Mengenal Maawuo, Tradisi Menangkap Ikan Khas Warga Sekitar Danau Bokuok di Kampar

Mengenal <i>Maawuo</i>, Tradisi Menangkap Ikan Khas Warga Sekitar Danau Bokuok di Kampar

Maawuwo di Danau Bakuok, Desa Aursati Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar.

Senin, 14 November 2016 07:41 WIB
Fanny R Sanusi
KAMPAR, POTRETNEWS.com - Tradisi tahunan menjala ikan di Danau Bakuok, Desa Aursati, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau berlangsung meriah. Ribuan orang yang berasal dari penjuru Kampar dan Kota Pekanbaru berkumpul untuk ”mengepung” ikan di danau itu. Tradisi yang disebut maauwo ini dilakukan di sepanjang danau yang memanjang kurang lebih satu kilometer itu. Dan jangan salah, danau ini merupakan kawasan yang dilindungi hukum adat.

BACA JUGA:

. Jangan Coba-coba Mengambil Ikan di Lubuk Larangan Desa Adat Batu Songgan Kampar , sebelum Waktunya…

. Nunggui Duyan di Malam Hari, Tradisi Menjaga Pohon Durian yang Masih Bertahan di Desa Aursati Kampar

. Bagansiapiapi, Kota Ikan Nomor 2 Dunia yang Kini Tinggal Sejarah

. Legenda Ikan Patin

. Galangan Kapal Tradisional di Bagansiapiapi; Jejak Pendaratan Tionghoa dan Sisa Kejayaan Surga Ikan di Dunia

Tidak pandang usia, anak-anak hingga dewasa tumpah ruah menjala ikan menggunakan sampan. Kemudian, kalangan ibu-ibu rumah tangga senantiasa setia menunggu di dalam pondok-pondok yang mereka dirikan untuk memasak dan menjual ikan hasil jala mereka.

Salah seorang warga asal Kecamatan Tambang yang turut memeriahkan acara, Muhammad Arif (42) menuturkan, bahwa tradisi ini sudah turun-menurun sejak ia kecil dulu. Namun, pada saat itu memang belum seramai seperti hari Minggu (13/11/2016) ini.

"Waktu saya kecil dulu, udah ada (acara Maauwo). Saya tidak tahu pasti sejak kapan dimulai. Memang tak seramai ini dulunya," tutur Arif.

Selain dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengisi waktu libur, gelaran tradisi ini pun dimanfaatkan masyarakat tempatan untuk mengais rezeki. Berbagai jajanan ikan panggang, kuliner khas Kampar, hingga jajanan anak-anak dijajakan untuk menarik selera pengunjung yang datang.

Dalam berbagai sumber ditulis, Danau Bakuok adalah bagian dari anak Sungai Kampar yang mengelilingi sebuah delta yang hampir berbentuk sebuah pulau. Keliling danau mencapai hampir satu setengah kilometer. Air Danau Bakuok mengalir kembali ke Sungai Kampar.

Danau yang berukuran lebih kurang 1.000 meter x 100 meter ini merupakan kawasan yang dilindungi hukum adat. Penduduk sekitar dilarang menangkap ikan kecuali pada musim mauwoo, yaitu tradisi menangkap ikan secara bersama-sama jelang datangnya bulan Ramadhan atau waktu perayaan HUT Kemerdekan RI. Tradisi mauwoo adalah memanen ikan yang dibesarkan secara alamiah di Danau Bakuok.

Berbeda dengan tradisi lubuk larangan, seperti yang terdapat di Sumatera Barat dan Sumatera Utara, yang memanen ikan secara bersama-sama dan dibagi rata, ikan tangkapan mauwoo menjadi hak para penangkapnya.

Dalam tradisi mauwoo terdapat prinsip, siapa yang banyak menangkap ikan dialah yang akan beruntung. Danau Bakuok memiliki beragam jenis ikan, seperti patin, baung, dan ikan tawar lainnya.

Selain itu, Danau Bakuok juga memiliki jenis fauna khasnya, yaitu ikan motan. Danau Bakuok terletak di Desa Aur Sati, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Lokasi Danau Bakuok berjarak sekira 50 kilometer Baratdaya Kota Pekanbaru, Ibu Kota Provinsi Riau. Dari Kota Pekanbaru, wisatawan dapat mengunjungi Danau Bakuok dengan menggunakan bus.

Mauo ikan di Danau Bakuok dilaksanakan tiap tahun, ratusan masyarakat Kampar bersama-sama menjala ikan di Danau Bakuok. Mauo, sudah sejak lama menjadi tradisi bagi masyarakat Kampar yang terdiri atas sembilan persukuan. Mauwoo ini muncul ketika pada zaman dahulu sebelum adanya PLTA sekitar bulan Oktober hingga Desember, sungai Kampar selalu banjir.

Saat banjir itulah, air meluap hingga ke Danau Bokuok. Pangkal lingkaran danau ini bermula dari sungai Kampar bisa dikatakan seperti pintu air . Kalau banjir tiba, maka air sungai akan meluap hingga ke danau. Saat itulah dipercayai, ikan-ikan juga masuk ke danau. Kebanyakan ikan yang masuk ikan motan (ikan bersisik putih berduri banyak, red).

Ikan-ikan diyakini pula akan tinggal di danau itu. Untuk menjaga agar ikan lestari, maka pemuka adat turun tangan. Selain membuat pengumuman larangan menangkap ikan di danau, tiga pucuk daun rumbia yang diikatkan ke tiga bambu pun disiapkan.

Oleh pemuka adat, tiga batang bambu ini ditancapkan di hilir, tengah dan hulu danau. Kalau itu sudah dilakukan, berarti sejak saat itu pula dimulainya larangan menangkap ikan di danau itu.

Semua anak kemenakan--keturunan dari masing-masing suku--pasti mematuhi larangan itu. Meski dilarang menangkap ikan, bukan berarti anak kemanakan dilarang mendekat ke danau itu.

Para pemilik kerbau dibebaskan memelihara kerbaunya di danau hingga ke tanjung. Di tengah-tengah danau itu banyak rumput, biasanya ratusan ekor kerbau suka ke sana. Selain makan rumput, kerbau-kerbau juga makan lumut dan tumbuhan yang ada di dasar danau.

Setelah sembilan bulan penghuni danau itu tidak diganggu, persis bulan September tradisi mauo ikan pun dimulai. Pemuka masyarakat dan pemerintah yang lebih dahulu menebar jala, baru masyarakat. Kalau ini dilanggar, misalnya masyarakat latah mendahului, maka masyarakat itu didenda seekor kambing. Dulu hasil tangkapan masyarakat dari mauo melimpah ruah. Rata-rata penjala bisa mendapat 50-100 kilogram. Ikan hasil tangkapan ini dijual oleh masing-masing penjala. Bukan dibagikan. ***

wwwwww