Heboh, Inilah Cara Oknum Wartawan dan LSM Memeras Kepala Sekolah

Heboh, Inilah Cara Oknum Wartawan dan LSM Memeras Kepala Sekolah

Ilustrasi/oknum yang ditangkap.

Rabu, 03 Februari 2016 10:25 WIB
BANDARLAMPUNG, POTRETNEWS.com - Dalam dua hari terakhir, ramai dikabarkan puluhan kepala sekolah di Kabupaten Lampung Tengah mengajukan pengunduran diri. Mereka ingin mengundurkan diri karena tidak tahan dengan intimidasi yang dilakukan oleh para wartawan dan aktivis LSM. Kalau para kepala sekolah itu benar-benar mundur tentu sangat disayangkan. Apalagi, publik di Lampung pun sudah tahu bahwa aksi pemerasan dan intimidasi memang sudah sering dilakukan oleh oknum wartawan dan oknum aktivis LSM. Beberapa oknum wartawan dan LSM ada yang berhasil ditangkap dan diproses hukum. Namun, banyak di antara mereka lolos karena korbannya takut melaporkan ke polisi. Wartawan Gadungan Ditangkap Usai Memeras Sepasang Remaja di PKOR Wayhalim

Diyakini, sebagian besar kepala sekolah, kepala desa, bahkan kepala dinas di Pemkab/Pemkot di Lampung sudah pernah menghadapi intimidasi para wartawan yang diyakini tidak murni menjalankan tugas jurnalistiknya itu.

"Kalau sudah mengintimidasi, itu sudah kriminal. Seharusnya kepala sekolah tidak perlu takut. Kalau ada bukti intimidasi. laporkan saja kepada pihak yang berwajib," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung, Yoso Mulyawan, belum lama ini.

Imbauan serupa sudah sering disampaikan Yoso dan para anggota AJI. Hal yang sama juga disampaikan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Supriyadi Alfian.

Menurut Supriyadi, para wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik tentu saja tidak melakukan intimidasi atau memeras.

"Itu jelas melanggar kode etik jurnalistik. Siapa pun yang menjadi korban pemerasan, bisa lapor ke polisi," katanya.

Sementara itu, data di Komite Anti Korupsi (KoAK) Lampung menyebutkan, para oknum wartawan dan oknum LSM selama ini memang menjadi salah satu sumber biang kerok korupsi dana pendidikan. Data KoAk menyebutkan, banyak kepala sekolah pengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang terpaksa harus memberikan uang kepada para wartawan bodreks karena takut ancaman.

"Mereka (oknum wartawan dan oknum LSM) sering datang ke sekolah untuk minta jatah dana BOS atau dana proyek dekonsentrasi untuk rehabilitasi gedung sekolah atau pembangunan ruang kelas baru. Seolah-olah mereka juga harus mendapatkan bagian," kata Direktur KoAk, Muhammad Yunus.

Yunus juga menyarankan agar para kepala sekolah tidak perlu takut kepada para wartawan dan orang yang mengaku aktivis LSM tapi pekerjaannya memeras.

"Kami pernah mengadvokasi para kepala SD, SMP, dan SMA di Bandarlampung agar memasang data dana BOS di papan pengumuman sekolah. Sebagian besar kepala sekolah keberatan memasang informasi dan BOS karena takut didatangi wartawan dan aktivis LSM tiap minggu," kata Yunus.

Berdasarkan penelusuran Teraslampung.com sebagaimana dikutip potretnews.com, penuturan para kepala sekolah di Bandarlampung, dan riset KoAk, berikut ini ciri-ciri dan modus oknum wartawan dan oknum aktibis LSM melakukan pemerasan dengan minta jatah sejumlah uang:

1. Mereka datang berombongan. Satu rombongan terdiri atas 3 orang atau lebih. Biasanya mereka datang dengan sepeda motor atau mobil rental.

2. Memakai seragam layaknya seorang wartawan.Biasanya memakai baju rompi atau baju lengan panjang.

3. Membawa kartu pers dan atau kartu tanda anggota LSM dengan tulisan mencolok. Kartu pers dan kartu LSM itu biasanya diselipkan di saku baju dengan posisi agar tampak jelas dibaca. Kartu pers dan atau kartu LSM itu juga sering diberi tali dan dikalungkan di leher.

4. Sesaat setelah datang ke kantor sekolah/ ruang kepala sekolah, biasanya mereka akan to the point tentang dana BOS atau dana proyek yang diterima sekolah. Mereka akan langsung menyimpulkan ada penyimpangan dana di sekolah tersebut.

5. Mereka tak jarang berpura-pura menelepon koleganya yang diklaim sebagai anggota polisi atau pengacara. Maksudnya, agar kepala sekolah takut.

6. Kalau kepala sekolah terlihat takut, mereka melancarkan jurus negosiasi. Mereka menggunakan bahasa "kerja sama" untuk negosiasi tersebut.

7. Kalau kepala sekolah berani dan meyakinkan bahwa di sekolahnya tidak ada penyimpangan dana, mereka akan menurunkan jumlah uang yang diminta. Kalau kepala sekolah tetap tidak mau memberikan uang, biasanya mereka akan menerima berapa pun yang diberikan kepala sekolah. Mereka menyebutnya uang bensin. Artinya, Rp 20 ribu pun akan mereka terima.

8. Kalau kepala sekolah takut dan memberikan sejumlah uang, pada bulan berikutnya mereka akan datang lagi untuk meminta jatah.

Sumber:
Teraslampung.com

Editor:
Farid Mansyur

Kategori : Serbaneka
wwwwww