Home > Berita > Umum

Ketika Pemprov Riau Siapkan Peraturan agar Kaum Perempuan dan Anak Terlindungi dari Kekerasan

Kamis, 20 Oktober 2016 22:26 WIB
Advertorial
ketika-pemprov-riau-siapkan-peraturan-agar-kaum-perempuan-dan-anak-terlindungi-dari-kekerasanIlustrasi.
PEKANBARU, POTRETNEWS.com – Semakin tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak membutuhkan dukungan dari seluruh masyarakat untuk ikut serta berperan aktif. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) merilis, beberapa waktu belakangan ini kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kasus kekerasan lainnya terhadap perempuan dan anak terus meningkat.

	https://www.potretnews.com/assets/imgbank/03112016/potretnewscom_dgzwb_654.jpg
Gubernur Riau H Arsyadjuliandi Rachman (ketika masih berstatus pelaksana tugas) didampingi istri Hj Sisilita menyerahkan cenderamata kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Yohana Yembise usai dialog dan ramah tamah yang dengan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB (BP3AKB),  Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A dan Forum Anak se-Provinsi Riau, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sepanjang 2015 dilaporkan terjadi 16.217 kasus yang berhasil didokumentasikan oleh 232 lembaga mitra Komnas Perempuan di 34 provinsi.

Kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol kekerasan terjadi di ranah personal. Catahu 2016 menunjukkan terjadi kenaikan data jenis kekerasan seksual di ranah personal dibanding tahun sebelumnya, yakni 11.207 kasus.

Di ranah komunitas, terdapat 5.002 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 1.657 kasus di antaranya jenis kekerasan seksual.

Temanya pun meluas, yakni pekerja seks online, mucikari, selebriti pekerja seks, cyber crime, biro jodoh yang dinilai berkedok syariah, dan penyedia layanan perkawinan siri. Sementara di ranah negara, aparat negara masih menjadi pelaku langsung atau melakukan pembiaran pada saat peristiwa pelangaran HAM terjadi.

Komnas Perempuan mencatat ada 8 kasus yang melibatkan negara. Di antaranya 2 kasus pemalsuan akta nikah di Jawa Barat dan 6 kasus lainnya terjadi di Nusa Tenggara Timur terkait perdagangan orang atau trafficking.

Pada kasus pelanggaran HAM masa lalu, terdapat kekerasan seksual dan stigmatisasi terhadap perempuan yang masih berlangsung hingga kini.

Tahun lalu, Komnas Perempuan juga mempublikasikan kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan Indonesia dan grafiknya tidak menunjukkan penurunan. Data yang dirilis saat itu menyebutkan, bahwa setiap dua jam terdapat tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia. Ini berarti, ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya.

Komnas Perempuan mengidentifikasi kekerasan seksual memiliki 15 bentuk, yaitu: Perkosaan, intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual/diskriminatif, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Melihat fenomena buruk itu, tidak heran jika berbagai mendesak pemerintah harus segera mengambil tindakan preventif untuk melindungi kaum perempuan dan anak.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/02112016/potretnewscom_kucjw_648.jpg
Sekretaris Daerah Provinsi Riau Ahmad Hijazi di atas podium menyampaikan Ranperda tentang Perlindungan Hak Perempuan dari Tindak Kekerasan, Senin (19/9/2016).

Sebagai bentuk antisipasi dan perlindungan nyata terhadap perempuan dan anak, Pemerintah Provinsi Riau sudah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan Hak Perempuan dari Tindak Kekerasan dan Perlindungan terhadap Anak.

Belum lama ini, tepatnya Senin (19/9/2016) Gubernur Riau Ir H Arsyadjuliandi Rachman MBA yang diwakili Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Ahmad Hijazi menyerahkan ranperda itu ke pihak legislatif.

Hijazi mengemukakan, isu yang berkembang selama ini, kekerasan terhadap perempuan sering dianggap hanya kasus individu saja. Padahal ini menjadi persoalan bersama dan untuk itu perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Membaca data yang dihimpun, Pusat Perlindungan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Riau dan Kabupaten/Kota, birokrat yang pernah bertugas di Kota Batam itu berpendapat, angka kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan signifikan. Tahun 2014 lalu tercatat sebanyak 361 kasus, namun di tahun 2015 meningkat sebanyak 475 kasus. Sementara pada tahun 2016 hingga September ini, tercatat sebanyak 385 kasus.

"Dengan meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahunnya, maka harus ada perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Riau," kata dia.

Untuk mengakomodasi persoalan kekerasan perempuan dan anak, tutur Hijazi, Pemprov Riau sudah membentuk kelompok kerja baik itu yang difasilitasi oleh swasta maupun pemerintah. Pemprov Riau juga menfasilitasi keberadaan P2TPA yang sudah ada di 12 kabupaten/kota di Riau.

Signifikansi dalam ranperda ini adalah pencegahan, diharapkan ke depan, kegiatan-kegiatan pencegahan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan bisa lebih diperbanyak lagi agar bisa menyentuh seluruh elemen masyarakat.

Dengan adanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi terkait program pencegahan, sekdaprov menyebut akan didukung dengan anggaran yang memadai untuk program-program perlindungan perempuan dan anak ini.

"Dengan adanya perda ini akan berdampak juga terhadap anggaran, akan ada alokasi khusus tentu untuk pelaksanaan program ini," ucapnya.

Namun, meskipun pemerintah memiliki tanggung jawab besar melaksanakan, namun Ahmad Hijazi meminta peran dari seluruh elemen dalam masyarakat untuk menanggulangi adanya kekerasan terhadap perempuan.

"Untuk itu kami berharap agar kiranya dewan dapat membahas lebih lanjut usulan ranperda ini hingga pada penyelesaian akhirnya," ujarnya. (adv)

Narasi:
Redaksi potretnews.com

Foto-foto:
Berbagai sumber/istimewa

Kategori : Umum, Pemerintahan, Riau
wwwwww