Home > Berita > Riau

Memburu Para Penunggak Pajak dari Perusahaan Sawit

Memburu Para Penunggak Pajak dari Perusahaan Sawit

Foto udara perkebunan sawit di wilayah Dumai, Riau, Selasa (9/8/2016).

Jum'at, 26 Agustus 2016 18:50 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Direktorat Jenderal Pajak memang sedang gencar-gencarnya memburu para penunggak pajak. Bahkan, tahun ini ditetapkan sebagai penindakan hukum pajak tanpa ampun. Siapa pun yang menunggak pajak hingga di atas Rp100 juta dan tidak memiliki niat baik untuk membayar, maka si wajib pajak tadi akan dititipkan ke rumah tahanan atau disandera dengan paksa (gijzeling).

Lalu, bagaiman dengan temuan Tim Koordinasi dan Supervisi Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Riau?

Rabu (24/8/2016), tim yang tengah melakukan kegiatan konsultasinya di Provinsi Riau ini mengungkapkan penemuan mereka bahwa hanya sepertiga perusahaan perkebunan kelapa sawit di provinsi itu yang membayar pajak.

Salah satu staf tim tersebut, Prof. Hariadi Kartodiharjo, mengatakan penemuan itu didasarkan dari tidak adanya nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang menjadi persyaratan utama pemungutan pajak yang dimiliki oleh dua per tiga perusahaan perkebunan sawit lainnya itu.

Jika menilik data Direktorat Jenderal Perkebunan Provinsi Riau, ditjenbun.pertanian.go.id, saat ini jumlah perusahaan perkebunan sawit di Riau adalah sebanyak 381 perusahaan dengan total lahan mencapai 1,6 juta hektare. Artinya, kurang lebih ada sekitar 254 perusahaan sawit yang tidak membayar pajak.

Akibatnya, potensi penerimaan pajak di Riau dari perkebunan sawit yang sebesar Rp9 triliun, hanya bisa terhimpun Rp900 miliar hingga Rp1 triliun saja.

Kekurangan pendapatan pajak ini bisa berimplikasi kepada pendapatan daerah. Sebab, dana pencegahan kebakaran lahan (yang kerap terjadi akibat pembukaan lahan sawit baru) bisa dialokasikan dari dana pajak itu.

Apa penyebab 254 perusahaan sawit itu tidak bayar pajak?

Penelusuran tim KPK menemukan bahwa Kanwil Pajak tidak bisa menarik pajak karena tidak memiliki data perusahaan yang lengkap, tepatnya 17 jenis data. Data-data itu di antaranya seperti luas, produksi, rendemen, dan lainnya.

Kanwil Pajak mengaku kesulitan mengumpulkan data tersebut dari instansi maupun satuan kerja perangkat daerah provinsi maupun kabupaten/kota "Kanwil tak punya data, kenapa? Habis Badan Pertahanan Nasional tidak mau ngasih, kenapa? Pasti ada sesuatunya," kata Hariadi, seperti yang dikutip dari Antaranews.com.

Tim KPK ini pun akhirnya merekomendasikan untuk melakukan audit perizinan kelengkapan administrasi kepada perusahaan-perusahaan perkebunan sawit ini.

Hal ini juga sudah diungkapkan juga oleh Panitia Khusus Monitoring Lahan DPRD Riau. Pansus bahkan sudah menyatakan bahwa lahan perusahaan sawit di Riau terindikasi ilegal karena berada di luar Hak Guna Usaha, berada di kawasan hutan, tidak punya NPWP, dan konflik dengan masyarakat.

Indonesia Penghasil Sawit
Untuk diingat, produk minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia. Secara total Indonesia menghasilkan 80 persen dari total produksi minyak sawit dunia.

Dari data yang dilansir Indonesia Investments, tahun 2015 Indonesia memproduksi 32,5 juta ton sawit. Jumlah produksi itu nyaris separuh dari produksi Malaysia yang sebesar 19,8 juta ton, dan diikuti Thailand dengan 2 juta ton, Kolombia 1,1 juta ton, dan Nigeria sebanyak 930 ribu ton.

Negara tujuan ekspor utama Indonesia antara lain Tiongkok, India, Malaysia, Singapura, dan Belanda. Total nilai ekspornya (2015) mencapai USD18,6 juta, meski angka itu merosot dari nilai 2014 yang sebesar USD21,1 juta.

Hampir 70 persen perkebunan kelapa sawit berada di Sumatera, tempat industri ini dimulai sejak masa kolonial Belanda. Sebagian besar dari sisanya - sekitar 30 persen - berada di pulau Kalimantan.

Menurut data dari Kementerian Pertanian Indonesia, jumlah total luas area perkebunan sawit di Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta hektare; dua kali lipat dari luas area di tahun 2000 ketika sekitar 4 juta hektare lahan di Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini diduga akan bertambah menjadi 13 juta hektare pada tahun 2020.

Legalitas lahan sawit paling rumit
Deputi Agro Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wilistra Danny, mengakui persoalan legalitas lahan sawit di Indonesia belum tuntas hingga kini. Maka tak heran jika banyak lahan yang tidak jelas, misal di hutan produksi atau konservasi.

"Untuk tahun ini tidak mudah, apalagi masih banyak konflik lahan perkebunan antara perusahaan dan pemerintah. Tapi, dalam waktu dekat akan ditemukan solusinya," kata Wilistra dalam lansiran Kontan, tiga hari lalu.

Sekretaris Gapki Sumatera Selatan, Harry Hartanto mengatakan, saat ini masih ditemukan lahan perkebunan milik warga yang berada di kawasan hutan. "Masyarakat juga tidak bisa disalahkan karena mereka diberi saat mengikuti program transmigrasi, lahan tersebut sudah dimiliki dan ditanami selama puluhan tahun," tuturnya.

Namun, lantaran berada di kawasan hutan membuat kesulitan bagi warga, terutama untuk mendapatkan sertifikat. ***

Editor:
Akham Sophian

Sumber:
Beritagar.id

Kategori : Riau, Dumai, Lingkungan, Hukrim
wwwwww