Kecanduan Gadget, Punggung Belasan Bocah seperti Ditusuk

Kecanduan Gadget, Punggung Belasan Bocah seperti Ditusuk

Ilustrasi. (torontosun.com)

Rabu, 09 September 2015 02:19 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Beberapa tahun belakangan, ruang kerja Alfred Sutrisno, dokter bedah saraf Rumah Sakit Omni Alam Sutera, Tangerang, Banten, mulai banyak didatangi pasien remaja. Keluhan mereka serupa, nyeri pada tulang belakang. Padahal rasa sakit semacam ini biasanya dialami orang yang berusia 40 tahun ke atas. "Tapi kini anak umur belasan tahun sudah banyak yang mengalami," katanya, Senin, 7 September lalu.

Usut punya usut, biang keladinya ternyata sama. Para anak dan remaja ini semuanya doyan menggunakan gadget, seperti telepon pintar, komputer, dan tablet. Dalam sehari, mereka bisa memainkan peralatan canggih itu berjam-jam.

Bahkan ada yang sampai delapan jam per hari! Tak kalah dengan rutinitas pekerja kantoran. Kebiasaan inilah yang menjadi pemicu masalah untuk tulang belakang. Dampaknya pun sama dengan tulang yang mengalami proses penuaan, menimbulkan rasa nyeri.

Alfred mengatakan pasien anak dan remaja yang mendatangi ruang prakteknya di RS Omni 2-3 orang dalam sepekan. Sedangkan pengunjung tempat prakteknya di RS Pantai Indah Kapuk bahkan lebih banyak, yakni 5-10 pasien dalam sepekan.

“Anak-anak itu sedari kecil sudah dibekali gadget oleh orang tuanya,” kata dia. Kolega dokter saraf Setyo Handryastuti juga mendapati gejala serupa.

Dalam sepekan, satu-dua anak atau remaja masuk ruang praktek pribadinya di kawasan Bumi Serpong Damai karena gejala serupa. “Mereka mengeluhkan nyeri pada tulang belakangnya,” kata Handry, yang juga membuka praktek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Menurut Alfred, banyak dari mereka yang bermain gadget sambil tiduran atau tengkurap, membungkuk atau leher menekuk ke bawah menatap layar monitor sehingga kepala membebani leher.

Ada pula yang badannya menyender ke kursi dengan posisi layar lebih tinggi dari mata sehingga kepala mendongak. Atau menelepon dengan memiringkan kepala ke satu sisi untuk menjepit telepon di antara telinga dan pundak. Kalau posisi salah ini dilakukan terus, lama-lama tulang belakang akan “protes” dengan mengirimkan sinyal nyeri.

Ada berbagai macam sensasi nyeri pada tulang belakang, seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, nyeri cenat-cenut seperti sakit gigi, dan berasa kencang. Nah, untuk nyeri yang diakibatkan gadget, biasanya sensasinya seperti kesetrum. "Sakitnya seperti entakan, rasanya ‘nyut!’," ujar spesialis bedah saraf lulusan Universitas Indonesia ini.

Nyeri ini memang tak berbahaya, tapi jika dibiarkan terus-menerus bisa merusak postur tulang. Ada tiga tahapan rasa nyeri pada tulang belakang, yakni rasa nyeri yang dialami oleh otot, kemudian menjalar ke sendi, dan terakhir mengenai tulang.

Jika nyerinya masih berada di otot, kata Alfred, bisa diobati dengan memberikan antinyeri. Namun, kalau sudah menjalar dan membuat radang pada sendi, perlu penanganan lebih lanjut.

Ada dua cara untuk mengatasinya, yakni dengan mengobati radangnya atau bisa juga membuat rasa nyeri itu hilang. Cara pertama sulit dilakukan lantaran tulang belakang akan terus bergerak seiring dengan aktivitas pemiliknya.

Jika tulang tetap bergerak, radang akan menetap. Dalam kasus seperti ini, biasanya dokter memasang pen untuk menghentikan pergerakannya. "Tapi, masak, sakit begitu dipasangi pen?" katanya.

Karena itu Alfred lebih banyak menggunakan cara kedua, yakni membuat nyeri menjadi tak terasa. Ibarat alarm, nyeri merupakan pertanda bahwa ada yang tak beres dalam tubuh. Sinyal ketidakberesan itu dikirimkan saraf dari titik yang bermasalah ke otak.

Nah, di pengobatan cara kedua ini, sinyal kesakitan tersebut diputus dengan cara merusak saraf yang mengantar pesan ketidakberesan itu. Caranya, dokter akan menggunakan jarum yang dialiri gelombang frekuensi radio untuk mematikan saraf tersebut. Cukup dengan tindakan sekitar tiga menit, alarm nyeri itu pun terputus. Sehingga meski radang masih ada, nyeri tak akan terasa.

Namun, pasien perlu diingatkan untuk memperbaiki posisi tubuhnya saat bermain gadget agar radangnya tak semakin parah. Kalau tidak, saat saraf kembali tumbuh sekitar enam bulan kemudian, rasa nyeri akan kembali datang. Bahkan bisa jadi lebih hebat.

Jika dalam tahap ini dibiarkan dan tak ada perbaikan posisi tubuh, masalah akan merambat sampai ke struktur tulang. Maka tulang harus dikoreksi dengan memberikan penyangga.

Beberapa kali Alfred pernah memasangkan pen pada tulang belakang remaja akibat kejadian ini. Biasanya, selain karena terlalu banyak bermain gadget dalam posisi yang tak benar, beban tulang juga ditambah dengan cedera seperti akibat terjatuh, berat badan yang berlebihan, atau olahraga yang banyak melompat. "Sebanyak 10-20 persen pasien remaja saya harus diobati dengan tindakan seperti ini," ujarnya.

Alfred menyarankan, agar sakit itu tak semakin parah, anak/remaja mesti mendatangi dokter saat nyeri mulai mengganggu aktivitas. Sebab, kalau terus-menerus didiamkan dan sudah merambat ke struktur tulang, bisa bertambah parah. Terlebih untuk usia anak dan remaja yang masih dalam pertumbuhan. Jika strukturnya bermasalah, nyeri bisa bertahan selamanya.

Sedangkan pengobatan yang dilakukan Handry adalah dengan memilah nyeri terlebih dahulu. Apakah cenat-cenut itu diakibatkan oleh salah posisi duduk atau yang lain, seperti kelainan saraf bawaan.

Jika memang masalahnya hanya karena posisi badan yang salah saat ber-gadget, dia akan memberikan obat analgetik untuk menghilangkan nyeri dan menyarankan rehab medik. Tapi, hal utama, posisi yang salah itu harus diperbaiki.

Setyo khawatir tren ini bakal meningkat. Selama ini dia amati pasiennya kebanyakan dari kelas menengah atas, yakni golongan mereka yang mampu membeli telepon pintar.

Di RSCM, yang banyak menangani pasien kelas menengah ke bawah, misalnya, Handry tak menemukan kasus semacam ini. Tetapi tidak tertutup kemungkinan pasiennya akan bertambah dari kalangan bawah. “Sebab, harga gadget sekarang makin terjangkau," katanya.

(Mario A Khair)
Kategori : LifeStyle
Sumber:Tempo.co
wwwwww