Cerita Para Pekerja Seks yang Kini Banting Harga di Kawasan Tambang Gunung Botak, ”Pejabat Daerah Juga Ada”

Cerita Para Pekerja Seks yang Kini Banting Harga di Kawasan Tambang Gunung Botak, ”Pejabat Daerah Juga Ada”

Tenda dan tempat pengolahan emas milik para penambang ilegal dibakar aparat saat upaya pengosongan kawasan tambang emas Gunung Botak dilakukan, Sabtu (14/11/2015).

Senin, 16 November 2015 23:21 WIB
AMBON, KOMPAS.com - Tambang emas Gunung Botak di Desa Wamsait, Pulau Buru, Maluku mempunyai banyak cerita. Salah satunya tentang bisnis prostitusi yang berkembang di kawasan itu. Di kawasan seluas 250 hektar itu ternyata ada banyak tempat praktik prostitusi yang beroperasi secara terang-terangan. Namun, ada juga PSK yang diperkerjakan khusus oleh seorang germo, biasanya para PSK ini kerap disewa di penginapan dan hotel yang ada di Namlea, Kabupaten Buru. Hasil dari pekerjaan mereka itu lalu dibagi separuh dengan sang germo.

Sejak kawasan tambang itu beroperasi secara illegal di tahun 2011 silam, sejak itu pula praktik prostitusi mulai berjalan. Tidak tahu siapa yang mendatangkan para penjaja seks komersial (PSK) ini ke kawasan tersebut. Namun faktanya, banyak di antara PSK yang datang ke Gunung Botak umumnya masih di bawah umur.

Salah seorang PSK yang ditemui di jalur D kawasan Gunung Botak mengaku tuntutan hidup menjadi alasan mengapa dia nekat datang ke Pulau Buru.

”Saya diajak oleh teman untuk datang ke sini, karena waktu itu dia bilang banyak pekerjaan yang bisa menghasilkan uang di sini,” kata wanita berinisial WS itu.

Dia pun tiba di Pulau Buru pada tahun 2012 silam. Karena tidak ada sanak keluarga, perempuan yang baru berusia 20 tahun ini pun memilih menyewa kamar bersama temannya di kawasan Gunung Botak.

Biaya hidup yang tinggi di kawasan tersebut, serta kurangnya keahlian, membuat WS terpaksa memilih jalan pintas menjadi PSK. WS mengaku hal itu dilakukan demi bertahan hidup dan mendapatkan rupiah. “Mau bagaimana lagi Pak? Kita tidak bisa menambang kita hanya membantu kebutuhan para petambang di sini,” kata dia sambil tertawa.

Perempuan berdarah Sulawesi ini mengaku sejak berprofesi sebagai PSK di kawasan Gunung Botak, setiap hari dia mampu melayani 10 pria. Mulanya WS mengaku untuk melayani setiap tamu, dia masih harus berhubungan lewat perantara. Namun seiring berjalannya waktu, dia tidak lagi memakai jasa penghubung.

Penghasilan yang didapat untuk sekali kencan terbilang besar. Sebab, setiap tamu yang mengajak kencan harus membayar Rp 500.000 hingga Rp 750.000. Banyaknya calon tamu yang menginginkan kencan membuat WS pun bisa memilih-milih pelanggan. “Kadang kita harus pilih-pilih orang juga. Soalnya ada yang baru memikul materil belum sempat mandi sudah ajak kencan," kata dia.

"Banyak sekali saya dan teman-teman menemukan yang seperti itu,” sambung WS. Perempuan berambut pirang ini mengaku setiap hari mampu mengumpul uang hingga jutaan rupiah. Dari uang yang diperolehnya itu, WS mengaku tak lupa menyisihkannya untuk dikirim kepada keluarganya. ”Setiap bulan saya kirim ke keluarga, di sini mereka tahunya saya berjualan,” kata dia.

Kini setelah Gunung Botak resmi ditutup, WS dan teman-temannya harus gigit jari karena pekerjaan mereka sebagai PSK terancam tak berjalan lagi seperti biasa. Apalagi, banyak petambang yang telah angkat kaki dari kawasan tersebut. IR, salah seorang PSK lainnya menuturkan sejak sosialisasi penutupan Gunung Botak dilakukan Pemerintah Daerah dan aparat setempat dilakukan, penghasilan yang mereka peroleh mulai menurun.

Puncaknya setelah Gunung Botak resmi ditutup pada Sabtu pekan lalu. “Saya hanya dapat satu pelanggan saja, padahal selama ini lumayan banyak tamu yang sering menghubungi saya,” kata IR. Dia mengaku, selain petambang, banyak dia antara tamunya juga adalah aparat, bahkan ada pejabat daerah. Dengan aparat ataupun pejabat, dia mengaku selalu mengambil tempat kencan di hotel.

"Harganya pun kadang diberi lebih, enaknya itu di situ,” kata dia sambil tersenyum. Namun kini dia mengaku penghasilan yang diperolehnya turun drastis, pascaaparat gabungan menutup Gunung Botak. Dia bahkan harus menurunkan harga sewa hingga di bawah standar, agar tetap mendapatkan uang. “Saya tidak tahu yang lain tapi kita beberapa teman sudah menurunkan harga hingga Rp 300 ribu saat ini,” beber ungkap dia.

IR telah berada di Gunung Botak sejak kawasan tambang itu dibuka. Kini setelah ditutup dia mengaku akan meninggalkan kawasan tersebut untuk kembali ke kampung halamannya. ”Mau bagaimana lagi? Ya terpaksa pulang saja dulu,” kata dia tanpa menyebut daerah asalnya. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Serbaneka
Sumber:Kompas.com
wwwwww