Eks Pejabat Kuantan Singingi yang Bestatus Terdakwa Kasus Dugaan Korupsi Ruang Pertemuan Hotel Kuansing Dituntut Hukuman Berbeda

Eks Pejabat Kuantan Singingi yang Bestatus Terdakwa Kasus Dugaan Korupsi Ruang Pertemuan Hotel Kuansing Dituntut Hukuman Berbeda

Dua tersangka dugaan korupsi pembangunan Hotel Kuansing kala ditahan pihak Kejaksaan Negeri Kuansing.

Jum'at, 06 Agustus 2021 17:26 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kuansing, menuntut dua terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing tahun anggaran 2015, dengan hukuman berbeda. Hal ini diketahui pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat (6/8//2021) sore.

Agenda sidang ini dipimpin majelis hakim, yang diketuai Iwan Irawan. Dalam perkara ini, jaksa menjerat dua orang pejabat di Kuansing sebagai pesakitan. Diantaranya Fahruddin, yang merupakan mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR), sekaligus Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan bermasalah itu.

Lalu Alfion Hendra, selaku Kepala Bidang (Kabid) Tata Bangunan dan Perumahan di Dinas CKTR 2015, juga sebagai PPTK.JPU Teguh Prayogi saat membacakan tuntutan terhadap keduanya menyatakan, para terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan tindak pidana korupsi.

Kedua terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.l, sebagaimana dakwaan primair JPU.

"Menuntut terdakwa Fahruddin dengan hukuman 8 tahun penjara, dikurangi masa tahanan," ungkap JPU Teguh.

Selain itu, terdakwa Fahruddin juga dihukum membayar denda Rp500 juta rupiah, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, diganti hukuman kurangan penjara 6 bulan.

Hal yang memberatkan Fahruddin kata JPU, terdakwa sudah pernah dihukum, perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya di persidangan.

Lalu hal yang meringankan terdakwa, yakni yang bersangkutan bersikap sopan di persidangan. Sementara itu, terdakwa Alfion Hendra, oleh JPU dituntut hukuman 6,5 tahun penjara. Dia juga dikenakan denda Rp500 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar, diganti hukuman penjara 6 bulan.

Hal yang memberatkan terdakwa Alfion yakni, perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara, dan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa bersikap sopan di persidangan. Terkait perbuatan yang dilakukan kedua terdakwa, JPU membebankan Uang Pengganti (UP) kepada Robert Tambunan (alm), selaku Direktur PT Betania Prima sebesar Rp5 miliar.

Atas tuntutan JPU ini, terdakwa mengajukan pledoi. Nota pembelaan ini akan dibacakan terdakwa pada agenda sidang berikutnya.

Melawan Hukum dan Memperkaya Diri Sendiri

Sebelumnya dalam dakwaan JPU disebutkan, kedua terdakwa dinilai telah melakukan atau menyuruh melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua terdakwa juga dinilai memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.JPU memaparkan, perbuatan terdakwa merugikan negara Rp5.050.257.046,21. Kerugian itu diperoleh berdasarkan hasil penghitungan Ahli Penghitung Kerugian Keuangan Negara dari Universitas Tadulako tahun 2020.

JPU menjelaskan, dugaan korupsi terjadi pada 2015. Ketika itu Fahruddin selaku Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pengguna Anggaran (PA) pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.

Penunjukan Fahruddin berdasarkan keputusan Bupati Kuansing, H Sukarmis, dengan nomor Ktsp. 7/2015 tertanggal 2 Januari 2015. Untuk kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing, Fachruddin menunjukan Burhanuddin sebagai PPK. Adapun pagu anggaran sebesar Rp13.100.250.800.

Namun pada 27 Maret 2017, Fahruddin memecat Burhanuddin sebagai PPK. Selanjutnya Fahruddin menunjuk dirinya sendiri sebagai PPK menggantikan Burhanuddin. Selanjutnya, Fahruddin menunjuk Alfion Hendra sebagai PPTK pembangunan ruang Pertemuan Hotel Kuansing. Pada Juni 2015, Fahruddin menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam Kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuantan Singingi sebesar Rp13.099.786.000.

Atas hal itu, Fahruddin bersurat kepada Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) agar dilaksanakan proses lelang. Salah satu paket pekerjaan adalah pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing. HPS atas pekerjaan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing ditetapkan dan ditandatangani oleh Fahruddin selaku PPK dengan nilai Rp13.099.786.673,36. Kemudian angka itu dibulatkan menjadi Rp13.099.786.000.

JPU menyebut, dalam menyusun dan menetapkan HPS pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuantan Singingi, Fahruddin tidak memisahkan kegiatan pengadaan barang berupa peralatan dan mesin dengan kegiatan pekerjaan konstruksi berupa gedung dan bangunan.

Untuk mengerjakan kegiatan itu, 19 Juni 1015, ditugaskan Pokja 21 ULP untuk laksanakan lelang. Ketuanya ditunjuk Alfion Hendra. Satu bulan kemudian, diumumkan pemenang lelang adalah PT Betania Prima yang dipimpin Robert Tambunan dengan harga negosiasi sebesar Rp12.593.428.000.

Masa kerja kegiatan adalah selama 133 hari kalender terhitung tanggal 21 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progres pekerjaan.

PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya, dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima.

Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaaan sebesar 43,898 persen dan total yang telah dibayarkan Rp5.263.454.700.

Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp352 juta. Namun, PPTK tidak pernah menagih denda tersebut. Tidak hanya itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta, melansir Tribunnews.com.

Mestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing. Hal itu dikarenakan, sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku KPA tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).

Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan, dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya. Dengan demikian, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan. Hasil perhitungan kerugian kerugian negara kerugian 5.050.257.046,21. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim, Kuansing
wwwwww