Sapat alias Mufti itu?

Suara langkah dari para peziarah terdengar jelas di telinga saya. Mereka baru saja selesai berziarah di makam seorang mufti dari kerajaan Indragiri yang bergelar tuan Guru Sapat.

Tuan Guru Sapat merupakan pemuka agama dari Kerajaan Indragiri bernama Syekh Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad Afif bin Muhammad bin Jamaluddin al-Banjari. Beliau merupakan cicit Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, sosok ulama besar yang pertama kali mengembangkan Islam di Kalimantan.

Dalam laman lensawisata.com yang dilansir potretnews.com, Syekh Abdurrahman Shidiq lahir di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan pada tahun 1871 Masehi. Di masa kecilnya, beliau diasuh oleh adik ibunya bernama Sa’idah. Hal ini karena kedua orang tua Abdurrahman Shiddik meninggal dunia. Sa’idah mengajarkan ilmu agama pada beliau.

Saat Abdurrahman Shiddik menginjak dewasa, ia mulai belajar bahasa Arab dengan pamannya HA. Rahman Muda dan saat diajarkan oleh pamannya ini terlihat tanda-tanda kecerdasan yang ia miliki. Sempat saat itu ia disuruh untuk melanjutkan studinya ke Mekkah.

Namun karena masalah biaya ia menunda keberangkatan, beliau melanjutan studi ke Padang. Sewaktu belajar agama di Padang, Abdurrahman Shiddiq sempat berguru dengan H. Muhammad Sa’id Wali, H Muhammad Khotib dan Syekh H Abdurrahman Muda.

Selama belajar, Abdurrahman Shidik/tuan guru membantu pamannya sebagai penjual emas. Untuk melanjutkan cita-citanya berguru di Mekkah, tuan guru berdagang emas ke pelabuhan besar pada zaman itu yang bernama Barus.

Barus adalah kecamatan di Tapanuli Tengah. Di zaman dahulu, merupakan pelabuhan samudera besar dengan komoditas andalan kapur barus. Setelah pendidikan di Padang selesai dan modal yang dikumpulkan selama berdagang cukup, tuan guru melanjutkan pendidikan di Mekkah.

Di Mekkah ia menuntut ilmu kepada para ulama besar yang membuka pengajian agama di Masjidil Haram. Guru-guru tempatnya belajar di antaranya adalah Ahmad Khatib Minangkabau dikenal sebagai pembaharu Islam di (Sumatera Barat), Syekh Said BakriSyatha, Syekh Said Babasyid, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dan Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani.

Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani adalah seorang Imam Masjidil Haram. Gelar al-Bantani karena ia berasal dari Banten, Indonesia. Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.

Jumlah karyanya mencapai tidak kurang dari 115 kitab. Tuan Guru tinggal di tanah suci Mekkah dan Madinah selama tujuh tahun, lima tahun menuntut ilmu dan dua tahun mengajar di Masjidil Haram sebelum pulang ke tanah air untuk menyampaikan dan mengamalkan ilmu yang diperoleh.

Setelah pulang ke tanah air, dan sebelum menetap di Pulau Sapat, terlebih dahulu, tuan guru menyebarkan agama Islam di Pulau Bangka. Dengan pusat penyebaran agama di Kota Muntok, kota yang pada zaman Belanda menjadi sentra industri Timah. Dari kota Muntok, penyebaran Islam menyebar ke Belinyu, Kemua, Kundi, dan Kota Waringin.

Penyebaran Islam di kota Bangka memlliki tantangan tersendiri karena dilakukan dari rumah ke rumah, tidak melalui pesantren. Selama di Bangka, tuan guru aktif menulis dan mengirimkan karya tulisnya ke Kalimantan dan Tumasik/Singapura. Selama lima belas tahun, tuan guru menyebarkan islam di Pulau Bangka. Dan di pulau in, beliau menghasilkan kitab yang berjudul ”Syair Ibarah dan Khabar Kiamat”. Di tahun 1910, tuan guru meninggalkan Bangka, menuju ke arah Utara.

Pada tahun 1912, di Pulau Sapat, Kabupaten Indragiri Hilir. Tuan Guru membuka pesantren dan kebun kelapa. Di Sapat inilah, beliau diminta oleh Kerajaan Indragiri sebagai mufti atau pemuka agama dari Kerajaan Indragiri. Beliau menjadi mufti sejak tahun 1919 hingga beliau wafat dan dimakamkan di Sapat pada tahun 1939.

Selama hidupnya, Tuan Guru menghasilkan banyak kitab-kitab agama islam. Karya beliau di antaranya adalah Asrarus Shalah yang menceritakan mengenai salat, Fath al’alim yang menceritakan mengenai akidah ahlus sunnah wal jamaah, dan risalah amal ma’rifah yang menceritakan mengenai akidah menurut pandangan tasawuf.

Siapa yang menyangka, di kuala Sungai Indragiri, provinsi Riau, ada seorang ulama besar yang kearifan dan keilmuanya sangat diakui hingga ke Arab Saudi. ***

Editor:
Farid Mansyur

Kategori : Inhil, Umum, Peristiwa
wwwwww