Home > Berita > Siak

Saat Pemerintah Getol Kampanye Cegah Karhutla, Guru Besar IPB Ingatkan soal Aturan yang Perbolehkan Bakar Lahan

Saat Pemerintah Getol Kampanye Cegah Karhutla, Guru Besar IPB Ingatkan soal Aturan yang Perbolehkan Bakar Lahan

Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Supiandi Sabiham.

Senin, 09 Maret 2020 21:42 WIB
Sahril Ramadana

SIAK, POTRETNEWS.com — Politisi Partai Golkar Firman Subagyo pada pertengahan Juni 2017 berpendapat, bahwa kebiasaan masyarakat membuka lahan di bawah 2 hektar dengan cara membakar yang dijamin UU No 32 tahun 2009 perlu diubah karena rawan penyimpangan.

Pernyataan tersebut disampaikan Firman ketika masih menjabat Anggota Komisi IV DPR. ”Sebagai kearifan lokal yang dijamin undang-undang, Kebiasaan masyarakat membuka lahan. Hanya caranya perlu diubah dari membakar menjadi menggunakan mekanisasi seperti traktor dan sebagainya,” kata dia, kala itu.

Kini, di saat pemerintah getol mengampanyekan pencegahan karhutla, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Supiandi Sabiham mengingatkan soal adanya regulasi yang membolehkan warga membakar lahan maksimal seluas 2 hektar.

Menurut dia, membakar lahan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberikan pengecualian terhadap pembukaan lahan dengan cara dibakar maksimal 2 hektar.

”Bunyi soal itu dituangkan dalam pasal 69 ayat 2 bahwa masyarakat boleh membakar dua hektar lahan dengan metoda konvensional atau dengan kearifan lokal (membakar)," kata Supiandi, Senin (9/3/2020).

Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan itu kata Supiandi melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal dan dikelilingi sekat bakar sebagai pencegahan penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

”Artinya, diperbolehkan. Tapi ada mekanismenya. Dan pemahaman itu harus disosialisasikan kepada masyarakat,” kata dia.

Sebab kata Supiandi, jika pun dilarang, masyarakat akan tetap membakar lahan dengan cara sembunyi-sembunyi. ”Kalau pemerintah tidak mau sama sekali lahan masyarakat terbakar, perbaiki menajemen pencegahannya. Sebab karhutla itu ketidaktentuannya tinggi, dan hanya bisa dikendalikan dengan manejemen sosial yang baik,” paparnya.

Sebagai contoh kata Supiandi, sejak tahun 2015-2018 lalu, tidak pernah terjadi karhutla di Kampung Buatan I, Kecamatan Kotogasib, Kabupaten Siak. Artinya saat itu manejemen sosial di sana bagus.

”Kalau hari ini misalnya terjadi karhutla di sana, mestinya pemerintah paham penyebabnya. Sebab, tiga tahun berturut-turut tak pernah terjadi, kini kok terjadi," imbuh dia.

Mestinya pemerintah peka akan hal itu dan membikin kebijakan pro terhadap masyarakat. ”Caranya bantulah masyarakat saat membuka dan membersihkan lahan. Sebab pada dasarnya, kebanyakan masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar karena tak punya uang. Kalau punya uang tak mungkin dibakar. Apalagi hanya seluas 2-3 hektar," tukasnya.

Supiandi menilai penyebab karhutla di Riau selama ini bukan karena masalah gampangnya terbakar lahan gambut. Sebab kata dia, pada dasarnya lahan gambut di Riau sangat sulit terbakar.

”Lahan gambut itu sampai dasarnya basah. Musim kering pun kandungan airnya cukup tinggi. Artinya tidak bisa api berjalan di bawah lahan gambut seperti yang disebut-sebut selama ini," tandasnya. ***

Kategori : Siak, Umum
wwwwww