Kesungguhan Perang terhadap Narkoba

Kesungguhan Perang terhadap Narkoba

Ilustrasi.

Selasa, 10 November 2015 10:46 WIB
PEREDARAN narkoba di Indonesia belakangan ini makin marak dan menimbulkan banyak korban. Beberapa hari terakhir, aparat berhasil menggagalkan pengiriman berbagai jenis narkoba dalam jumlah fantastis. Pelakunya bukan lagi hanya residivis saja, tetapi sudah melibatkan oknum aparat keamanan yang seharusnya bertugas membasminya. Pada peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo telah menyatakan perang terhadap narkoba karena dapat merusak karakter, fisik dan kesehatan manusia serta dalam jangka panjang bisa mengganggu daya saing dan kemajuan bangsa. Korban narkoba Indonesia pada tahun ini mencapai 4,1 juta orang atau 2,2 persen dari total penduduk dan kerugian material mencapai Rp63 triliun.

Menurut Jokowi, kejahatan narkoba ini digolongkan kejahatan luar biasa dan serius, terlebih lagi kejahatan narkoba terjadi di lintas negara dan terorganisasi sehingga menjadi ancaman nyata yang membutuhkan penanganan serius dan mendesak. Perang terhadap narkoba ini tidak hanya tugas BNN tetapi semua pihak harus turun tangan dan mesti meninggalkan ego sektoral.

Sikap Jokowi ini diamini TNI. Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam Entry Briefing di Mabes TNI, juga menyatakan perang terhadap narkoba dan akan menindak tegas kepada oknum prajurit TNI yang terlibat narkoba. TNI berkomitmen untuk tidak menutupi jika ada anggota TNI yang bersalah akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jika terbukti bersalah, TNI akan menindak tegas.

Sanksi di lingkungan TNI meliputi sanksi administrasi, pidana dan hukuman berupa tindakan pemecatan. TNI tidak akan menutup-nutupi jika ada anggota TNI yang salah akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ini merupakan implementasi instruksi Jokowi agar lebih tegas dalam penindakan termasuk jika ada aparat yang terlibat.

Untuk meningkatkan kemampuan aparat dalam memerangi narkoba, Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) akan melatih sedikitnya 1.000 orang calon assesor selama tiga bulan untuk membedakan identifikasi antara pengguna dan pengedar. Pelatihan dibagi ke dalam enam kota yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Makassar.

Mereka ini nantinya akan bertugas sebagai pelaksana assessment tersangka kasus penyalahgunaan narkoba untuk membedakan pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika dengan bandar atau pengedar. Para calon asesor diambil dari tenaga medis dan paramedis Polri mapun mitra Polri dari tingkat Mabes sampai Polres. Para peserta akan dilatih dan dibekali kemampuan assessment kasus narkoba.

Hasil asessment akan menjadi landasan dalam penerapan sanksi bagi tersangka. Nantinya hukuman untuk pecandu atau korban adalah rehabilitasi. Karena dari referensi universal menunjukkan bahwa memenjarakan pecandu atau korban justru tidak menyelesaikan masalah.

Diharapkan langkah ini akan memperkuat perang terhadap narkoba. Meski harus disadari tidak mudah memberantas narkoba dari muka bumi ini. Mafia narkoba akan terus memperbaharui strateginya untuk mencari celah untuk melanggengkan bisnisnya. Kita harus percaya dan mendukung upaya memerangi narkoba dari negeri ini. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww