Komisi III DPR Temukan Kejanggalan SP3 terhadap 15 Perusahaan Terduga Pembakar Hutan Riau

Komisi III DPR Temukan Kejanggalan SP3 terhadap 15 Perusahaan Terduga Pembakar Hutan Riau

Lahan gambut di belakang papan segel ini sebelumnya hutan, terbakar (dibakar), setelah turun hujan, api mati, tak berapa lama malah ditanami sawit. (foto: sapariah saturi/mongabay.co.id)

Jum'at, 05 Agustus 2016 16:50 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Komisi III DPR menemui pihak Polda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau guna menelusuri pemberian surat perintah pemberian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan diduga pembakar lahan pada 2015. Dalam pertemuan tersebut, Komisi III menemukan sejumlah kejanggalan terkait pemberian SP3 itu. Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyebutkan, kejanggalan tersebut salah satunya adalah SP3 yang dinilai keluar terlampau cepat. ''Kok cepat sekali menetapkan tersangka, cepat juga mengeluarkan SP3,'' kata Masinton saat dihubungi, Kamis (4/8/2016)

Menurut Masinton, penetapan tersangka pada perusahaan-perusahaan yang terlibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dilakukan pada akhir 2015. Belum sampai setahun, proses penyidikan kasus-kasus yang menjerat 15 perusahaan dihentikan. Padahal, kata Masinton, Polda Riau dinilai belum melakukan penyidikan secara menyeluruh.

Selain itu, lanjut politikus PDI Perjuangan itu, ada saling lempar kesalahan antara kejaksaan tinggi dan polda dalam proses hukum tersebut. Ia menjelaskan, Polda Riau menyebut kejaksaan tidak pernah mau ke lokasi kebakaran untuk melakukan penyelidikan.

Sementara, ketika dikonfirmasi ke kejati, justru kejati yang menuding polda yang tidak pernah mau diajak melihat kondisi lapangan. ''Ini kan ada yang aneh. Jangan-jangan kejaksaan dan polda sudah masuk angin,'' ucapnya. Selain itu, dari tiga perusahaan yang lanjut proses hukumnya, satu perusahaan divonis bebas.

Selain itu, sambung Masinton, semestinya polda jangan terpaku pada izin kedaluwarsa yang menjadi alasan perusahaan-perusahaan lepas tangan atas pembakaran. Ia mendesak Polda Riau memfokuskan penyelidikan di lahan yang terbakar untuk menyidik secara tuntas. ''Komisi III juga membawa sejumlah berkas untuk dipelajari secara detail mengenai pemberian SP3 tersebut,'' kata dia.

Polda Riau pada 2015 lalu menangani 18 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. Dari jumlah itu, hanya tiga yang dilanjutkan ke pengadilan. Meski begitu, satu di antaranya divonis bebas. Sementara, 15 perusahaan lainnya dihentikan penyidikannya. Menurut Direktur Krimsus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela, mayoritas perusahaan yang di- SP3 tersebut bersengketa dengan lahan masyarakat sehingga mementahkan dua alat bukti yang sebelumnya dapat menjerat sebagai tersangka.

Nasir Djamil, anggota Komisi III dari Fraksi PKS, mengiyakan adanya temuan kejanggalan dalam pemberian SP3 tersebut. Ternyata, saat dikonfirmasi ke kejati, mereka mengaku hanya menerima surat pemberitahuan SP3 untuk tiga perusahaan. Sementara, 12 perusahaan lagi belum diserahkan ke kejati. ''SP3 itu /kan surat pemberitahuan kepada kejati bahwa perkara itu sudah diberhentikan. Tapi, ternyata kok cuma ada tiga perusahaan, sementara polisi menyebutkan ada 15,'' ucap Nasir saat dihubungi Republika.

Dengan demikian, dari sana ia menilai ada yang salah dalam proses pemberian SP3 ini. Ia mempertanyakan klaim miskomunikasi terhadap kasus yang merugikan masyarakat begitu besar ini.

Ia juga menilai, Kejati dan Polda Riau saling lempar perihal keengganan mereka untuk mengecek lokasi kebakaran. Padahal, semestinya mereka bersinergi dalam mengungkap kasus ini. ''Jangan sampai, masyarakat tidak percaya lagi terhadap penegak hukum,'' tutur dia.

Menurut Nasir, hal ini menjadi persoalan serius yang mesti ditindaklanjuti oleh Presiden Joko Widodo. Untuk itu, Ia meminta Polri ataupun pemerintah meninjau ulang SP3 yang telah dikeluarkan Polda Riau tersebut. ''Sebab, jangan sampai kunjungan pemerintah ke lokasi kebakaran hanya sekadar simbolis tanpa ada tindak lanjut yang serius. Apalagi, kebakaran hutan tahun lalu sempat disorot oleh dunia internasional,'' kayanya menjelaskan.

Anggota Komisi III Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul menambahkan, tidak bisa meminta keterangan kepada Kapolda Riau Brigjen Supriyanto karena baru empat bulan menjabat. Sementara, yang mengeluarkan SP3 itu adalah kapolda sebelumnya, Brigjen Bambang Hermawan. ''Mungkin karena waktu itu sangat serius, ditindak semua, jadi mereka jemput bola. Setelah melihat faktanya, kok begini,'' ucap Ruhut.

Sikap para anggota Komisi III yang menilai ada kejanggalan dalam penetapan SP III bertentangan dengan komentar Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman selepas menemui pihak Polda Riau, kemarin. Kendati sebelumnya sempat berjanji memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian guna meminta penjelasan, kini ia berpendapat hal itu tak perlu lagi.

"Pandangan Komisi III menghormati dan mendukung Polda Riau menuntaskan secara hukum kasus-kasus tersebut. Bagaimana hukumnya, sepenuhnya jadi kewenangan penyidik Polda Riau," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman seusai rapat kerja di Polda Riau, Pekanbaru, Selasa (2/8/2016) malam.

Menurutnya, dari pertemuan yang dilakukan secara tertutup selama 3,5 jam itu, Komisi III mendapatkan alasan yang jelas dan perinci dikeluarkannya SP3 tersebut. Menurut dia, apa yang disampaikan Kapolda Riau secara subjektif dapat diterima.

"Kami mendapatkan penjelasan dari Kapolda. Dari 15 perusahaan, ada empat perusahaan yang dihentikan penyidikannya karena sudah dicabut izin oleh pemerintah," ujarnya. Dengan demikian, penyidikan di kepolisian tidak dapat dilanjutkan. Sementara itu, 11 perusahaan lainnya dihentikan karena memang tidak cukup bukti untuk diteruskan.

Sedangkan, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar sebelumnya mengatakan, apabila ditemukan bukti baru, penyidikan bisa kembali dilanjutkan dan Polda Riau menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Ia menekankan, Polda Riau tetap harus mencermati peluang-peluang dibukanya kembali kasus karhutla tersebut. "Mencermati peluang-pulang dibukanya kembali bila ada suatu petunjuk atau kabar atau fakta yang memungkinkan, alat bukti menjadi lebih lengkap," ujarnya. ***

Editor:
Akham Sophian

Sumber:
Republika.co.id

Kategori : Hukrim, Peristiwa, Riau
wwwwww