Home > Berita > Riau

Kisah Dwieky S Rhomdoni, Bekas Staf SPS Riau, yang Terpental saat Bom Meledak di Starbucks

Kisah Dwieky S Rhomdoni, Bekas Staf SPS Riau, yang Terpental saat Bom Meledak di Starbucks

Apriyani menyuapi Dwieky Siti Rhomdoni di RS Permata Hijau, Jumat (15/1/2016). Dwi Siti Rhomdoni adalah salah satu korban ledakan bom di Starbucks Skyline Building pada Kamis lalu. (foto: jawapos)

Minggu, 17 Januari 2016 13:59 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Mimik Dwieky Siti Rhomdoni terlihat lega setelah dr Kisli Setiawan Pratomo SpOT melakukan visite tadi malam (15/1/2016). Sebab, dia dinyatakan tidak perlu menjalani operasi. Namun, dokter spesialis ortopedi itu meminta Dwi yang dirawat di kamar 401 RS Permata Hijau Jakarta tetap bersabar. ”Tidurnya jangan pakai bantal dulu,” tuturnya.

Staf public relation Serikat Perusahaan Pers (SPS) dan beberapa tahun lampau pernah menjadi staf SPS Riau di Jalan Sumatera Pekanbaru, tersebut merupakan salah seorang korban selamat serangan bom yang terjadi di gerai Starbucks, Skyline Building, Jakarta, Kamis lalu (14/1/2016).

Saat teror itu berlangsung, perempuan yang akrab disapa Dwiki tersebut tengah ngopi bersama Sekhudin, teman satu kantor.

Dwi dan Sekhudin berada di Starbucks sejak pagi. Agendanya adalah melakukan meeting bisnis dengan jajaran humas Pemkab Batanghari, Jambi. Sampai pertemuan itu berlangsung, kondisi masih normal.

”Bom pertama meledak sekitar 15 menit setelah agenda meeting itu selesai,” kata perempuan kelahiran Sukabumi, 27 Maret 1983, tersebut.

Menurut keyakinannya, bom meledak pertama di pos polisi Sarinah yang hanya terpisah Jalan Wahid Hasyim dari Skyline. Akibat bom itu, kaca bagian depan Starbucks yang menghadap ke Jalan MH Thamrin pecah.

Dwi menjelaskan, di dalam gerai kopi itu ada tiga baris kursi. Dia duduk di baris kedua dari jendela. Ketika bom pertama meledak, dia langsung terjatuh dan membentur kursi di sampingnya. Sedangkan Sekhudin langsung keluar melompat kaca karena masih kuat.

”Saya sempat jatuh tersungkur. Setelah itu saya berdiri, tetapi masih duduk,” kata Dwi yang kemarin pagi dijenguk Ketua Umum SPS Dahlan Iskan dan istri, Ny Nafsiah Dahlan.

Saksi mata lain menyebutkan, bom pertama meledak pada pukul 10.45 di Starbucks. Baru dua menit kemudian, bom kedua meledak di pos polisi depan Sarinah. Saat bom kedua meledak dengan kekuatan lebih besar, pandangan mata Dwi langsung buram karena asap. Telinga kanannya kemudian mendengung dan terus berbunyi ngung….

Dengan samar-samar Dwi mendengar suara orang minta tolong dan berteriak. Ada seorang ibu yang tubuhnya penuh pecahan kaca akibat ledakan kedua itu. Sambil merangkak, Dwi langsung menggapai jendela dan keluar ke arah Jalan Wahid Hasyim.

Dwi mengatakan, kesadarannya tetap terjaga dari bom pertama sampai dia digeret orang untuk masuk ke dalam taksi. ”Tetapi, telinga saya terus mendengung sampai ke rumah sakit,” katanya.

Dwi dievakuasi dengan taksi ke RS Ibu dan Anak (RSIA) YPK Mandiri Menteng. Di rumah sakit yang tidak terlalu jauh dari TKP ledakan itu, Dwi sempat diberi sejumlah obat dan air teh manis. Setelah sedikit tenang dari trauma, dia sempat menceritakan kejadian kepada seorang dokter di RSIA YPK Mandiri.

Setelah menjalani perawatan pertama, sekitar pukul 14.00 dia dibawa pulang ke Jalan Kudus, Blora, Menteng, Jakarta Pusat. Kata dokter saat itu, efek pengobatan perdana tersebut adalah rasa mual dan muntah-muntah.

Setelah satu jam di rumah, Dwi memang akhirnya muntah-muntah. Dia kemudian dirujuk ke RS Permata Hijau. Informasi dari dokter, ada sedikit keretakan tulang di leher bagian belakang sehingga harus dipasangi gips melingkar.

Asep Yanto Rukmanto memang tak mengalami langsung kengerian teror pada Kamis lalu itu seperti Dwi. Tapi, dia tak kalah trauma lantaran dua anaknya, Agus Kurniawan, 34, dan Nurman Permana, 24, turut menjadi korban luka. Keduanya kini masih dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

Polisi berpangkat aiptu tersebut baru kemarin sore kembali bertugas. Sebelumnya, sejak meletusnya teror itu, dia harus ”bolos” dari tugasnya di pos polisi di Pulo Mas, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, untuk menjaga anaknya.

”Alhamdulillah, mereka sudah baikan dan sedang dijaga ibunya,” ujarnya saat dikerubungi awak media di depan gedung utama RSPAD kemarin (15/1/2016).

Dia mengaku tak tega membiarkan dua anaknya itu terlalu lama sendiri. Apalagi, setelah melihat wajah trauma mereka sesaat setelah kejadian. Mental dua anaknya tersebut sangat terpukul gara-gara tragedi yang menewaskan tujuh orang itu.

Padahal, secara fisik, mereka sebenarnya tak mendapatkan luka berat. Agus, misalnya, tak mengalami luka serius. Namun, dia shock karena telinganya mendengung sampai kini.

Sedangkan sang adik, Permana, harus menerima perawatan operasi karena luka robek di bahu akibat serpihan bom saat meledak. ”Malam kemarin (Kamis, 14/1/206, red) mereka sampai takut saat saya tinggal. Akhirnya saya seharian nggak pulang,” jelasnya.

Pria yang tinggal di Bogor itu mengaku masih ingat betul saat pertama mendengar kabar dari sang istri tentang dua anak mereka. ”Saat itu saya langsung naik sepeda motor ke TKP. Saat saya tiba di sana, mereka sudah tidak ada. Mereka sudah diantarkan ke Puskesmas Tanah Abang oleh tetangga kos mereka,” imbuhnya.

Saat kejadian, anaknya baru pulang dari rumah orang tua mereka di Bogor. Karena ada suatu keperluan, kakak beradik yang kebetulan satu kos di wilayah Tanah Abang, Jakarta, itu hendak ke gerai operator seluler di Sarinah.

’’Mereka itu ke sana niatnya jalan karena dekat. Dan, pas mau menyeberang, ternyata pos polisi (depan Sarinah) yang dilewati meledak. Tanpa pikir panjang, mereka lari menghindar, mencar entah ke mana,’’ ujarnya menceritakan apa yang didengar dari kedua anaknya.

Kisah Anggun Artika Sari tak kalah miris. Kamis pagi lalu (14/1) itu, perempuan asal Tegal tersebut ke kawasan Sarinah untuk menjalani tes wawancara pekerjaan.

Namun, pekerjaan belum didapat, Anggun malah terkena musibah. Berdasar pengakuan sang bibi Sajinah, Anggun berangkat dari Condet, Jakarta Timur, bersama sepupunya, Rico.

Mereka berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Sampai di sekitar lokasi, mereka ternyata ditilang polisi. Karena terburu-buru, Anggun pun memutuskan untuk turun. Dia langsung menuju lokasi wawancara.

Tak berselang lama, dia kembali dan hendak menghampiri sepupunya yang masih di sekitar pos polisi. Tapi, tiba-tiba bom meledak. Anggun yang berada tak jauh dari lokasi terkena serpihan bom. Dia mengalami luka di kaki kanan.

Belakangan diketahui, Anggun yang berada di dekat pos polisi berhasil diselamatkan seorang driver Go-Jek. Dalam video yang beredar di media sosial, sang bapak terlihat menyeberang ke arah perempatan Sarinah untuk menyelamatkan seorang perempuan yang diduga Anggun.

Anggun selamat, tapi tidak demikian halnya dengan Rico. Dia menjadi salah seorang di antara tujuh korban meninggal. ***

(Farid Mansyur)
Kategori : Riau, Peristiwa
Sumber:Jawapos.com
wwwwww