Kisah Inspiratif Nek Badinar di Pekanbaru yang Rela Rogoh Kocek Sendiri demi Rawat 81 Anak Yatim

Kisah Inspiratif Nek Badinar di Pekanbaru yang Rela Rogoh Kocek Sendiri demi Rawat 81 Anak Yatim

Nek Badinar bersama anak-anak di panti asuhan yang dikelolanya/POTRETNEWS.com/RACHDINAL.

Senin, 14 September 2020 18:51 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Dalam kondisi yang sulit di masa pandemi corona ini, tidak banyak orang dan perusahaan yang membuat kegiatan apalagi tunak mengurusi anak-anak yatim piatu serta fakir miskin.

Di Pekanbaru, Riau, sosok perempuan yang sejak lama hidup dalam kesederhaan. Namun di balik itu, ibu berusia 62 tahun ini mampu melakukan hal luar biasa. Sosok itu adalah Badinar yang telah membangun panti asuhan demi merawat anak-anak dari golongan yatim piatu dan kaum duafa.

”Saya sangat bahagia bila melihat anak-anak asuh bisa makan dengan lahap, belajar dengan rajin, dan tidak dirundung sedih. Itulah yang membuat hidup saya tenang dan damai,” tutur Badinar mengawali bincang-bincang dengan potretnews.com menemuinya, Senin (14/9/2020).

Kendati mengaku tak bisa membaca dan menulis, tekad Bainar untuk mendirikan Panti Asuhan Al-Ilham pada 2016 lalu, tak pernah surut. Panti ini terletak di Jalan Unggas, RT/RW 002/001, Simpangtiga, Bukitraya, Pekanbaru.

”Panti asuhan ini saya dirikan 13 Oktober 2016 dengan izin operasional dari Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru. Masa berlaku sampai 13 Oktober 2021,” tuturnya.

Dalam kurun waktu hampir lima tahun, dia tetap menikmati hari-harinya merawat 81 anak yatim dan kaum duafa. Sehari-hari, Badinar dibantu seorang anak kandungnya, satu keponakan, serta satu menantunya.

Secara keseluruhan, penghuni panti asuhan berjumlah 85 orang. Rinciannya; 81 anak asuh yang terdiri 43 laki-laki dan 38 perempuan beserta 4 pengurus termasuk Badinar sendiri.

Nek Badinar, demikian sehari-hari anak asuh memanggilnya, mengungkapkan, biaya operasional beserta kebutuhan pokok dan pendidikan anak asuh di panti yang dikelolanya selama ini berasal dari sejumlah donator dan kocek pribadi.

”Kalau bicara dari mana datangnya uang itu sudah diatur oleh Allah semuanya. Kadang ada donatur yang meringankan tangannya untuk membantu panti asuhan ini. Kalau tidak ada, ya pakai uang pribadi. Alhamdulillah panti asuhan ini bisa bertahan terus sampai sekarang. Terpenting anak panti bisa terpenuhi sandang pangan dan papannya,” tuturnya lirih.

Dia bercerita, listrik di panti asuhannya pada Juli 2020 sempat diputus oleh pihak PLN karena menunggak 1 bulan. ”Waktu itu saya sempat heran dengan pihak PLN, mengapa listrik panti asuhan ini harus diputus. Apa tidak ada toleransi dari mereka melihat puluhan anak yatim dan fakir miskin di sini?” ungkap Badinar.

Badinar tak menampik selama pandemi biaya listrik membengkak karena sekolah tatap muka dialihkan menjadi daring yang membuat anak-anak asuh lebih intens belajar online di panti. Tapi pemutusan listrik oleh petugas PLN tetap saja membuatnya terperanjat.

”Berilah kewajaran kepada kami,” ucap Badinar yang mengaku selama pandemi tidak pernah mendapat bantuan operasional dari Pemkot Pekanbaru.

Namun, pada Ramadan lalu dirinya pernah datang ke Sekretariat Gugus Tugas Kota Pekanbaru untuk menjemput sembako berupa beras per 5 kilogram sebanyak 5 karung, mi 2 kardus, telur 2 papan, dan minyak goreng ukuran 1 liter sebanyak 5 bungkus. ”Cuma itu saja,” pungkas Nek Badinar. ***

Kategori : Pekanbaru, Umum
wwwwww