Home > Berita > Umum

Kasus Baru Corona Melonjak, WHO Nilai Indonesia belum Penuhi 6 Syarat Menuju Normal Baru

Kasus Baru Corona Melonjak, WHO Nilai Indonesia belum Penuhi 6 Syarat Menuju Normal Baru

Gambar hanya ilustrasi/KATADATA

Sabtu, 13 Juni 2020 10:25 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Lonjakan kasus baru dengan kaju kematian tinggi akibat virus corona atau Covid-19 mencerminkan pandemi di Indonesia belum terkendali.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pun menilai, Indonesia belum memenuhi enam syarat yang ditetapkan lembaga itu untuk menuju normal baru.

Syarat itu, antara lain, transmisi virus terkendali, kapasitas sistem kesehatan memadai, meminimalkan risiko penularan di wilayah dengan kerentanan tinggi, serta pelibatan warga yang optimal.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, Jumat (12/6/2020), di Jakarta, menyatakan, hingga kemarin pukul 12.00 WIB ada penambahan 1.111 kasus positif Covid-19 sehingga total ada 36.406 kasus Covid-19 di Tanah Air.

Pasien yang sembuh bertambah 577 orang sehingga seluruhnya ada 13.213 pasien yang sembuh. Adapun 48 pasien meninggal sehingga total ada 2.048 pasien Covid-19 yang meninggal.

Daerah dengan jumlah penambahan kasus tertinggi antara lain Jawa Timur (318 kasus), DKI Jakarta (93 kasus), dan Sumatera Utara (88 kasus). Hal itu merupakan hasil pemeriksaan terhadap 15.333 spesimen dari 7.476 orang sehari di 398 laboratorium di Indonesia.

Jawa Timur menyalip Jakarta untuk jumlah total kematian akibat Covid-19, yakni 575 orang dengan jumlah kasus 7.103 orang. Di DKI Jakarta, jumlah kematian akibat Covid-19 mencapai 540 jiwa, sedangkan jumlah kasus positif 8.647 orang.

Angka kematian Covid-19 di Indonesia diduga jauh lebih tinggi karena jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) masih tinggi.

Catatan WHO
Laporan situasi Indonesia oleh WHO pada 10 Juni 2020 berdasarkan pemantauan pada 18 Mei hingga 7 Juni 2020 menyebut, sejumlah daerah di Jawa mencatat penurunan jumlah kasus positif Covid-19. Namun, kecuali DI Yogyakarta, tak ada penurunan jumlah korban jiwa, dihitung dari kasus positif dan PDP Covid-19 yang meninggal.

Laporan WHO menyebutkan, kematian PDP jauh lebih tinggi dibanding kematian yang terkonfirmasi dari kasus positif Covid-19 di semua provinsi di Jawa, kecuali Jawa Timur.

Sebagai contoh, kematian orang dengan status positif Covid-19 di DKI Jakarta selama 18-24 Mei 2020 sebanyak 38 orang, sedangkan yang meninggal dengan status PDP 75 orang. Pada 25-31 Mei lalu, jumlah pasien Covid-19 yang meninggal 16 orang, dan PDP yang meninggal 151 orang. Pada 1-7 Juni 2020, jumlah pasien Covid-19 yang meninggal 12 orang dan PDP 134 orang.

Irma Hidayana, ahli kesehatan masyarakat yang juga inisiator Laporcovid19.org, mengatakan, tingginya angka PDP dan ODP yang meninggal ini menandai tes yang dilakukan masih kurang dan terlambat. Akibatnya, pasien lebih dulu meninggal sebelum hasil tes keluar atau bahkan sebelum dites.

Berdasarkan rekapitulasi data dari kabupaten/kota di Indonesia, jumlah PDP dan ODP yang meninggal 3,5 kali dari yang terkonfirmasi positif.

”Seharusnya, Indonesia mengikuti WHO untuk melaporkan jumlah ODP dan PDP yang meninggal, tak hanya yang positif. Ini lebih menggambarkan dampak kematian karena Covid-19 agar warga waspada,” ujarnya, seperti dilansir dari kompas.id.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, memaparkan, kurva kasus penularan Covid-19 di Indonesia menunjukkan peningkatan. Gelombang pertama penularan penyakit itu pun belum mencapai puncaknya.

Dengan kondisi ini, pemerintah mestinya tak buru-buru melonggarkan aktivitas dan mobilitas warga. Apalagi, survei persepsi warga di Jakarta yang dilakukan bersama Nanyang Technological University menemukan, dari aspek sosial, warga belum siap menghadapi normal baru.

Ahli epidemiologi Indonesia yang mengajar di University of South Australia, Beben Benyamin, mengatakan, belajar dari sejumlah negara lain, pelonggaran pembatasan sebelum wabah reda memicu ledakan wabah lebih dahsyat. Hal ini terjadi di Iran dan sejumlah negara bagian di Amerika Serikat.

Setelah melonggarkan pembatasan sosial, sejumlah negara, seperti Korea Selatan, Italia, Jerman, dan China, mencatat kenaikan kasus Covid-19 atau penularan lokal. Pada Kamis (11/6), Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan melaporkan 56 kasus baru Covid-19 sehingga total ada 12.003 kasus, dan 277 orang di antaranya meninggal. Lebih dari 96 persen kasus baru terjadi di area metropolitan Seoul dua pekan terakhir.

”Di Australia dan Selandia Baru, pelonggaran dilakukan setelah kasus di bawah 10 orang, bahkan saat nol kasus pun ada pembatasan. Di South Australia, dua minggu lebih nol kasus, tapi perbatasan dengan wilayah lain masih ditutup,” ujar Beben.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan, risiko krisis berkepanjangan membuat pemerintah mengambil kebijakan transisi menuju normal baru. Namun, warga euforia saat pembatasan dilonggarkan, padahal seharusnya lebih ketat menjalankan protokol kesehatan.

Syarat wajib
Laporan WHO menyebut syarat yang tak bisa ditawar sebelum suatu negara menjalankan transisi menuju normal baru, yakni pemeriksaan spesimen dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) 1 per 1.000 orang per minggu di area transmisi dengan hasil tes keluar 24-48 jam. Semua orang yang diduga dan dikonfirmasi Covid-19 harus diisolasi dan ada kesiapan fasilitas kesehatan.

Menurut Beben, tes berbasis molekuler (PCR) jadi kunci mengatasi pandemi Covid-19. Namun, hingga empat bulan sejak melaporkan kasus pertama, Indonesia bermasalah dalam tes sehingga penanganan tersendat.

Tri Maharani, dokter spesialis emergensi dari Kediri, Jawa Timur, mengeluhkan prosedur tes yang rumit. ”Seharusnya aturan yang bisa di-swab hanya jika hasil tes cepat reaktif dihapus. Saya dari tes cepat negatif, tapi hasil swab positif. Tes cepat tak akurat,” ujarnya.

Menurut Our World in Data, jumlah tes Covid-19 di Indonesia termasuk terendah di dunia. ”Merujuk pada rekomendasi WHO, seharusnya Indonesia melakukan tes minimal 40.000 orang per hari. Dengan besarnya populasi dan luasnya penyebaran virus, Indonesia seharusnya memeriksa 100.000 per hari,” kata Elina Ciptadi, pendiri Kawalcovid19.id, anggota koalisi.

Sementara itu, anggota tim pakar percepatan penanganan Covid-19, Ari Fahrial Syam, mengatakan, dua riset utama Covid-19 telah berjalan, yakni terapi berbasis sel punca dan kombinasi obat Covid-19. Selain itu, tim peneliti dari Universitas Airlangga dan Badan Intelijen Negara juga mendapat lima kombinasi regimen obat efektif yang menghambat virus SARS-CoV-2 pemicu Covid-19. ***

Berita ini telah tayang di kompas.id

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww