Sepanjang 2016, Tak Ada Perusahaan Jadi Tersangka Pembakar Hutan dan Lahan di Riau

Sepanjang 2016, Tak Ada Perusahaan Jadi Tersangka Pembakar Hutan dan Lahan di Riau

Kebakaran hutan dan lahan berlangsung di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, pada Minggu (3/7/2016).

Minggu, 03 Juli 2016 22:17 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Selama sepekan terakhir, jumlah titik panas yang mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau meningkat drastis. Namun, hingga kini baru puluhan individu yang menjadi tersangka, tanpa ada satupun dari pihak perusahaan. “Sudah banyak yang ditangani kepolisian. Sudah ada 60-an hingga 70-an orang yang ditindak,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau, Edwar Sanger.

Hal ini berbeda dengan tahun lalu. Ketika itu, kepolisian daerah Riau menerima 71 kasus pembakaran hutan dan lahan, yang 18 di antaranya melibatkan korporasi.

Meski demikian, dari 18 kasus itu, hanya dua yang diketahui berlanjut ke proses persidangan. Satu kasus berakhir dengan vonis bebas untuk manajer PT LIH, satu kasus lainnya berujung dengan vonis tiga tahun penjara untuk dua bos PT PLM.

Lalu bagaimana dengan kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan lainnya yang menempatkan perusahaan sebagai tersangka?

Sejauh ini, Polda Riau belum memberikan tanggapan atas permintaan wawancara BBC Indonesia.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, tanda tanya mengenai kelanjutan kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan telah diajukan selama beberapa tahun terakhir.

Rico Kurniawan, selaku aktivis Walhi Riau, mencatat terdapat 18 perusahaan yang dijadikan tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan pada 2013. Namun, menurutnya, hanya dua kasus yang berlanjut ke persidangan.

Kemudian, pada 2014, terdapat 12 perusahaan yang dinyatakan tersangka kasus serupa. Dari jumlah itu, hanya tiga kasus ke meja hijau.

“Bahkan, ada perusahaan yang dijadikan tersangka selama empat tahun berturut-turut. Tapi tidak pernah disidangkan kasusnya,” ujar Rico.

Transparansi
Kondisi ini disesalkan Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo. Dia mendesak aparat hukum bersikap lebih transparan.

“Mestinya proses perkara lebih transparan sehingga publik tahu bagaimana perkembangan masing-masing perkara yang sedang ditangani. Perkara-perkara (kebakaran hutan dan lahan) yang sampai ke persidangan nggak banyak,” kata Henri.

Di samping soal transparansi, Henri menyoroti pendekatan yang dipakai aparat hukum dalam menangani perkara kebakaran hutan dan lahan. Aparat, kata Henri, masih menggunakan pendekatan konvensional.

“Kenapa banyak perseorangan yang kena? Karena aparat menggunakan pendekatan pelaku (pembakaran) di lapangan, belum sampai ke tingkat pertanggungjawaban pemilik lahan terhadap kelalaian atas kebakaran di lahannya,’ kata Henri.

Henri menilai kebakaran hutan dan lahan adalah permasalahan hilir. “Persoalan di hulu adalah, misalnya, alih fungsi lahan.”

Secara terpisah, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, mengaku pihaknya tengah mengawasi perusahaan yang diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan di Riau.

“Kita sudah menegur yang di Riau dan sekarang sedang diawasi. (Namun) belum proses berita acara sanksi administrasi. Maret lalu, ada yang sudah langsung ditangani Polda. Kalau kebakaran lagi di area yang sama di tahun 2016 ini sudah ada Peraturan Menteri yang mengatur bahwa mereka akan kehilangan areal kebakaran tersebut secara permanen,” sebut Menteri Siti Nurbaya kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Ratusan titik api
Data satelit Badan Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) menunjukkan terdapat dua titik panas di Sumatera pada Rabu (29/07). Hari berikutnya meningkat menjadi 17 titik. Kemudian, pada Jumat (01/07), titik panas telah mencapai 27 buah, 15 di antaranya berada di Riau.

Pada Minggu (03/07), Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan terdapat 245 titik api di Sumatera dan 43 titik api di Kalimantan. Dari 245 titik api di Sumatera, 112 titk berada di Sumatera Utara dan 26 titik di Riau.

Khusus di Riau, BNPB menempatkan dua helikopter pengebom air jenis MI-8 dan MI-171, serta dua pesawat Air Tractor. Kepulan asap banyak ditemukan di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir.

“Kondisi kering, sulit air dan lokasi yang sulit diakses menyebabkan kesulitan memadamkan api. Cuaca ke depan pada Juli, Agustus dan September akan lebih kering sehingga potensi mudah terbakar akan meningkat,” kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB. ***

Kebakaran hutan dan lahan berlangsung di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, pada Minggu (03/07).

Editor:
Akham Sophian

Sumber:
Bbc.com

wwwwww