Jejak-jejak Kekejaman Jepang di Selatpanjang; Tanah Jantan yang Melawan!

Jejak-jejak Kekejaman Jepang di Selatpanjang; Tanah Jantan yang Melawan!

Ilustrasi. Kondisi fisik para romusha di tahun 1945 (foto: national archief)

Senin, 28 Desember 2015 10:43 WIB
SELATPANJANG, POTRETNEWS.com - Tentara Jepang sengaja menyembunyikan kabar penyerahan tanpa syarat pasukan jepang kepada sekutu pada 15 Agustus 1945. Selain menyembunyikan kabar kekalahan tersebut, Jepang juga merahasiakan berita Proklamasi Kemerdekaan Indoenesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta. Jepang melakukan hal ini minimal karena dua alasan, pertama, Jepang telah malu karena kalah perang dan tidak mau lebih dipermalukan lagi ketika orang-orang terjajah mengetahui bahwa sang penjajah sudah tidak berdaya lagi.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/28122015/potretnewscom_jfx3v_182.jpg
Naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kedua, jika kabar penyerahan Jepang dan Proklamasi Kemerdekan Indonesia sampai ke telinga penduduk ”Tanah Jantan” (sebutan untuk Selatpanjang tempo dulu, red) maka Jepang khawatir peristiwa pelucutan senjata juga akan terjadi di tempat ini sebagaimana juga terjadi di berbagai tempat di Indonesia.

Pada pertengahan bulan Agustus 1945, orang orang Jepang yang bekerja di perusahaan perusahaan Jepang seperti Ataka Sangyo Kabushiki Kaisha, Kaso Kabushiki Kaisha, dan lain lain telah kelihatan gelisah. Mereka sibuk mempersiapkan diri menuju Pekanbaru dan sebagian lain nya ke Johor Bahru, Malaya. Namun tidak ada satu berita sekalipun yang keluar dari mulut mereka bahwa Indonesia telah merdeka.

Ketika masa akhir kekuasaan Jepang ini para romusha dan buruh yang dipekerjakan di diperusahaan milik Jepang telah diberi gaji dan beras untuk masa tiga bulan. Hal ini merupakan tanggung jawab tentara Jepang, melalui berbagai badan usahanya terhadap nasib para buruh di masa akhir pekerjaan mereka.

Bersamaan dengan itu, seorang penduduk Malaya bernama Mohammad Syarif, pegawai Atako Sangyo Kabushiki Kaisha yang selama ini bekerja dengan tentara Jepang telah diangkat menjadi petinggi di dalam mengelola badan usaha milik Jepang di Selatpanjang.

Mereka menyerahkan 293 buruh perusahaan tersebut kepada Mas Selamat, Anggota Riau Syu Sangi Kai yang mewakili Selatpanjang. Mohammad syarif berpesan kepada Mas Selamat agar mengembalikan buruh buruh tersebut ke tempatnya masing masing disertai biaya biaya yang diperlukan.

Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akhirnya terdengarnya juga ke telinga pemuka masyarakat, tokoh tokoh pemuda dan pejuang selatpanjang. Wan Ali Husin adalah orang pertama yang menerima berita tersebut lewat Pos Telegraf dan Telepon(PTT).

Usai menerim telegram, telegrafis Wan Ali husin segera menyampaikan berita kemerdekaan itu kepada beberapa tokoh pejuang pergerakkan di selatpanjang, yaitu Mas Selamat, Wan Sulung, dan Mas Diran.

	https://www.potretnews.com/assets/imgbank/28122015/potretnewscom_ykbep_183.jpg
Kantor PTT, sekarang Kantor Pos dan Giro selatpanjang.

Sesuai dengan berita dari telegram tersebut, maka segera dibentuk Badan Aksi Kemerdekaan untuk wilayah selatpanjang. Mas Selamat ditunjuk sebagai ketua, sedangkan wakilnya adalah Paku Siahaan. Anggota-anggota Badan ini terdiri dari Wan Sulung, Wan Ali Husin, Mas Diran, Muchtar, BM Daeng, SJS Shombing, Mohammad Anwar, Achmad dan Syamsu.

Badan Aksi Kemerdekaan ini bergerak menyampaikan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia secara berantai kepada masyarakat. Pada awalnya kegiatan ini bersiafat ”bawah tanah” karena tentara Jepang masih berkuasa di ”Tanah Jantan” meskipun telah lemah.

Namun semangat para pejuang yang membara dalam menyebarkan berita kemerdekaan ini membuat Gunco Selatpanjang Muhammad Sirin memberikan izin untuk menyebarkan berita tersebut secara terbuka.

Badan Aksi Kemerdekaan terus menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia hingga ke kampung-kampung di seluruh pelosok Selatpanjang, seperti Banglas, Alah Air, Insit, Bungur, dan perkampungan lainnya. Kabar itu disampaikan oleh rekan-rekan seperjuangan Mas Selamat dan Wan Sulung melalui orang-orang kampung yang hilir mudik belanja di pasar Selatpanjang. Mereka berharap kemerdekaan ini membuat dukungan rakyat ”Tanah Jantan” terhadap berdirinya negara Indonesia menjadi semakin besar dan kuat.

Rakyat ”Tanah Jantan” menyambut kemerdekaan Indonesia dengan sangat antusias. Mereka menggantung kan harapan bahwa kemerdekaan adalah era baru untuk masa depan yang lebih baik. Kebebasan berpikir, kesempatan memperoleh pendidikan dan terutama perekonomian pasti akan lebih baik jika rakyat suatu negara telah berstatus merdeka.

Penderitaan yang mereka rasakan di era penjajahan Jepang selama ini seketika sirna. Bayangan tumor, kelaparan, dan berbagai penyakit lain nya telah mereka lupakan seiring dengan kabar bahwa Indonesia telah merdeka.

Di kampung Banglas, berita kemerdekaan diterima oleh Haji Rasyid, Penghulu Kampung Banglas dari Wan Sulung. Dalam penyampain berita, Wan Sulung menyampaikan arti dan makna kemerdekaan kepada haji Rasyid sekaligus mengajak agar rakyat Banglas mendukung kemerdekaan. Harapan Wan Sulung dipenuhi oleh Haji Rasyid dengan menyampaikan berita tersebut kepada rakyat Banglas.

Rakyat Banglas menyambut dengan penuh sukacita kabar kemerdekaan itu. Penghulu yang terkenal memiliki semangat nasionalisme itu yang tinggi itu juga menyampaikan kepada segenap penduduk agar mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih itu dengan segenap jiwa dan raga.

Para pemuda juga telah dipersiapkan untuk menjadi Pejuang Tanah Air dan Penjaga Kampung (PK). Hal ini sangat penting mengingat tersiar kabar bahwa Belanda akan segera datang. Beberapa pemuda yang dipersiapkan untuk menjadi PK antara lain, Idrus, Lehat, Gudang, Kadir, dan Mahmud.

Di kampung-kampung lain hal yang sama juga terjadi. Para pemuda bersedia mengorbankan jiwa dan raganya demi mempertahankan Ibu Pertiwi. Semangat cinta tanah air terus ditanamkan oleh para pemimpin setempat. Ulama sebagai salah satu pemimpin loka juga turut andil dengan berdakwah tentang jihad, bahwa perjuangan dalam mempertahankan tanah air adalah bagian dari iman.

Dakwah tentang jihad ini sangat efektif dan berpengaruh terhadap rasa nasionalisme anak muda ”Tanah Jantan” pada masa itu. Bagi kaum muda ini, mati syahid sebagai syuhada adalah cita-cita yang sangat mulia.

Di Kota Selatpanjang, semangat nasionalisme sebagai efek dari berita kemerdekaan Indonesia semakin membara. Para pemuda saling bahu-membahu dan mengesampingkan perbedaan latar belakang. Menurut Letkol Hasan Basri, hal ini terjadi karena adanya lembaga pendidikan Taman Siswa yang telah mengajarkan kepada para muridnya tentang kesetaraan, tanpa memandang perbedaan agama, ras, suku, pendidikan, sosial, serta ekonominya.

Semangat nasionalisme semakin tumbuh subur dikalangan rakyat ”Tanah Jantan”, baik penduduk asli, pendatang, orang islam, non-Islam, Melayu maupun non-Melayu larut dalam euforia nasionalisme yang membara. Hal ini ditandai dengan bergabungnya Mas Diran, seorang tokoh Suku Jawa serta Paku Siahaan dan B Sihombing, tokoh Suku Batak dan pemuda pejuang pembela kemerdekaan.

Kinerja Badan Aksi Kemerdekaan tidak hanya sebatas menyampaikan berita kemerdekaan saja, namun juga menyiapkan strategi untuk masa depan ”Tanah Jantan”. Sebagai langkah nyata, Badan ini mengadakan pertemuan rahasia di atas loteng Kantor Dagang Sangyo Kabushiki Kaisa. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan penting, yaitu:

* Anggota-anggota Badan Aksi Kemerdekaan diharuskan memakai lencana ”Merah Putih”.
* Mengirim utusan-utusan yaitu, Wan Sulung ke pekanbaru dan Datuk Majo Panjang ke Tembilahan untuk memastikan kebenaran berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
*Anggota-anggota yang tetap tinggal di ”Tanah Jantan” ditugaskan untuk menjaga keamanan dengan tambahan tenaga cadangan sebanyak 293 orang bekas tenaga romusha.

Kekejaman Tentara Jepang
Berdasarkan perundingan yang dilakukan antara tentara Jepang dengan Sultan Syarif Kasim II, penduduk Kepulauan Meranti hanya dijadikan pekerja kinrohosi (kerja bakti), bukan romusha. Para penduduk ini ditempatkan di berbagai daerah pedalaman Sumatera.

Namun, kabar yang diterima oleh penduduk Kepulauan Meranti menyebutkan bahwa kinrohosi mendapat perlakuan yang sama seperti romusha, mereka diperlakukan sewenang-wenang dan dianggap sebagai tawanan perang.

Kinrohosi ternyata tidak berbeda dengan romusha, hanya beda nama belaka. Penduduk Selatpanjang dan sekitarnya dijadikan tenaga untuk kinrohosi bernasib sama dengan para romusha yang didatangkan dari Pulau Jawa. Mereka dibawa ke Logas, Siabu, Rantauberangin, Pantairaja dan beberapa daerah lain di Sumatera. Banyak di antara kinrohoshi ini tidak kembali lagi ke kampung halaman.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/28122015/potretnewscom_u3k7z_184.jpg
Romusha, perbudakan di abad ke-19 ciptaan Jepang.

Para kinrohosi mendapat perlakuan di luar batas perikemanusiaan. Mereka sering dipukuli, bahkan disiksa tanpa sebab yang jelas. Banyak kinrohosi yang meninggal ketika dalam proses pembangunan suatu pekerjaan. Beberapa di antara mereka ada yang berusaha melarikan diri, namun tertangkap, disiksa dan akhirnya dibunuh.

Jelas sudah, tentara Jepang akhirnya menampak kan wajah asli mereka sebagai penjajah di negeri ini. Dalam urusan pemerintahan di Selatpanjang, sistem ”tangan besi” ala militer juga berlaku. Pemukulan yang dilakukan tentara Jepang terhadap penduduk sipil adalah pemandangan sehari-hari.

Jepang Mendirikan Berbagai Badan Usaha di Kepulauan Meranti
Kedatangan tentara Jepang telah didengar oleh penduduk Kepulauan Meranti jauh sebelum mereka menginjakkan kaki di tempat ini. Berita yang diterima oleh penduduk Kepulauan Meranti tentang keberadaan Jepang didominasi oleh kabar seputar kekejaman dan kejahatan perang. Oleh karena itu ketika tentara jepang datang ke kepulauan meranti mereka merasa perlu mengubah cara pandang penduduk setempat.

Upaya pertama yang dilakukan tentara Jepang di awal keberadaannya di Kepulauan Meranti adalah meminimalisir kekerasan terhadap penduduk. Jepang mengubah cara eksploitasi besar besaranterhadap kekayaan alam suatu daerah sebagai modal perang dengan mendirikan suatu badan usaha perdagang supaya terkesan saling menguntungkan. Berbagai perusahaan dagang akhirnya didirikan di Kepulauan Meranti, terutama di Selatpanjang, seperti Ataka Sangyo Kabushiki Kaisha, Kaso Kabushiki Kaisa, Okura dan Kumiai.

Tentara Jepang berdalih bahwa alasan mereka mendirikan berbagai badan usaha tersebut adalah sebagai langkah menuju Indonesia merdeka. Hal ini membuat kedatangan Jepang mendapat sambutan yang hangat dari para penduduk di berbagai daerah.

Kaso Kabushiki Kaisa adalah salah satu badan usaha milik Jepang yang khusus menangani produksi dan pemasaran sagu. Jepang memandang Kaso sebagai sebuah badan usaha yag sangat menguntungkan untuk dikembangkan di Selatpanjang, sebab daerah ini dikenal sebagai penghasil sagu di kawasan rantau Melayu (Riau dan semenanjung tanah Melayu, Malaya). Di Selatpanjang masa itu, gudang penyimpanan Kaso terletak di persimpangan antara Jalan Tebingtinggi dan Jalan Diponegoro.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/28122015/potretnewscom_cn7kp_185.jpg
Aktivitas pembuatan sagu di Selatpanjang, tempo dulu.

Dalam perkembangan selanjutnya, Kaso Kabushiki juga berencana untuk melebarkan sayap menjadi perusahaan yang menangani produksi garam di Selatpanjang. Kolam kolam beton segera dibangun sebagai tambak produksi garam, sedangkan pabrik garam dibangun di Jalan Jawi-jawi. Namun, Jepang belum sempat menuai keberhasilan di bidang usaha ini karena mengalami kekalahan perang.

Pada masa Jepang, Kaso memproduksi sagu sebagai upaya untuk menambah pendapatan Jepang. Hal ini penting karena pendapatan tersebut merupakan modal pasukan Jepang untuk melakukan ekspansi ke daerah daerah yang mereka duduki. Selain itu, Kaso juga memberikan sumbangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, khususnya daerah daerah yang mengkonsumsi sagu sebagai makan pokok. Selain memenuhi kebutuhan dalam negri, produksi sagu melalui Kaso telah direncanakan oleh pemerintah jepang sebagai komoditas ekspor.

Dampak lain dari produksi sagu pada waktu itu adalah nama Selatpanjang menjadi semakin dikenal di Malay, bahkan sampai ke Jepang. Produksi sagu sebagai bahan baku berbagai macam produk terus diusahakn. Tentara Jepang terus mendirikan pabrik-pabrik pengolahan sagu. Bahkan di berbagai kampung banyak berdiri usaha Kaso dalam mengolah sagu.

Di Kampung Banglas, tepatnya di Dusun Suak terdapat sebuah pabrik pengolahan terbesar di rantau Selatpanjang. Pabrik ini dikelola dengan manajemen yang cukup baik. Tenaga buruh di pabrik ini adalah para pekerja paksa yang didatangkan dari luar daerah dengan tambahan penduduk kampung banglas yang di anggap sebagai tenaga ahli dalam bidang pengolahan sagu. Sedang tentara Jepang menjabat sebagai mandor pabrik.

Jepang Masuk ke Selatpanjang
Kepulauan Meranti, Negeri Fajar, atau ”Tanah Jantan” adalah sebutan untuk gugusan pulau yang terhampar di pantai timur Pulau Sumatera. Kepulauan ini terdiri dari Pulau Merbau, Rangsang, Tebingtinggi, Padang, Topang dan sejumlah pulau kecil lain nya. Lokasi Kepulauan Meranti berada di muara Sungai Siak, segaris dengan selat melaka dan memiliki ibu kota di Selatpanjang.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/28122015/potretnewscom_hxueh_186.jpg
Peta Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Deretan pulau dan kampung yang berada di Kepulauan Meranti tersebut telah tercatat dalam sejarah Indonesia maupun negara serumpun, baik pada masa kerajaan maupun pergerakan kebangsaan yang belum mengenal istilah negara kesatuan. Berkaca pada kenyataan tersebut maka sejarah Kepulauan Meranti tidak dapat diabaikan sebagai satu rangkaian sejarah nasional Indonesia.

Sejarah mencatat, keberadaan Kepulauan Meranti yang sangat strategis ternyata menarik perhatian banyak pihak termasuk penjajah Jepang, Belanda dan Inggris.

Di satu pihak, tempat ini menjadi basis penjajah karena Kepulauan Meranti merupakan pintu gerbang pulau sumatera sekaligus jembatan dengan daerah lain, seperti Malaya dan Temasek atau Tumasik (Singapura). Di pihak lain, Kepulauan Meranti juga menjadi basis perlawanan para pejuang kemerdekaan.

Sejak zaman dahulu, Selatpanjang sebagai Ibu Kota Kepulauan Meranti telah menjadi kota perdagangan, letak yang strategis membuat tempat ini menjadi persinggahn kapal kapal dari luar daerah, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti Malaya dan Temasek yang pada masa itu masih dalam penjajahan Inggris.

Pada awal April 1942, Districtschoofd (demang atau bupati) Selatpanjang, Tengku Abu bakar menerima kabar dari orang orang Jawa yang datang ke Selatpanjang. Bahwa tentara pendudukan Jepang telah tiba di Pulau Jawa dan melakukan kekejaman. Oleh karena itu, ketika tentara Negeri Matahari tersebut datang ke Selatpanjang dengan mengatasnamakan saudara tua, para pemimpin, pemuda, dan penduduk telah mengantisipasi berbagai kemungkinan.

Pada Senin, 6 April 1942, kapal perang Jepang yang berangkat dari Singapura merapat di boom (pelabuhan) Selatpanjang. Mereka langsung berbaris menuju ke beberapa tempat, dengan sasaran utama adalah pusat pusat pemerintahan Selatpanjang. Sepanjang jalan menuju ke kampung banglas, pekikan kata-kata ”merdeka” terus diucapkan para tentara jepang. Sebagai balasan, pekik ”banzai” menyambut kedatangan bala tentara Jepang menggema di mana-mana, lagu kebangsaan Jepang Kimigayo, dinyanyikan di sepanjang jalan yang dilalui oleh pasukan ini, temasuk di sekolah-sekolah yang mereka singgahi.

Gelombang kedatangan pasukan Jepang ke Selatpanjang berlanjut pada hari-hari berikutnya, beberapa kelompok pasukan datang dari Malaya, seperti daerah Batupahat dan Johorbahru. Namun ada juga pasukan yang datang dari Tanjungbalai Karimun (Ibu Kota Kabupaten Karimun) dan beberapa daerah lain di Kepulauan Riau.

Masa awal kedatangan tentara pendudukan Jepang, salah satunya ditandai dengan kunjungan ke sekolah rakyat (SR) yang berada di Selatpanjang dan sekitarnya tindakan ini dilakukan dengan tujuan mengukuhkan keberadaan pemerintah pendudukan Jepang di Selatpanjang, serta memberikan bukti bahwa Jepang memperhatikan pendidikan rakyat Selatpanjang.

Jepang juga menunjukkan sikap ingin membantu rakyat Selatpanjang dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Tentara pendudukan Jepang juga membawa nyanyian perjuangan Jepang dan lagu Indonesia Raya. Berbagai tindakan tersebut dilakukan untuk mengambil hati rakyat Selatpanjang agar mendukung keberadaan tentara pendudukan Jepang yang kala itu sedang terlibat dalam perang dunia kedua.

Di bidang pemerintahan, tentara pendudukan Jepang mengganti pemimpin pemerintah sipil Selatpanjang yang disebut districtshoofd. Tengku Abu Bakar yangs semula menjabat sebagai Districtshoofd Selatpanjang digantikan oleh Muhammad sirin dengan jabatan baru bernama gunco (jabatan ini masih setara dengan districtshoofd). Pegawai pesuruh juga diganti ke dalam bahasa Jepang yang disebut dengan yonen.

Sejak kedatangan tentara pendudukan Jepang, pejabat tertinggi di Kepulauan Meranti adalah Gunco Mohammad Sirin. Wilayah kekuasaan Gunco Mohammad Sirin meliputi seluruh kawasan Kepulauan Meranti yang membawahi Kuco Tebingtinggi, Merbau, Penyalai, dan Serapung. Wilayah lain di sekitar Kepulauan Meranti seperti Telukbelitung diserahkan kepada Tengku Mahmud.

Pada masa Jepang, istilah kuco diberlakukan untuk menggantikan penyebutan onderdistrict. Kuco adalah penyebutan untuk kepala desa yang memiliki daerah kekuasaan setara kelurahan. Pada pertengahan bulan Juli 1942, Jepang membangun jalan menghubungkan antara Sumatera Barat dengan Pekanbaru, tepatnya di sekitar Rantauberangin (Kampar) dan Lubukambacang (sekarang Kuantan Singingi). Pembangunan ini memerlukan banyak tenaga kerja sehingga Jepang berinisiatif menjadikan rakyat Selatpanjang sebagai romusha (pekerja paksa). Namun upaya ini kurang berhasil karena berbagai sebab.

Selama masa pendudukan Jepang, penduduk Selatpanjang dan Kepulauan Meranti umumnya tidak banyak yang dijadikan romusha seperi di daerah daerah lain. Para pemimpin dan pemuka masyarakat pada waktu itu mengupayakan pada tentara Jepang agar rakyat tetap dapat bekerja di Selatpanjang.

Berbagai upaya dilakukan oleh mantan Districtshoofd Selatpanjang, Tengku Abu Bakar dan para pemimpin pada waktu itu. Para tokoh masyarakat ini menyarankan kepada kaum muda laki-laki untuk bekerja, seperti membuka kebun, bekerja di pabrik pabrik, atau perusahaan perusahaan disekitar selatpanjang.

Para tokoh masyarakat ini sadar jika seseorang terbukti tidak bekerja (menganggur) maka jepang akan memaksa orang tersebut menjadi romusha.

Cara lain yang dilakukan adalah menyarankan kepada kaum muda agar segera menikah. Hal ini dilakukan karena dalih tidak bisa meninggalkan anak istri karena seorang romusha tidak selalu ditempatkan di Selatpanjang. Namun bisa dikirim ke berbagai daerah lai di indonesia. Cara ini dinilai cukup ampuh untuk menghindarkan diri menjadi romusha.

	https://www.potretnews.com/assets/imgbank/28122015/potretnewscom_hs8yg_187.jpg
Istana Sultan Siak di Siak Sri Indrapura.

Upaya selanjutnya adalah meminta bantuan kepada Sultan Siak, Sultan Syarif Kasim II untuk menyampaikan kepada Makio Sasabaru, Gubernur Militer Jepang (Riau Syu Cokan) yang berkedudukan di Pekanbaru, agar rakyat Selatpanjang tidak dijadikan romusha. Berkat usah tersebutlah penduduk Selatpanjang dan sekitarnya terbebas dari kewajiban menjadi romusha.

Salah satu bukti keberhasilan berbagai upaya yang dilakukan oleh Tengku Abu Bakar dan para tokoh masyarakat Kepulauan Meranti adalah peristiwa yang menimpa Syuib Manaf, seorang tokoh pemuda Selatpanjang. Pada waktu itu, Syuib Manaf telah terdaftar sebagai salah satu penduduk yang akan dijadikan romusha, namun dengan alasan bahwa Syuib Manaf telah bekerja sebagai pedagang di pasar Selatpanjang, maka dirinya terhindar dari kewajiban sebagai romusha.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/28122015/potretnewscom_qdrfk_188.jpg
Sultan Syarif Kasim II.

Beberapa waktu kemudian, terjadi perundingan antara Jepang dengan Sultan Siak. Perundingan tersebut menetapkan sebuah keputusan bahwa penduduk di wilayah kekuasaan Kesultanan Siak termasuk Kepulauan Meranti terbebas dari kewajiban sebagai romusha.

Namun tetap diwajibkan menjadi kinrohosi, artinya kewajiban untuk bekerja tanpa diupah bagi para tokoh masyarakat, seperti pamong desa dan pegawai rendahan, serta para pemuda. Sistem kinrohosi lebih ke arah kerja bakti atau gotong-royong. Tentara Jepang menerima pasukan agar rakyat Selatpanjang tidak dijadikan romusha karena berbagai pertimbangan, yaitu:

1.Banyaknya badan usaha milik tentara Jepang, seperti Ataka Sangyo Kabushiki Kaisa, Kaso Kabushiki Kaisa, Okura, Kumiai yang membutuhkan tenaga kerja.
Penduduk selatpanjang .
2. Penduduk Selatpanjang lebih tepat dijadikan tenaga kerja di badan usaha milik jepang, seperti Kaso Kabushiki Kaisa yang menangani produksi sagu, karena dinilai lebih terampil dan berpengalaman dibandingkan dengan mereka hanya menjadi romusha.
3. Selatpanjang dan sekitarnya tidak termasuk ke dalam daerah yang padat penduduk, sehingga jika penduduk yang sedikit tersebut diambil sebagai romusha, maka sektor usaha Jepang akan berhenti beroperasi. Di sisi lain, jika mendatangkan pekerja dari luar Kepulauan Meranti maka akan menghabiskan biaya yang besar dan waktu yang lama.
4.Sultan Syarif Kasim ll selalu melakukan kontak dan pendekatan ke pihak Jepang agar penduduk negerinya tidak dijadikan romusha. Sikap arif sultan ini sangat disegani oleh Jepang. ***

Sumber:
https://faniindra7.blogspot.co.id/

(Akham Sophian)
Kategori : Potret Riau
wwwwww